Suasana kamar terasa berat malam itu. Lampu di kamar tidur masih menyala terang, menyoroti wajah Mama Jani yang terlihat murung. Ia duduk di sofa, sementara Papap Owka juga duduk di sofa yang sama, tangan kirinya memegang kacamata baca yang sejak tadi belum juga dipakainya. "Ini memang hal yang nggak kita perhitungkan waktu mengiyakan Aa’ untuk bertunangan sama Risa," ucap Papap Owka pelan, suaranya dalam dan terukur. "Aku pikir paling mereka akan bertengkar kecil, seperti Risa minta nikah lebih cepat, atau mungkin cemburu sama pramugari. Tapi ternyata bukan Risa yang bikin masalah... Aa’ sendiri yang berubah perasaannya." Mama Jani menghela napas panjang, menatap kosong ke arah karpet. "Dan itu karena orang ketiga. Yang sadisnya lagi, orang ketiganya tantenya Risa. Ckk... apa sih yang

