Bab 1. Insiden

1188 Kata
"Kamu gila? Kalau mau bunuh diri jangan di jalanan ramai begini. Cari tempat lain. Bukannya kamu yang mati malah orang lain yang celaka. Gara-gara kamu mobil saya jadi hancur? Ganti rugi sekarang juga!" Pria bernama Bayu Aji Raharja menarik lengan perempuan yang menyebabkan dia harus membanting stir ke arah kiri. Pria itu mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang tetapi dia harus menghindar agar tidak menabrak perempuan dan nenek itu yang tiba-tiba melintas saat jalanan ramai dan lampu hijau sedang menyala. Pria itu merasa kesal dan marah padanya. Dadanya bergerak naik turun dan napasnya memburu. "Eh, Pak, maksudnya gimana? Saya enggak ada niatan mau bunuh diri. Saya bantuin seorang nenek yang kebingungan di tengah jalanan yang ramai." Dia menunjuk ke arah nenek yang sudah meninggalkannya. "Kamu tahu yang kamu lakukan itu berbahaya? Sini ikut saya!" Bayu yang dari tadi tidak melepaskan tangan perempuan itu, membawanya ke mobil. "Kamu lihat bagian depan mobil saya, gara-gara kamu nyebrang sembarangan mobil saya tidak cuma lecet tapi hancur!" Pria menunjukkan bagian mobilnya yang hancur pada perempuan itu lalu mengusap wajah dengan kasar. Hanna hanya bisa pasrah. "Pasti bapak-bapak ini mau minta ganti rugi. Mati aku, uang dari mana mau ganti kerusakan mobil bapak ini? Duh, aku mesti ngapain sekarang?" gumam Hanna. Perempuan itu memperhatikan bagian depan mobil yang dimaksud pria itu. "Terus harus gimana dong, Pak?" tanya Hanna dengan hati-hati. Wajahnya mulai memelas. "Kamu harus ganti rugi. Saya enggak peduli gimana pun caranya!" "Tapi saya enggak punya uang, Pak. Saya baru saja datang ke kota ini buat cari pekerjaan buat bayar utang orang tua saya di kampung. Apa enggak ada cara lain buat ganti kerusakan mobil Bapak?" Hanna memohon kebaikan dari pria itu, walaupun dia merasa tidak yakin pria itu akan membiarkan kesalahannya. Hanna memang baru saja tiba di kota untuk mencari pekerjaan. Orang tuanya di kampung baru saja mengalami gagal panen. Mereka harus menanggung utang cukup besar. Jika memiliki utang banyak orang tuanya akan sulit meminjam uang lagi untuk mulai bercocok tanam. Hanna sangat ingin membantu melunasi utang kedua orang tuanya. Dia putuskan untuk mencari pekerjaan di kota. "Ya saya enggak mau tahu, pokoknya saya minta ganti rugi. Salah siapa asal nyebrang di tengah jalanan ramai?" Bayu menatap tajam pada perempuan itu. "Tapi, Pak, saya enggak punya uang. Saya enggak bohong." Perempuan itu juga menatap pada Bayu untuk meyakinkannya bahwa dia memang tidak berbohong. "Siapa nama kamu? Ada KTP?" "Saya Hanna, Pak." Dia merogoh saku mencari dompet dan mengeluarkan KTP dari sana. "Ikut saya ke kantor polisi!" Setelah membaca data perempuan bernama Hanna Ramaniya, pria itu menyimpan KTPnya di saku. "Hah? Kok kantor polisi, Pak? Jangan, Pak, saya enggak mau di penjara, Pak. Tolongin saya dong, Pak! Orang tua saya dapet musibah lagi ini, udah utang numpuk sekarang anaknya harus masuk penjara lagi." Hanna panik seketika. Dia terus berteriak dari dalam mobil, matanya terus menatap pergerakan pria itu sampai masuk mobil. "Pakai sabuk pengaman kalau enggak mau celaka!" perintah pria itu dan Hanna menurut. "Tapi, Pak. Tolong jangan bawa saya ke kantor polisi, ya! Saya jauh-jauh datang ke kota buat cari kerjaan, bukan masuk penjara. Bapak tolong kasian sedikit aja sama saya, kalau saya masuk penjara saya kan enggak bisa bayar kerusakan mobil Bapak! Tolong banget ya, Pak!" Hanna terus memohon kebaikan pada pria itu. Jika saja pria itu tetap tidak berubah pikiran membawanya ke kantor polisi dia harus memikirkan cara lain agar tidak dipenjara. Mungkin dia bisa saja berpura-pura sedang dilecehkan oleh pria itu. Bayu melajukan mobil ke arah kantor polisi terdekat tanpa memedulikan ucapan Hanna. Dia masih merasa kesal dengan perempuan itu dan dia masih belum percaya jika Hanna tidak memiliki uang untuk ganti rugi. Bisa saja perempuan itu menipunya untuk lari dari tanggung jawab. "Mobil bapak masih bisa jalan? Artinya mobil ini enggak rusak, kan?" Pria itu memutar bola mata dan menahan rasa kesal pada perempuan yang baru saja dia temui. "Bagian depan mobil saya saja yang hancur. Mesinnya enggak, jadi tetep bisa jalan. Kamu bisa diam sebentar aja?" Bayu menatap tajam pada Hanna. Takut Bayu akan semakin marah apabila dia terus bicara, Hanna memilih untuk diam. Dia menempelkan kepalanya ke kaca mobil, memikirkan nasib apa yang akan menimpanya setelah ini. Hanna tidak mau pasrah pada keadaan. Dia terus berpikir apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Tidak lama kemudian mobil yang dikendarai Bayu tiba di kantor polisi. Dia memarkirkan mobilnya di sana. "Turun sekarang! Ikut saya masuk kantor polisi, jangan coba-coba untuk melarikan diri!" Bayu memaksa Hanna untuk turun dengan membuka pintu mobilnya. Dengan perasaan takut Hanna segera turun dari mobil begitu juga dengan pria itu. Bayu berjalan lebih dulu, Hanna mengikuti di belakangnya. Perempuan itu terus berpikir apa yang bisa dia lakukan selanjutnya. Di dalam kantor polisi, pria itu menemui pihak berwajib untuk memberikan laporan. Dia menjelaskan kronologi kecelakaan yang dia alami. Hanna mendukung penjelasan dari Bayu. Sesekali dia juga membela diri, tidak mau dituduh seratus persen bersalah. Setelah menjelaskan kronologi kejadian, pihak berwajib memberikan nasehat pada Hanna agar tidak sembarang menyerang di jalanan ramai, apa pun kondisinya. Meskipun dia berniat membantu sekali pun. Hanna mengangguk mendengar penjelasan dari polisi. "Saya mau minta perempuan ini ganti rugi untuk semua kerusakan mobil saya." Pria itu menatap tajam pada Hana. "Bapak-bapak ini masih aja maksa minta ganti rugi. Aku kan enggak punya uang," batin Hanna. Tidak mau kalah, Hanna juga menatap pria itu dengan tatapan tajam. "Pak polisi, saya enggak punya uang. Saya baru saja datang dari kampung buat cari kerjaan di kota. Bapak lihat sendiri kan di KTP saya kalau saya dari kampung." "Jangan cari alasan untuk menghindar dari tanggung jawab. Saya mau kamu ganti rugi!" "Saya enggak punya uang buat ganti rugi, Bapak jangan maksa deh." Hanna merasa kesal dengan sikap Bayu yang terus meminta ganti rugi. "Saya enggak peduli kamu punya uang atau tidak. Saya maunya kamu tanggung jawab buat ganti rugi kerusakan mobil saya, titik!" "Saya harus jelasin gimana lagi sih ke Bapak? Saya tuh beneran enggak punya uang." Hanna mengusap wajah dengan kasar. Dia semakin kesal dengan pria yang duduk di sampingnya itu. Pihak berwajib mencoba menengahi di antara kedua orang itu. "Apa enggak sebaiknya berdamai aja, Pak? Mbak ini memang salah, tapi dia tidak ada uang buat ganti rugi, gimana?" Polisi mencoba membujuk Bayu agar sedikit bermurah hati pada Hanna. "Iya, Pak. Coba Bapak lihat penampilan saya yang biasa aja ini. Mestinya Bapak bisa lebih bijak sebelum menuntut saya." Hanna menunjuk dirinya sendiri dari atas hingga ke bawah. Pria itu hanya melirik sekilas. "Ok, saya tidak akan melanjutkan tuntutan saya pada perempuan ini, tapi saya akan buat perjanjian dengan dia di luar kantor ini, boleh, Pak?" Bayu berkata dengan dinginnya. "Boleh. Silakan jika memang ingin menyelesaikan urusan ini di luar! Terima kasih untuk laporannya. Semoga aja setelah ini masalah Bapak dan Mbak bisa selesai." Bayu pamit pada pria di kantor polisi itu dan bersalaman. Hanna pun begitu. Dia mengikuti langkah pria itu sampai mobil. "Kamu bisa ngurus anak kecil?" tanya Bayu dengan datar dan dingin. "Bisa, Pak. Bapak mau ngasih saya kerjaan?" Hanna pikir pria itu akan membantunya. Senyuman lebar mengembang di bibir perempuan itu. "Ikut saya ke rumah! Saya ada kerjaan buat kamu. Kamu bisa cicil uang perbaikan mobil saya dengan gaji kamu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN