Bab 5. Berpura-Pura Mesra

1136 Kata
Saat ini, Gracie dan Alfa telah tiba di restoran tempat orang tua Alfa menunggu. Begitu melihat keduanya, Andini langsung menghampiri dan menyambut mereka dengan hangat. "Grac, Alfa, kalian akhirnya datang juga. Ayo sini duduk, Sayang," ujar Andini dengan lembut sambil memeluk mereka berdua. Gracie dan Alfa pun mendekati orang tua Alfa, menyalami mereka dan duduk untuk bergabung dalam percakapan. "Apa kalian terjebak macet di jalan tadi?" tanya Bagaskara, ayahnya Alfa, mencoba membuat suasana lebih nyaman. "Tidak, Pa. Tadi aku hanya menunggu Gracie selesai berbicara dengan CEO di Perusahaan Xavier," terang Alfa dengan tenang, namun Gracie bisa merasakan ada sedikit kecurigaan dalam nada suaranya. Merasa gugup, Gracie buru-buru menjawab, "Iya, Pa. Tadi ada sedikit pembahasan yang belum jelas, jadi aku dan Pak Drake membahasnya lagi." Namun, alih-alih meredakan suasana, jawabannya justru memancing rasa ingin tahu Alfa. "Membahas soal apa? Kenapa Dinda dan asisten Pak Drake disuruh keluar lebih dulu?" tanyanya dengan santai, namun terlihat curiga. Gracie menarik napas panjang, berusaha menjawab pertanyaan Alfa dengan tenang, "Sebenarnya bukan apa-apa, Kak. Hanya membahas untuk kelanjutannya. Pak Drake juga bilang, besok dia akan datang ke butik untuk melihat langsung referensi busana yang akan digunakan modelnya pada acara bulan depan." Dia berusaha menjelaskan situasinya, namun masih merasa cemas dan gugup. "Ya ampun, Gracie. Kamu itu hebat sekali, Sayang. Kamu bisa bekerja sama dengan perusahaan besar seperti itu," puji Andini. "Iya, 'kan, Mas?" Andini melirik suaminya. "Ya, memang benar. Perusahaan Xavier Group adalah perusahaan yang sangat besar, milik Pak Carlos Xavier. Cucunya yaitu Pak Drake, baru saja bergabung di perusahaan karena beliaulah yang akan mewarisi perusahaan tersebut. Karena Pak Drake adalah cucu kandung satu-satunya. Pak Carlos juga memiliki cucu tiri, hanya saja dia berada di luar negeri," terang Bagaskara. Mendengar hal itu, dalam hati Gracie merasa sangat terkejut. "Apa? Jadi bukan hanya CEO, tapi Drake itu juga sang pewaris? Ini benar-benar gila. Aku sudah salah menilai dia dari awal, tapi aku hanya salah paham. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mudah-mudahan ucapan Drake tadi tidak bersungguh-sungguh kalau dia menginginkanku," batinnya, rasa takut dan bimbang menyelimuti hatinya. Melihat Gracie terdiam, Alfa menegur istrinya, "Sayang, kamu kenapa?" dengan lembut berpura-pura mesra dan perhatian di depan kedua orang tuanya. "Oh, nggak ada apa-apa kok, Kak. Aku hanya lapar," jawab Gracie lirih sambil tersenyum tipis. "Oh iya, kita malah keasikan ngobrol. Ya sudah, ayo makan. Ini juga makanannya 'kan sudah datang. Lagi pula, setelah ini kalian semua mau bekerja lagi 'kan?" kata Andini. Semua pun setuju, lalu memulai makan siang bersama. *** "Bagaimana pekerjaan kamu, apa baik-baik saja?" tanya Lucas saat Gracie menghampirinya di kamar. "Iya, Kek, pekerjaan aku baik-baik saja. Seperti yang Kakek tahu, aku juga sudah berhasil bekerja sama dengan Perusahaan Xavier. Akhirnya mereka setuju dengan proposal yang sudah aku ajukan, setelah beberapa kali mereka menolak," jawab Gracie dengan antusias. "Syukurlah kalau seperti itu, akhirnya perjuangan kamu tidak sia-sia. Sebenarnya kamu tidak perlu capek-capek seperti itu Gracie, hanya tinggal satu tahun lagi kamu sudah bisa mewarisi seluruh kekayaan kakek. Apalagi Kakek ini sudah tua, tidak tahu sampai kapan umur Kakek," ucap Lucas, meskipun dalam hati tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi. Mendengar ucapan Lucas, Gracie merasa sangat sedih. "Kakek, kenapa Kakek berbicara seperti itu, sih? Aku yakin, umur Kakek masih panjang. Memang, aku tahu kalau aku akan mewarisi semua kekayaan Kakek karena aku satu-satunya cucu Kakek. Tapi, aku juga nggak mau terlalu ketergantungan dengan itu. Meskipun aku sadar, bisnis yang aku jalani ini juga awalnya modal dari Kakek," ungkapnya dengan suara berat. Lucas langsung menyemangati, "Iya, tapi kamu sudah mengembalikan semua modalnya. Kamu sudah berhasil! Kamu adalah cucu Kakek yang sangat hebat, kamu pekerja keras, sama seperti kedua orang tuamu. Seandainya mereka masih ada, pasti mereka akan sangat bangga padamu, sama seperti Kakek." Gracie menghela napas, lalu menatap Lucas dengan mata berkaca-kaca, seraya menggenggam lembut tangan Kakeknya itu.Kek, sudah ya, jangan bicara seperti itu lagi. Umur Kakek masih 100 tahun lagi, 'kan? Aku sayang banget sama Kakek, Kakek akan selalu hidup mendampingi aku," pintanya dengan penuh kasih sayang. "Tapi, Kakek sekarang merasa lega walaupun harus pergi. Kamu sudah bersama laki-laki yang tepat, orang tuanya juga baik, mereka menyayangi kamu seperti anak sendiri," ucap Lucas sambil tersenyum. Gracie diam saja, lalu memeluk Kakeknya dengan erat. Air mata mulai jatuh di pipinya, hatinya terasa pilu dan begitu berat. Dalam hati Gracie berkata, "Maafkan aku, Kek. Kalau saja Kakek tahu sebenarnya Kak Alfa tidak pernah mencintaiku Dan semua ini terjadi hanya karena wasiat, aku tidak tahu apa yang akan Kakek rasakan. Tapi, aku akan tetap bertahan demi Kakek." Sementara itu, ternyata Alfa sedari tadi berada di balik pintu dan mendengar semua pembicaraan di dalam ruangan tersebut. Namun, dia berpura-pura tidak tahu dan mengetuk pintu dengan perlahan. Tok, tok, tok! Gracie pun langsung melepaskan pelukannya pada Kakek dan menatap Alfa yang masuk ke dalam dengan pandangan campur aduk, begitu juga dengan Lucas. "Alfa, kamu sudah siap? Ayo kita sarapan," ujar Lucas. "Iya, Kek. Tadi aku ke ruang makan, tapi Kakek dan Gracie belum ada di sana. Maka itu aku ke sini. Maaf, aku menganggu obrolan kalian," ucap Alfa, mencoba menjaga suasana tetap normal, meskipun ada hal yang ia sembunyikan di dalam hati. "Nggak kok, Kak. Tadi aku mau ajak kakek sarapan, tapi ternyata kakek baru selesai mandi. Jadi, aku ngobrol sebentar sama kakek soal pekerjaan," ucap Gracie dengan nada manis dan ramah. "Iya, tidak apa-apa, Sayang," balas Alfa seraya tersenyum. Dalam hati, Gracie bergumam, "Seandainya saja ini semua bukan sandiwara, aku pasti akan merasa sangat bahagia dan kakek juga pasti akan benar-benar lega, Kak." Lalu, ketiganya pun segera menuju ke ruang makan untuk menikmati sarapan yang telah disiapkan oleh asisten rumah tangga. *** Di tempat lain, Drake tampak sedang sarapan bersama kakeknya, Carlos. Kakeknya itu tak henti-hentinya membahas soal status Drake yang sampai saat ini masih lajang, padahal tak lama lagi usianya akan menginjak 28 tahun. "Kek, sudahlah. Sudah aku katakan, jodoh itu semua sudah ada yang atur. Jadi Kakek tidak perlu pusing-pusing memikirkan mencarikan jodoh untukku," kata Drake, mencoba menenangkan kakeknya. Carlos menjawab dengan nada mencemooh, "Kamu selalu saja berbicara seperti itu, tapi buktinya apa? Kamu bahkan sudah menjadi pemimpin di perusahaan Kakek, tapi tidak pernah membawa seorang wanita pun di hadapan Kakek. Kakek curiga, apa jangan-jangan kamu menyukai pria?" Ucapan itu membuat Drake terkejut. "Astaga, Kakek benar-benar sudah salah paham. Mana mungkin aku seperti itu, Kek? Sudahlah, aku banyak pekerjaan, aku pergi dulu. Dan satu lagi, aku sudah memiliki wanita yang aku cintai. Tenang saja, cepat atau lambat aku akan memperkenalkannya pada Kek," tegasnya. Kata-kata itu tampaknya membuat Carlos terkejut, namun dia tak sepenuhnya percaya dengan ucapan Drake. Pria paruh baya itu hanya menggelengkan kepala seraya menatap punggung kepergian cucunya tersebut. "Apa bocah itu tidak sedang menipuku? Tapi kalau memang benar, siapa wanita itu?" Carlos merasa sangat penasaran, ia lalu mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya dan menghubungi seseorang. "Bantu aku melakukan sesuatu." Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN