Menikah

1768 Kata
FLASH BACK ON “Siapa si Bee itu?” Zidan bertanya kepada Akbi sementara Raka sibuk mengecek motor yang akan dipakai balapan oleh sahabatnya. Tatapan Akbi menerawang ke depan seperti sedang mengamati track tempatnya balapan tapi Zidan yang sudah cukup lama mengenal Akbi, mengetahui bila tatapan itu kosong. Akbi mengembuskan nafas kasar kemudian menjawab, “Anak dari sahabat bokap gue semasa kuliah dan besok gue mau dinikahin sama dia.” “Waw ... selamat, bro! Lo beruntung!” Zidan berseru bahagia sampai bertepuk tangan lalu mengulurkan tangan untuk Akbi jabat namun Akbi hanya melihat tangan Zidan yang menggantung dengan tatapan tajam sesaat kemudian mengalihkan tatapannya kembali ke arah jalan. “Kenapa? Kalau lo enggak suka buat gue aja!” cetus Zidan dengan ekspresi serius. “Gue mau ko gantiin lo nikahin dia, besok ‘kan?” tambah Zidan lagi namun aura kelam yang membayangi wajah Akbi malah semakin pekat. “Apaan, tadi gue mau salaman cuma ngajak kenalan aja malah dibentak sama dia!” gerutu Raka yang baru saja selesai mengecek keadaan motor Akbi. Dagunya mengendik ke arah Akbi ketika menyebut ‘dia’. Lelaki itu mengangkat kedua jempolnya sebagai kode bila motor Akbi dalam kondisi fit dan siap di pacu dengan kecepatan kencang. “Tadi dia abis dibully temen-temennya, gue pikir dia masih trauma ... taunya genit juga!” balas Akbi malas-malasan. “Dibully kenapa?” Zidan bertanya heran tapi Akbi nampaknya malas menjelaskan, lelaki itu malah mengendikkan bahunya sebagai jawaban. “Bukan genit Akbi, itu namanya ramah ... beda sama cewek lo yang artis itu ... sombongnya udah ngalahin artis papan ataas!” celoteh Raka. Kening Akbi mengkerut dengan alis menukik tajam menampilkan wajah garang yang membuat siapa saja bergidig ngeri. Tanpa Raka duga, tangan Akbi refleks meraih kaos lalu menariknya. “Sekali lagi lo ngehina cewek gue, kita putus hubungan persahabatan!” ancam Akbi dengan nada tinggi membuat mata Raka membelalak dan beberapa orang sekitar menolehkan kepala menatap aneh ke arah keduanya. “Oke ... gue minta maaf,” balas Raka bukan karena takut tapi dalam hubungan persahabatan harus ada yang mengalah dan mengakui bila bersalah. Selain itu dirinya dan keluarga sering di bantu oleh Akbi, mungkin Akbi masih menjadikannya sahabat karena ia memiliki keahlian menjadi montir. Berbanding terbalik dengan Zidan yang juga anak orang kaya seperti Akbi dan keduanya sama-sama malas menjalankan perusahaan orang tua. Lebih suka bersantai menghabiskan uang orang tua dan bermain-main karena menganggap umur mereka masih sangat muda. Akbi melepaskan cengkraman tangannya lalu merapihkan kaos Raka yang kusut tanpa berucap apapun. Ia menghargai Raka yang meminta maaf terlebih dahulu dan mengakui kesalahannya. “Memangnya kenapa sama Bee?” tanya Zidan kembali dengan suara pelan. “Dulu dia anak orang kaya, ibunya adalah wanita yang dicintai bokap gue waktu kuliah ...,” tutur Akbi menjeda. “Oooh, penyebab keretakan rumah tangga Bokap nyokap lo?” Zidan bertanya mencari keyakinan dan langsung mendapat anggukan dari Akbi. Lelaki itu mengeluarkan rokok dari saku jaket lalu membakarnya kemudian dihisap begitu dalam hingga uap beracun itu masuk ke dalam paru-parunya. Zidan dan Raka tau bila Akbi bukan perokok, lelaki itu hanya merokok bila sedang stress dan keduanya yakin bila saat ini Akbi tertekan dengan rencana pernikahannya besok. “Jangan sampai ngalihin fokus lo, Bi! Kalau lo lagi enggak mood biar gue yang gantiin!” adalah Raka yang selalu mengkhawatirkan Akbi meski sering mendapat perlakuan kasar lelaki itu. “Gue bisa!” Akbi menyaut, ia membuang puntung rokok yang baru habis setengah lalu menginjaknya. “Jadi itu yang membuat lo benci banget sama Bee?” pancing Zidan. “Gue bukan benci karena itu, gue tau bokap gue udah berusaha ngelupain Tante Miranda dan mereka enggak pernah berhubungan setelah lulus kuliah, Gue kesel karena gue harus nikah sama dia padahal ada Anggit yang masih setia nungguin gue buat jadi suaminya, gue kesel sama bokap gue! Sebetulnya bisa aja dia jadiin Bee anak angkat, kasih apartemen sama uang sekolah ... kenapa harus jadi bini gue, coba?” “Lo pernah bilang kalau bokap lo enggak suka sama Anggit, ya ini adalah kesempatan buat misahin lo sama Anggit,” ucap Zidan dengan nada rendah sambil melipat tangan di d**a hingga otot-otot bisepnya dapat mengambil alih dunia para gadis kaya yang berada di sana. Akbi juga berpikiran seperti itu, jadi ia hanya diam tidak menanggapi. “Tapi gue jujur waktu gue bilang kalau Bee ramah, dia juga mau makan di pinggir jalan,” celetuk Raka dengan ekspresi datar. Sorot matanya ikut menatap jalan yang sedang Akbi dan Zidan pandangi. “Dulu dia anak orang kaya, tapi harus jatuh miskin karena usaha ayahnya bangkrut, dia juga banyak utang sama bokap gue buat bayar biaya rumah sakit sama kuliahnya.” “Oooh, jadi dia juga terpaksa nikah sama lo?” Akbi mengangguk membenarkan ucapan Raka. “Trus Anggit?” Akbi menoleh kepada Zidan. “Gue sama Anggit memang backstreet beberapa tahun terakhir, selain karena Papa ... Managernya juga meminta seperti itu biar Anggit bisa digosipkan dengan artis lain untuk mendongkrak popularitasnya, lalu Bee mengajukan penawaran bila pernikahan ini hanya satu tahun aja sampai dia lulus kuliah dan bisa dapet kerja ... dengan begitu bokap gue seneng dan ketika gue cerai sama Bee nanti, bokap gue enggak akan bisa ngelarang karena setelah menikah, hidup gue dan Bee adalah milik kita,” jawab Akbi mengutip ucapan Bee pada akhir kalimat. Zidan dan Raka manggut-manggut mengerti. “Gue minta rahasiain ini semua dari siapapun, gue enggak mau sampai bocor dan ngerusak rencana yang udah gue atur,” pinta Akbi sedikit memohon. “Tapi pertanyaan gue belom lo jawab, trus Anggit terima?” Zidan mengulang pertanyaannya kembali karena tidak puas dengan jawaban Akbi meski panjang lebar. “Anggit mau ngerti, karena Bee juga memang enggak ngelarang gue ketemu Anggit ... dia sama enggak pedulinya kaya gue dengan pernikahan ini, dia hanya ingin balas budi dan numpang hidup sampai dia kerja nanti.” Barulah kali ini jawaban Akbi memuaskan Zidan. Ia menyayangkan bila gadis cantik, ramah dan sederhana seperti Bee harus disia-siakan seperti itu. FLASHBACK OFF Mata Akbi terpaku pada seorang gadis yang berjalan perlahan memasuki gedung di mana sebuah pernikahan tanpa cinta dan hanya sandiwara akan berlangsung. Meskipun gadis itu tersenyum manis pada Beni tapi Akbi bisa merasakan hangat di hatinya. Hanya sesaat karena Akbi menepis itu dan mensugesti hati dan pikirannya bahwa Bee adalah seorang penyusup keji yang mengacaukan hidupnya. Hanya ada Beni dan Akbi di sana, menyambut Bee dengan ekspresi berbeda. Mata Beni berbinar menatap Bee yang begitu cantik mirip dengan Miranda, senyum pria paruh baya itu sangat lebar dampak dari rasa bahagia karena anak dari wanita yang ia cintai akan menjadi menantunya. Tidak apalah Beni tidak bisa bersama Miranda, tapi ia akan melihat kebahagiaan anak semata wayangnya bersama anak dari Miranda. Dengan mewujudkan keinginan Miranda yang hanya sebuah lelucon saja, Beni sudah sangat bahagia. Sementara ekspresi Akbi nampak muram, bahkan tidak sudi menatap Bee secara langsung. Beni mengalihkan tatapannya memberi kode pada petugas KUA yang telah siap menikahkan Bee dan Akbi. Jantung Bee berdetak kencang, begitu pula dengan Akbi. Bee merasa menjadi manusia paling hina karena telah menggadaikan surganya demi bisa membayar hutang biaya berobat sang Ayah dan biaya kuliah. Tapi semoga Tuhan mengampuni karena semua ini juga untuk mengikuti wasiat Johan. Tidak mungkin Bee bertahan dengan rumah tangga tanpa ada cinta di dalamnya. Ia tidak ingin Akbi berdosa seumur hidup karena tidak berbuat sebagaimana mestinya sebagai seorang suami. Di sisi lain, Bee merasa bersalah karena dirinya hadir mengacaukan kisah cinta Akbi dan sang kekasih. Bee akan merasa hancur bila menjadi Anggit karena harus berbagi dengan wanita lain. Tapi bila ada kesempatan, Bee akan meminta maaf dan menjelaskan semua pada Anggit. Bee tidah mencintai Akbi dan tidak akan pernah mencintai pria sombong itu. Tidak ada senyum atau pancaran rona bahagia di wajah kedua mempelai setelah syah menjadi suami istri. Tidak ada tepuk tangan, tidak ada tawa dan tangis bahagia keluarga. Aldo mengabadikan moment tersebut ketika Bee dan Akbi diminta mengangkat buku nikah yang telah mereka berdua tanda tangani sebagai syarat syahnya menjadi sepasang suami istri di mata negara. Waktunya kedua mempelai menyematkan cincin kawin di jari mereka. Akbi meraih jemari kurus Bee, menggenggam telapak tangan yang terasa ringan, hangat juga lembut. Ia bisa merasakan jemari mungil itu bergetar hingga luruh lah air mata Bee. Menikah dengan pria yang tidak dicintainya juga tidak mencintainya tanpa kehadiran kedua orang tua, siapapun pasti akan merasa sedih. Air mata itu bukanlah air mata kebahagiaan melainkan air mata kesedihan akan ratapan Bee terhadap takdirnya. Gantian Bee yang menyematkan cincin bertuliskan namanya di jemari Akbi. Setelah itu, petugas KUA juga mempersilahkan Akbi mengecup kening atau bibir Bee tapi tidak sudi Akbi lakukan. Melihat ekspresi Beni yang sedikit kecewa, Bee meraih tangan kanan Akbi kemudian mengecup punggung tangannya. Akbi sempat terkesiap ketika merasakan benda kencal dan hangat itu menyentuh kulitnya. “Bersandiwara lah Bi, biar Om Beni seneng,” gumam Bee yang masih terdengar oleh Akbi. Akbi menarik sedikit kedua sudut bibirnya, memperlihatkan kepada sang Papa bila dirinya menerima pernikahan ini meski Beni tau bila Akbi terpaksa. “Kalian mau bulan madu kemana?” tanya Beni ketika mereka sudah berada di luar gedung. “Bee sibuk Om,” jawab Bee cepat. “Jangan panggil Om, mulai sekarang panggil Om dengan sebutan Papa seperti Akbi, sekarang kamu sudah menjadi menantu Papa,” protes Beni dengan nada lembut. “Oh iya, Maaf ... maksud Bee, Pa ... Bee lagi sibuk kuliah, enggak mungkin bulan madu ...,” ralat Bee cepat. Akbi sangat puas dengan gerak cepat tanggap Bee, bila ia yang mengatakan hal itu pasti sang Papa tidak terima dan kali ini pria tua itu harus terpaksa mengerti dan memaklumi. Namun sayang, bukan Beni kalau tidak bisa membuat hidup anaknya menderita. “Sore ini ada pesta kecil di sebuah restoran, Aldo akan mengantar kalian kesana ... tapi kamu harus di dandani terlebih dahulu, setelah itu kalian akan melakukan perjalanan romantis dengan kapal pesiar selama tiga hari dua malam ... untung saja hari senin besok tanggal merah,” tutur Beni membuat mata Bee dan Akbi membelalak. “Pa tap—“ protes Akbi terjeda. “Enggak ada kata tapi, Akbi ... semua kerjaan kamu sudah Aldo urus, kamu bulan madu aja sama Bee ... saling mengenal lah kalian selama tiga hari dua malam di sana, dan maafkan Papa karena telah memaksa kalian menikah,” Beni berucap dengan nada bergetar dan ekspresi penuh penyesalan membuat Bee terenyuh. “Makasih ya, Pa ...,” jawab Bee membuat Akbi kesal. Akbi mengembuskan nafas kasar kemudian mengusap wajahnya lalu menyimpan kedua tangan di pinggang. Begitu berang tapi ia tidak bisa menyanggah keinginan Beni mengingat ancaman pria tua itu yang menyebutkan bila dirinya akan dikirim ke Sydney bila tidak menurut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN