Langit sebentar lagi menggulung matahari. Cerah langit perlahan-lahan berganti pekatnya malam. Suara azan Magrib sudah terdengar bersahutan. Seorang pria masih berdiri menyender di mobil sambil meneguk air mineral yang sesekali tumpah ke baju. Ia seolah-olah tidak peduli dengan panggilan agar lekas sujud di tiga rakaat tersebut. Kemeja panjangnya yang digulung sesiku itu terlihat basah dari perpaduan air mineral dan peluh. Setelah isinya tinggal separuh, ia melempar botol itu ke danau, di mana kini ia berada. Pria itu Satria. Bayang-bayang kebaikan Nilna selama menjadi istrinya selalu melekat di ingatan. Nilna yang patuh, menurut, tidak pernah menuntut, dan selalu melayani meski ia bersikap kasar. “Bajunya sudah aku setrika, Bang. Aku berangkat kerja dulu!” teriak Nilna kala itu. Semen