Nine

1804 Kata
"Ayo naik," ajak Aldric pada Kanaya yang masih berdiri di samping motor yang sudah ia naiki, dengan ragu Kanaya naik di belakang Aldric. Aldric menjalankan motornya perlahan semakin lama semakin kencang membuat Kanaya berpegangan erat pada pinggang Aldric, Aldric membelokkan motornya ke sebuah restoran mewah dan memarkirkan motornya.        Kanaya turun dari motor Aldric dengan rambut berantakan karena begitu kencangnya Aldric mengendarai motornya.      "Ya ampun Al, harus ya ngebut seperti itu? Nggak bisa pelan pelan?" gerutu Kanaya merapikan rambut panjangnya yang berantakan terkena angin.     "Maaf, biar aku rapikan." Aldric turun dari motornya dan berdiri menghadap pada Kanaya, Aldric mulai merapikan rambut Kanaya yang berantakan membuat Kanaya membeku, mata Kanaya menatap wajah Aldric yang sedang fokus merapikan rambutnya, jarak wajahnya dan Aldric sangat dekat hingga ia bisa melihat jelas garis wajah pria itu.       Jantung Kanaya berdetak aneh saat ini, ia terpaku menatap wajah Aldric, pantas saja banyak wanita tergila-gila pada Aldric, wajah Aldric perfect sebagai seorang pria, badannya juga sempurna.     "Sudah...."      Kanaya gelagapan mengalihkan pandangan dari wajah Aldric.    "Thanks." Kanaya tersenyum kikuk.    "Ayo..." Aldric berjalan mendahului Kanaya, Kanaya menatap resto mewah di depannya, ia mempunyai keyakinan jika Aldric bukan orang biasa,  paling tidak pasti putra pengusaha yang ingin berusaha dari bawah, tidak langsung menjadi CEO.        Terbersit rasa kagum dihati Kanaya pada Aldric, Kanaya berjalan mengikuti langkah Aldric yang masuk dalam resto itu. Kanaya melihat Aldric duduk di meja yang berada diujung, dengan ragu Kanaya mendekati Aldric dan duduk di hadapannya, Kanaya merasa tidak nyaman berada di resto mewah seperti ini, ia tahu resto ini. Resto ini adalah resto yang biasa dipakai direksi dan CEO perusahaan dimana ia bekerja untuk meeting dengan klien.      Kanaya yakin harga makanan di resto ini sangat mahal, walau ia tahu Aldric pasti mampu tapi ia tak ingin memanfaatkan kekayaan Aldric. Kanaya melihat Aldric membuka buka buku menu dan memanggil waiters. "Mau pesan apa mas?"        "Wagyu Cheek dan cocktail, kamu apa Kay?"        Kanaya yang juga sedang membaca buku menu terbelalak saat tahu menu pesanan Aldric yang seharga 450 ribu satu porsi.            "Aku...."      "Maaf mas, Wagyu  Cheek nya sold out, bisa pilih menu lain?" tanya waiters itu sopan.    Aldric menatap waiters itu menghakimi.       "Kenapa? kamu lihat penampilanku seperti ini dan menganggap aku tidak mampu membayar menu itu, aku bisa membeli 10 resto seperti ini jika aku mau.”      "Ck....kenapa sombong sekali sih dia," gumam Kanaya.      "Bukan begitu mas, memang Wagyu Cheek kami sold out, saya tidak bermaksud...."      "Panggil manager kamu, aku tidak suka jika diremehkan seperti ini, aku akan .....eh....Kay mau kemana?"    Aldric terkejut saat tiba tiba Kanaya menarik tangannya keluar dari resto, ia masih ingin memarahi waiters dan manager resto tapi Kanaya sudah membawanya ke area parkir.    "Apa apaan sih Kay? aku belum selesai."      "Kamu yang apa apaan! waiters itu bilang sold out, ngerti nggak? sold out berarti habis dan tidak ada stok kenapa kamu malah marah dan merasa diremehkan. Eh tuan muda, jangan terlalu sensitif deh," omel Kanaya.      Aldric diam, baru kali ini seorang gadis memarahi dirinya, biasanya jika ia sedang marah dan sedang bersama teman wanitanya, temannya akan menenangkan dirinya agar tak marah bukan malah balik memarahinya. Aldric menghembuskan nafasnya kasar.    "Tapi aku lapar Kay."    "Aku tahu kamu lapar, aku juga, bukan malah ganti menu malah marah marah, jadi hilang kan nafsu makanku," gerutu Kanaya lagi.     Aldric tersenyum, kenapa ia malah suka dimarahi oleh Kanaya.   "Baiklah ayo kita masuk lagi," ajak Aldric.     "Nggak, cari tempat lain saja, malu lah kembali ke dalam," ujar Kanaya lagi, Aldric terpaksa menaiki lagi motornya dan Kanaya pun naik dibelakangnya.     Aldric kembali memacu motornya menyusuri jalanan.     "Stop stop.... disitu saja," ucap Kanaya menunjuk gerobak nasi goreng di pinggir jalan, dengan ragu Aldric menghentikan motornya didekat gerobak tukang nasi goreng, Kanaya turun dan duduk di bangku yang disediakan.       "Bang nasi goreng dua, satu pedas ya satu biasa."      "Siap non," jawab tukang nasi goreng segera menyiapkan bumbu dan mulai menggoreng nasi pesanan Kanaya.    Aldric perlahan melangkah mendekati Kanaya dan duduk di sebelah gadis itu, ia menatap aneh pada Kanaya dan tukang nasi goreng itu.        "Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Kanaya.      "Enggak, nggak apa apa."    "Kamu belum pernah makan nasi goreng di pinggir jalan seperti ini?" "Mmm....belum sebenarnya, aku takut tidak higienis." jawab Aldric. "Ya ampun, kamu tidak akan mati jika makan nasi goreng pinggir jalan Aldric." "Sudah siap non." tukang nasi goreng menyodorkan dua piring nasi goreng pada Kanaya, Kanaya menerimanya dan memberikan satu piring pada Aldric, Aldric menerimanya dengan ragu. Tak menunggu waktu lama Kanaya sudah asyik menyantap nasi goreng itu dengan lahap, melihat Kanaya yang makan dengan sangat lahap Aldric menyendokkan nasi goreng dan mulai memasukkan dalam mulutnya dan ia terkejut karena memang rasanya sangat enak. Aldric pun mulai memakannya dengan lahap. "Oh ya Al, dua hari ini pak Arda kebingungan mencari kamu." "Arda, kenapa?" "Katanya kedua orangtua kamu khawatir dan bingung mencarimu." "Lalu kamu bilang apa?" "Ya tidak bilang apa apa, kan kamu yang minta." "Baguslah." "Lebih baik kamu hubungi pak Arda atau orangtua kamu Al." "Ponselku hilang saat perkelahian itu." kilah Aldric. "Pakai saja ponselku." Kanaya mengeluarkan ponsel dari kantongnya dan menyodorkan pada Aldric. "Ini...." "Tidak perlu," jawab Aldric melanjutkan makannya. Kanaya menatap Aldric sejenak, sepertinya Aldric tidak begitu dekat dengan kedua orangtuanya ataukah mungkin dia anak broken home batin Kanaya, tapi ia tak mau ikut campur, ia masukkan kembali ponselnya dalam kantong walau dalam pikirannya banyak pertanyaan kenapa Aldric bersikap seperti itu. ~~~ ~~~ Aldric dan Kanaya masuk dalam rumah, Kanaya melihat mobil ayahnya sudah ada di dalam pagar rumah itu berarti ayahnya itu sudah pulang. "Ya ampun Kay, Aldric, kalian dari mana saja? Ayah dan ibu bingung cari kalian." "Kami lapar Bu jadi beli nasi goreng tadi." "Kamu nggak masak? Ibu kan ada ayam ungkep di kulkas." "Iya tadi Kay udah masak ayamnya tuh masih ada di meja makan. Tapi saat buka rice cooker malah masih berbentuk beras." "Ya ampun ibu lupa, tadi buru buru soalnya. Maaf ya Al." "Tidak apa apa Tante, oh ya karena keadaan saya sudah membaik saya akan pulang besok." "Oh begitu, baiklah kamu jaga diri Al, jangan sampai terluka lagi, kasihan ayah dan ibu kamu pasti sedih." Aldric tersenyum kecut mendengar ucapan Bu Inda, mana mungkin kedua orangtuanya sedih melihatnya terluka, pasti mereka akan marah besar dan memakinya. Aldric kemudian pamit istirahat karena hari makin malam, sedangkan Kanaya menarik tangan ibunya masuk dalam kamarnya dan menutupnya. "Ada apa sih Kay?" "Aldric aneh deh Bu, masa disuruh menghubungi orangtuanya agar tak khawatir malah nggak mau." "Masa?" "Iya." "Mungkin dia sedang bertengkar dengan kedua orangtuanya Kay." "Mungkin, tapi kata pak Arda, Aldric itu tidak tinggal bersama kedua orangtuanya walau mereka satu kota, aneh kan Bu?" "Bukannya kedua orangtuanya di luar kota Kay?" "Kata pak Arda sih enggak, mereka di Jakarta juga." "Memang pak Arda itu kenal kedua orangtuanya Aldric." "Mungkin, Aldric dan pak Arda kan teman sejak dulu bahkan kuliah juga satu kampus di Amerika." "Berarti Aldric itu orang berada dong Kay?" "Pasti lah Bu, ibu nggak lihat motornya itu, itu motor mahal Bu Ducati harganya 900 juta an." "Hah....900 juta?! jangan bercanda Kay, buat apa beli motor seharga 3 mobil ayahmu?" "Aah...ibu sih tidak tahu gaya anak orang kaya macam Aldric, bagi dia uang sebanyak itu mah macam kita beli bakso ibu." "Kamu ini bisa saja, sudah tidur, sudah malam." "Iya Bu, oh ya Om Imam bagaimana?" "Sudah membaik, kamu mau jenguk?" "Mmm....iya besok deh selesai kerja jadi aku pulang agak malam ya Bu." "Iya." Keesokan harinya, sesuai yang ia katakan, setelah sarapan Aldric pamit pulang. "Saya pamit Tante, Om, Kay. Terima kasih sudah menolong saya dan mengijinkan saya tinggal disini," ucap Aldric sopan. Pak Andrian dan Kanaya belum berangkat ke kantor, mereka sedang berada di teras rumah. "Sama sama Al, kalau ada waktu main main saja kesini, biar Om ada teman ngobrol." Kanaya mendelik saat mendengar permintaan ayahnya pada Aldric, bagaimana bisa ayahnya malah meminta Aldric untuk datang, ia sudah akan bertemu Aldric di kantor setiap hari ditambah kalau benar Aldric datang ke rumahnya saat libur. "Aldric usahakan Om." Setelah Aldric pergi, pak Andrian dan Kanaya masuk dalam mobil dan berangkat ke kantor. Seperti yang Kanaya duga, hari ini Aldric masuk kerja setelah beberapa hari absen dan ia langsung diminta masuk dalam ruangan kepala divisi yaitu ruangan Arda, tiga puluh menit kemudian Aldric keluar dan kembali duduk di meja kerjanya, tak menunggu waktu lama Aldric sudah tenggelam dalam pekerjaannya. Kanaya mulai kagum pada Aldric, walau di matanya Aldric seorang badboy namun soal pekerjaan, Aldric penuh dedikasi baru beberapa bulan saja masuk tim marketing Alpha kinerjanya patut diacungi jempol. Kinerja Aldric benar benar bagus, ia menjadi iri akan kinerja Aldric yang membuat tim Alpha semakin jauh mengungguli tim marketing lain. Kanaya pun ikut tengelam dalam pekerjaannya hingga saat pulang kerja. Kanaya keluar dari lift dan melintasi lobby, ia akan ke rumah Om nya di Jakarta Selatan dan mencari taksi untuk pergi kesana. Ia melintasi area parkir dan menuju tepi jalan menunggu taksi dan hampir satu jam menunggu ia tak mendapatkan taksi, setiap taksi yang akan ia hentikan pasti berpenumpang. Kanaya sudah putus asa dan akan memesan ojek  online untuk pulang saja dan membatalkan rencananya ke rumah omnya, tapi sebelum ia sempat memesan sebuah mobil Ferrari berhenti didepannya, pintu pengemudi terbuka dan Kanaya melihat ternyata Aldric yang keluar. "Kay....mau pulang? ayo aku antar." Aldric menawarkan diri mengantarkan Kanaya pulang. "Tidak usah Al, terima kasih," Tolak Kanaya. "Kenapa?" "Aku tidak mau merepotkan." "Tentu tidak, rumah kamu dan apartemen aku searah kan, so no problem kan?" "Tidak usah, lagi pula aku akan menjenguk Om Imam di Jakarta Selatan." "Ya sudah aku antar." "Tidak usah, maksa banget sih," gerutu Kanaya pada Aldric, Aldric tersenyum ia menjadi suka saat melihat Kanaya marah marah padanya dan menurutnya dia aneh karena malah suka jika dimarahi Kanaya. Aldric kemudian keluar dari mobil dan mendekati Kanaya. "Disini semakin malam semakin bahaya, banyak preman Kay." "Aku bisa jaga diri." "Oke oke, tapi aku memaksa." Aldric menarik tangan Kanaya dan membawanya ke mobil, ia membuka pintu penumpang dan mendorong tubuh Kanaya masuk dan menutup pintu mobil, sedangkan dirinya berlari berputar menuju jok pengemudi. Aldric tersenyum melihat wajah cemberut Kanaya yang ia paksa masuk mobilnya, Kanaya terpaksa memberikan alamat Om nya di Jakarta Selatan. Satu setengah jam kemudian mobil Kanaya berhenti di depan sebuah rumah yang cukup mewah, lebih mewah dari rumah Kanaya. Rumah itu bertingkat 2 dan bergaya Eropa, Kanaya turun dari mobil begitupun Aldric membuat Kanaya menatapnya bingung. "Kenapa kamu ikut turun? pulang sana" ucap Kanaya. "Memangnya kamu mau menginap?" "Enggak sih, langsung pulang setelah jenguk Om Imam." "Ya sudah, sekalian saja pulangnya sama aku." "Aneh banget sih kamu, suka banget maksa." Kanaya kemudian menekan bel pintu pagar rumah Om nya, tak lama seorang security keluar dan membuka pagar. "Mbak Kanaya." "Selamat malam pak Agus, Kanaya mau jenguk Om Imam." "Silahkan masuk mbak, oh ya ini siapa mbak?" "Ini teman saya pak." Kanaya berjalan masuk dalam rumah diikuti oleh Aldric. Sampai di dalam rumah Kanaya bertemu Tante Isti, istri Om imam. "Kay....." "Tante...." Kanaya mendekati Tante Isti dan memeluknya juga mencium punggung tangan Tante Isti, Aldric yang berdiri di belakang Kanaya mengikuti apa yang dilakukan Kanaya yaitu mencium punggung tangan Kanaya. "Kay...ini siapa? pacar kamu?" tanya Tante Isti membuat Kanaya terbatuk-batuk. "Bukan Tante dia…" "Halo Tante, nama saya Aldric, saya temannya Kanaya." "Halo, teman kerja?" "Iya Tante." "Silahkan duduk nak Aldric, Kay kamu mau ketemu Om Imam?" "Iya Tante." "Ya sudah ayo ke kamar." ajak Tante Isti. "Aku ke kamar Om dulu ya Al." "Oke." Lynagabrielangga  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN