Alika makan dengan gaya high class nya, sebelah kaki menumpu di atas kaki lainnya, garpu dan pisau di tangan kanan kirinya dan tak lupa sapu tangan ia letakkan di pangkuannya.
Gayanya sudah seperti makan ala table manner di acara besar saja.
Keluarga Arlan memang konglomerat, tapi gaya makannya juga biasa aja gak terlalu berkelas amat, bahkan Ibunya saja kalau makan kadang gak pake sendok. Katanya lebih syahdu.
"Kamu gak takut image kamu hancur dengan membela anak saya?"
Semua orang seketika menghentikan acara makannya saat Agam mulai berbicara. Alika dengan anggun menaruh garpunya di sisi piring, duduk tegak menghadap Agam.
"Takut, tapi memang sudah konsekuensi saya."
"Padahal kamu bisa mengatakan kejadian sesungguhnya atau bahkan memutar fakta kalau anak saya yang sengaja menggoda kamu."
Mendengar ucapan Agam barusan membuat semua orang makin menunggu jawaban. Alika menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan.
"Mengatakan kejadian sebenarnya tidak akan membantu apalagi di posisi saya yang tidak punya bukti. Dan untuk memutar fakta," Alika diam-diam melirik Arlan yang sangat ketara menunggu jawabannya. "Saya gak bisa, nanti dosa, saya dihukum sama Sang Pencipta."
What the--
Jawaban macam apa itu?!
Semua orang jelas langsung melompong tak percaya mendengar jawabannya. "Mungkin itu jawaban simpelnya, intinya melakukan hal yang merugikan orang lain bukan prinsip saya." Imbuh Alika.
Via dan Vera seketika terkesima melihat pesona Alika, mereka memang penggemar Alika saat akting di film, tapi tak mereka sangka kalau sifat Alika di dunia nyata melebihi ekspektasi mereka.
Arlan pun di posisinya tanpa sadar jadi terpesona dengan gadis satu ini. Namun dengan cepat Arlan memukul kepalanya sendiri. Sepertinya otaknya mulai konslet.
"Kamu berprinsip juga ternyata." Agam mengangguk kecil, kagum dengan gadis satu ini. Agam itu punya kenalan banyak orang besar bahkan sekelas artis terkenal, dan dari pengalamannya ia tidak pernah melihat orang-orang itu mau mengorbankan diri demi orang lain. Mereka pasti akan melakukan segala cara demi keuntungan diri sendiri. Tapi gadis satu ini sangat berbeda.
"Permisi Tuan."
Semua orang seketika mengalihkan tatapannya pada bodyguard yang baru datang.
"Katakan." Titah Saka kearah bodyguard itu.
"Di luar ada banyak pengawal, katanya mereka pengawal Nona Alika."
Tak ayal ucapan bodyguard tersebut membuat semua orang jadi mengalihkan tatapannya pada Alika. Gadis satu itu awalnya terheran-heran, tapi entah teringat apa Alika buru-buru berlari keluar.
"Ayo kita keluar!" Titah Saka mengomando membuat semuanya ikut keluar.
Dan benar saja jajaran pengawal Alika sedang berhadapan dengan bodyguard penjaga di mansion Saka. Suasananya entah kenapa sangat tegang, mungkin karena mereka takut bahaya mengancam.
Alika langsung berlari dan memeluk lelaki berkaos putih dibalut jaket denim dan memakai kacamata hitam yang tengah bersandar di kap mobil. Arlan mendelik melihatnya, diam-diam mengernyit tak suka.
"Maafin aku, Pah."
Semua orang jelas terbelalak, kaget banget, masalahnya lelaki yang Alika sebut Papah itu sangat muda dengan pakaian swag khas anak jaman now, belum lagi tingginya yang bahkan terbilang mungil untuk laki-laki. Mungkin itu juga yang menyebabkan Alika pendek, faktor keturunan.
"Kamu tau gak Papah di marahi habis-habisan sama Mamah mu, lain kali kalau nakal jangan kebangetan!" Lelaki itu menjewer telinga anaknya keras. "Gak ada uang jajan satu bulan!"
Alika seketika melotot lebar-lebar. Aish sial amat sih nasibnya!
"Permisi." Ucap Saka menengahi membuat Papah dan anak itu menoleh.
Bryan Revaldi Sudrajat, lelaki berdarah Jawa-Sumatra itu menurunkan kacamata hitam nya dengan sangat cool. Melihat semua orang tengah menatap kearahnya membuat Bryan langsung melemparkan senyuman ramahnya.
"Ah maaf saya lupa memperkenalkan diri, saya Bryan, Papah Alika."
Arlan spontan mengatupkan bibirnya rapat, yang bener aja masa lelaki semuda ini adalah Ayah Alika? Kalau dia mengatakan Kakak Alika mungkin masih bisa dipercaya.
"Saya berterimakasih sekali sama kalian, terutama untuk Pak Agam dan Pak Arlan. Kalau kalian tidak membantu Putri saya yang bodoh ini mungkin sekarang sudah dihujat satu negara." Kekeh Bryan pelan.
"Hm, sama-sama. Tapi ngomong-ngomong bagaimana Anda tau alamat saya?" Tanya Agam mendadak curiga, mempunyai insting kuat membuat lelaki itu terdakang over thinking.
Bryan tersenyum santun. "Kebetulan saya punya kenalan dan dia adalah rekan kerja Anda."
Agam mengangguk, melihat gaya classy lelaki ini sudah bisa dipercaya kalau kenalannya pasti juga kalangan elite.
"Pak Arlan kan?" Bryan menatap Arlan.
Arlan yang ditatap Ayah Alika entah kenapa jadi berdiri siaga. "Iya saya, ada apa Om?"
Bryan tersenyum, lalu merangkul bahu Alika membuat Alika langsung was-was. Masalahnya Papah nya ini pemikirannya sangat tidak dapat ditebak.
"Bapak kayaknya dekat dengan Putri saya, gimana kalau kalian dijodohin saja?" Tawar Bryan dengan senyuman tanpa dosa.
"HA?!"
"Papah!!!" Alika melotot lebar-lebar. "Kalau Papah aneh-aneh lagi nanti aku aduin ke Mamah kalau Papah lagi godain perempuan lain!" Ancam Alika.
Bryan langsung melotot. "Gak asik banget ancemannya."
"Bodo, maaf ya semuanya Papah saya memang agak unik bentukannya. Kalau begitu saya pamit. Assalamualaikum." Alika menunduk sopan kearah keluarga Arlan sebelum menarik Papah nya pergi.
Setelah kepergian Alika dan Bryan keluarganya langsung menatap Arlan. Lelaki itu mengangkat alisnya belagak tak tau menahu. "Apa?"
"Ide Papah Alika bagus juga, kamu dijodohin aja sama Alika!" Seru Via membuat beberapa orang lainnya terkesiap kaget.
"Dih males banget dijodohin sama cewek model begitu, mending aku jomblo sampe Aki-aki!" Dumelnya sambil berjalan masuk salah tingkah.
"Acieee Putra Mamah udah gede, wajah kamu merah banget tuh Ar!" Goda Via membuat Agam menggeleng kecil dengan kelakuan istri nya.
"Apasih Mah!" Teriak Arlan makin salting bahkan hampir nabrak-nabrak.
"Acieee~~"
"Ck! Mamaaah!!"
Membuat semua orang disana tergelak.
***
Setelah insiden skandal itu keadaan memang tidak kembali seperti semula, masih ada beberapa orang yang nyinyir dan julid kepala Alika apalagi saat melihatnya sedang bekerja berdua bersama Arlan.
"Pasti Alika tuh cewek gak bener."
"Ssst jangan keras-keras nanti ada yang denger."
"Alah ngapain takut sih, orang bener kok. Alika tuh aktris yang sok imut-imut iyuuh, aktingnya aja jelek, pasti dia terkenal karena orang dalam. Atau malah mungkin karena dia goda Bos-bos, jangan ketipu sama wajah sok imutnya."
"Iyasih emang rada geli gimana gitu sama dia, udah gede tapi badannya bantet banget lagi, hahaha masih oke kita kemana-mana gak sih?"
"Yaiyalah!"
Ceklek!
Gadis-gadis yang sedang asik menggibahkannya itu langsung terperanjat syok, seperti habis melihat dedemit saja. Alika yang baru keluar dari bilik kamar mandi menatap tiga gadis didepannya yang wajahnya sudah pucat pasi itu, dengan tenang Alika berjalan kearah wastafel dan membasuh tangannya.
"Setidaknya wajah saya imut, gak kayak kalian masih muda tapi mirip Tante-tante." Celetuknya lalu melenggang keluar meninggalkan tiga gadis yang tercengang hebat itu. Sepertinya ketiganya langsung kena mental breakdance.
Alika menyandarkan tubuhnya setelah keluar dari kamar mandi, meskipun tadi ia bergaya keren nyatanya Alika cuma perempuan biasa yang bisa sakit hati apalagi saat mendengar langsung seperti tadi. "Susah amat jadi orang terkenal, salah dikit yang gibahin satu negara." Decaknya menggeleng miris.
Sebenarnya mungkin juga ini karena efek dirinya yang baru pertama kali terkena skandal negatif, sebelumnya citra Alika selalu vibe positif bahkan sering jadi pembicara untuk seminar. Jadi skandal kemarin memang berdampak sangat besar kepadanya.
Alika berjalan menuju kantin, seperti biasa banyak tatapan dilemparkan kepadanya. Meskipun tidak semuanya negatif tapi tetap saja membuatnya risih.
"P-permisi Kak."
Alika menoleh, melihat seorang gadis yang tengah mengajaknya bicara. "Iya, kenapa?"
"Saya penggemar Kakak, boleh minta foto bareng?"
Alika terkekeh kecil, mengangguk mengiyakan membuat gadis itu langsung bersorak tertahan. Dan Alika seketika cengo saat gadis itu mengajak ketiga teman-temannya.
"Saya Rere, ini bule katrok Jeremy, dia yang paling narsis Dwi, dan yang paling waras Melodi." Ujar Rere menyeplos dengan entengnya. Sontak saja membuat teman-temannya mendelik.
Alika justru terkekeh ringan, merasa senang karena seperti menemukan teman baru. "Aku gak perlu kenalan, kan?"
Keempat orang didepannya langsung tertawa mendengar pertanyaan Alika barusan. "Kalian duduk gih, mau makan apa biar aku beliin?"
"Wah seriusan?!" Rere berbinar.
Plak!
"Hehe, gak perlu. Kita udah makan." Serebet Melodi meringis malu sendiri dengan kelakuan sahabatnya itu.
Dwi dari tadi malah sibuk usap-usap rambut biar makin klimis sedangkan Jeremy lagi pose keren biar kelihatan cool nya. Memang circle pertemanan mereka gaada waras nya.
"Katanya tadi mau foto?"
"A, oh iya! Ayo-ayo cus kita Selfie. Nanti biar bisa aku pamerin!" Seru Rere memang harus di filter mulutnya.
Dan keempat orang itu selanjutnya sudah berselfie ria dengan Alika, Alika tampak sangat terhibur, setelah insiden di kamar mandi tadi memang mood nya hancur tapi keberadaan orang-orang ini bagaikan teman yang menemaninya. Apalagi kalau mengingat dirinya gak punya teman.
Alika tiba-tiba menyendu melihat keempat orang itu yang sedang asik berebutan untuk melihat foto tadi. Kapan ia bisa punya teman seperti mereka?
"Maaf, kita berisik ya?" Tanya Melodi jadi sungkan karena melihat wajah muram Alika.
"Lo sih Re rame mulu!" Omel Jeremy menatap Rere. "Lo juga Dwi, dandan mulu lo kek bencong!"
Dwi seketika melotot lebar. "Dih mending gue dandan daripada lo sok keren. Cuih-cuih!"
"Hush kalian ini bisa diem gak sih!" Bentak Melodi beneran sungkan sama Alika. "M-maaf ya Kak, kami permisi kalau gitu. Sekali lagi maaf sudah ganggu Kakak." Ujar Melodi menarik kerah baju teman-temannya kayak lagi narik kucing.
Alika terkesiap. "Jangan!"
"Haa?" Keempat orang itu melongo dengan posisi beraneka ragam. Melodi yang kayak Emak-emak lagi narik anaknya, Dwi yang lagi beberes kacanya, Jeremy yang tercekik kerah kemejanya akibat tarikan Melodi dan Rere yang ternyata sedang terjengkang.
"Itu ... aku seneng kalian disini, aku pengen punya temen." Alika mengucapkannya dengan malu-malu. "Kalian mau jadi temen aku?" Tanyanya ragu.
"Wah anjir gue diajak temenan sama artis ngetop! Harus bikin instastory!" Heboh Dwi merogoh HP nya yang langsung digeplak Melodi sampe mencelat.
"Boleh banget, ya ampun jangan sungkan-sungkan sama kita. Aku seneng banget Kakak mau temenan sama kita." Melodi mendorong teman-temannya sampai ngejengkang dengan komuk wajah tanpa dosa. "Kalau gitu boleh tukeran nomor w******p Kak?" Modus Melodi tersenyum manis membuat teman-temannya seketika menyoraki sarkas.
Alika menggeleng geli. "Iya boleh banget."
Keempat orang di depannya bagai ketiban rejeki nomplok, bahkan hampir sujud syukur saking senengnya.
***
"Darimana saja kamu? Gak lihat jam istirahat sudah selesai sejak tadi?!"
Baru juga Alika masuk, suara makian Arlan sudah menyambutnya. "Maaf Pak."
"Maaf-maaf, kamu kira dokumen-dokumen ini akan selesai dengan satu kata maaf?!"
Alika mendengus, heran banget kenapa laki-laki satu ini suka ngomel kayak Emak-emak.
"Kalau diajak ngobrol lihat saya!"
Alika langsung menatap Arlan dengan senyum kaku yang sangat dipaksakan. "Iya Pak Arlan yang paling ganteeeng, maafin saya ya."
Arlan langsung menggosok hidungnya pelan mendengar pujian Alika, memang dasar baperan. "Lain kali kalau mau kemana-mana laporan saya dulu, setidaknya saya bisa tau posisi kamu."
Alika spontan mengernyit tak suka. "Kenapa? Saya mau kemana juga hak-hak saya." Balas Alika jelas tak terima.
Arlan menghela napas panjang. "Saya juga lakukan ini bukan tanpa alasan, tapi kamu juga tau kan situasi kantor sekarang?"
Alika mengerjap, Arlan menatap Alika tulus.
"Banyak haters kamu di kantor ini, saya takut mereka berbuat aneh-aneh, jadi setidaknya kalau saya tau kamu dimana saya bisa pantau keadaan kamu."
Alika terpaku, diam, tercengang. Arlan yang melihat keterdiaman Alika jadi membuang muka kikuk sendiri.
"Pak." Panggil Alika membuat Arlan menoleh.
Alika menyipitkan matanya, menatap lekat wajah Arlan membuat lelaki itu jelas salah tingkah karena ditatap intens sekali.
"Bapak khawatir sama saya?"
Arlan mendelik kaget, ha? M-masa dirinya khawatir sama gadis pendek ini?