Tiga

2176 Kata
   Ares menghentikan mobil nya di parkiran sebuah sekolah TK yang cukup populer di ibu kota. Ia melirik pada Rama, anak nya yang duduk di samping sedang berusaha melepaskan seatbelt. Ia keluar dari dalam mobil, berjalan memutar untuk membuka pintu mobil untuk Rama. "Ayo " ujar Ares, meraih Rama dalam gendongan. Tapi, Rama memberontak. "No, Aku bisa jalan sendiri. Udah gede " jawab Rama. Ares menggeleng kepalanya, kemudian menurunkan anak nya agar berjalan sendiri. Anak laki - laki itu memegang tangan Ayah nya dan berjalan menuju sekolah nya. Tiba di kelas, Ares dan Rama di sambut oleh Bu Ema. Guru nya Rama. Wanita itu terlihat begitu antusias saat melihat Rama datang bersama Ayah nya. "Pagi Pak Ares, Pagi Rama " sapa Bu Ema, pada Ares dan Rama. "Pagi juga Bu Ema " jawab Ares dengan senyuman ramah. "Saya mau anter Rama nih. Tolong di jagain ya Bu " lanjut Ares. Bu Ema, mengangguk saja. Dengan mata terus menatap lurus pada Ares. Ia terlihat tersipu malu dan juga terpesona dengan Papa Muda di depan nya. Penampilan Ares dalam pakaian kantoran khas eksekutif muda begitu cocok di badan atletis nya. Dengan tinggi yang memang di idam kan para pria. Dengan wajah tampan yang selalu bisa meluluh lantakkan hati wanita. Termasuk Bu Ema. Si guru centil berwajah imut. Dengan tubuh yang sedikit gempal. "Iya, pak. Bapak tenang aja. Rama pasti aman sama saya. " Jawab Bu Ema. Ares mengangguk percaya. Kemudian beralih pada Rama yang tengah menatap ibu guru nya dengan tatapan aneh. Lalu beralih pada Papa nya. Dan beralih lagi pada guru nya. Dan yang di lakukan berikutnya ialah. Rama menepuk dahi nya sendiri kemudian menggeleng kepala layaknya orang dewasa yang sedang memiliki beban berat. "Rama, Belajar baik - baik ya. Nanti Mama yang jemput. Oke?!" Ujar Ares. Rama mengangguk, ujung matanya melirik pada Bu Ema yang masih saja mesem - mesem melihat Papanya. Membuat Rama tidak suka dan juga geli sendiri. "Iya Pa " jawab nya mengangguk. "Ramaaaa !" Seruan itu mengalihkan perhatian ketiga nya. Seorang anak laki - laki bertubuh gempal sedang berlari kecil ke arah nya. Dengan di ikuti oleh seorang gadis cantik yang mengenakan dress terusan berwarna merah. "Remon " Rama balik menyapa. "Pagi Papa nya Rama " sapa Remon menyalami Ares. "Pagi Remon. Mana Papa sama Mama nya ?" Jawab Ares, dan bertanya kembali. Ia melirik pada perempuan yang berdiri di belakang Remon. Dan memberikan senyum ramah dan sopan. "Papa Mama lagi gak bisa antar. Aku di antar Kak Shilla. " Jawab Remon, menoleh pada perempuan di belakang nya. Ares hanya ber oh tanpa suara. Kemudian kembali menoleh pada Kakak nya Remon yang tengah memandangi nya dengan lekat dan bahkan tanpa berkedip. "Nah, Rama. Papa pergi ya. Belajar yang rajin. Bye jagoan !" Pamit Ares pada anak nya. Kemudian beralih pada Bu Ema dan Shilla secara bergantian. "Bu, saya duluan, " lanjutnya. "Iya pak, hati - hati. " Ares hanya mengangguk, dan berlalu pergi meninggalkan kelas anak nya. Tidak lupa memberi senyuman terakhir pada Shilla yang masih terus menatap nya dengan terpesona. "Itu beneran Papa nya Rama ?" Tanya Shilla tidak percaya pada Bu Ema. "Iya, ganteng ya. " Samar - samar Ares masih bisa mendengar obrolan itu. Namun, ia hanya tersenyum saja. Udah biasa, ia mengenakan kaca mata hitam nya dan berlalu menuju parkiran untuk segera ke kantor. *** Setelah Ares melakukan meeting siang hari ini. Dia berniat untuk makan siang di rumah. Tapi, ia urung kan saat tiba - tiba saja Devon sahabat nya sejak kuliah dulu menelfon dan mengajak nya untuk bertemu. Jadi, ia pun meng iya kan. Karena, jarang - jarang juga ia bisa bertemu dengan Sahabat nya itu. Sebab, Devon tinggal di Singapura sekarang. Dan, di sini lah ia sekarang. Di sebuah restoran cepat saji. "Gimana? Gue dengar loe mau merit ?" Tanya Ares setelah melahap makan siang nya. " Ck, gitu lah. Sebenar nya males gue " jawab Devon malas. Membuat Ares menatap nya dengan heran. "Kok gitu ?" "Abis, gue gak kenal sama cewek nya. Kerjaan nyokap yang ngebet banget pengen gue nikah" jelas Devon. Ares mengangguk paham. "Namanya Renata Remoles, dia model. " "Wow, model. Type loe banget pasti " seru Ares takjub sekaligus heran. Mengapa Devon tidak suka. Model, udah pasti cantik. "Tetap aja gue gak suka di jodohin " jawab Devon. "Ya, kalau gak suka. Bilang dong ke nyokap loe " Devon menggeleng sambil menyesap jus nya. "Susah" jawab nya setelah minum. "Why ?" "Loe tau kan kalau gue gak bisa nolak nyokap, beliau keliatan banget pengen gue nikah. Liat gue nikah. Jadi, gue kan anak yang penurut. So... Ya gue pasrah aja " jawab Devon. Ares menggeleng heran, ia tau Devon memang lelaki yang suka main sana sini. Suka bikin masalah saat kuliah dulu. Tapi, ia tau kalau Devon seorang anak yang sangat sayang pada Ibu nya. Setiap kali ia melihat Devon bertemu mengobrol dengan ibunya lewat telfon atau Skype membuat nya iri dan langsung merindukan Mami nya dulu. "Jadi, loe mau coba ?" Devon mengindikkan bahu nya. "Mau gak mau kan?" "Pernikahan bukan mainan, bro " nasehat nya. "Tau gue! Mau gimana lagi?" Ujar nya. Lagi, Ares hanya menggelengkan kepala nya melihat sikap Devon yang selalu menggampangkan semua masalah. Tapi, itu lah Devon. Sahabat nya itu tidak pernah membesarkan setiap masalah yang ada. Mereka berdua mengobrol banyak hak berdua. Termasuk membicarakan Vijay. Teman mereka dulu ketika kuliah juga. Setelah saling bernostalgia, dan juga berbagi cerita. Mereka pun saling pamit. *** "Ma, makan sama Papa yuk " ujar Rama, saat ia dan Sheira akan pulang ke rumah. "Gak bisa sayang, Papa tadi bilang ada kerja. Dan mau makan siang sama Om Devon " jawab Sheira. Rama menghela napas kecewa. Tapi, ia tidak lagi memaksa. "Kita makan siang sama Aunty Deris mau ? Ada Airin juga " ucap Sheira, dalam seketika membangkitkan semangat Rama lagi. "Mau mau " jawab Rama mengangguk dengan antusias. Sheira tersenyum, kemudian ia pun mengarahkan mobilnya menuju rumah sahabat nya. Sesekali ia mengajak Rama mengobrol selama perjalanan menuju rumah Deris. Saat tiba di rumah Deris, mereka di sambut oleh Deris dan seorang anak perempuan yang tengah duduk di teras rumah. Setelah menyembang sebentar saling menyapa dan menanyakan kabar. Deris mengajak keduanya masuk kedalam. "Rama makin mirip sama Brondong loe ya " ujar Deris, pada Sheira yang membantunya membereskan meja makan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Dan sekarang, Rama dan Airin anak perempuan Deris sedang bermain di depan. "Hm " jawab Sheira mengangguk. "Masih betah tinggal sama mertua ?" Tanya Deris. Kening Sheira berkerut, ia mengangguk. "Orang tua Ares baik kok, apa lagi Mami. " Jawab Sheira. "Tau gue, cuma kan. Kalau punya rumah sendiri lebih enak. Shei. Lebih bebas gitu" "Sama aja ah. Gue sih belum ada kepikiran buat tinggal di rumah sendiri. lagian gue gak tega sama Mami. Beliau kayak nya sayang banget sama Ares. Juga, kan anak - anak Mami yang lain pada tinggal di rumah sendiri. Jadi, kasian aja kalau rumah sebesar itu hanya di tinggali berdua sama Papi. Pasti sepi banget " jelas Sheira. Keduanya berpindah ke ruang keluarga. Duduk bersama di sofa panjang. Mengawasi dua anak mereka yang tengah menyusun Lego. "Bagus sih, lagian Nyokap nya Ares gak bawel juga. Beda sama mertua gue. " Ujar Deris. Sheira hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Deris. Bukan rahasia lagi sebenar nya. Deris memang sering banget ngeluh tentang Mama mertua nya. Sering curhat kalau mertua nya sering nuntut Deris ini itu. "Nyokap Brian itu ngeselin banget. Kemarin dia datang kan? Dan kebetulan aja dapur gue berantakan. Dan loe tau, dia komen abis - abisan. Pusing gue dengar nya " ujar Deris kesal. "Loe sih, seharusnya loe beresin dulu " "Yee.. mana gue tau kalau mertua bakal datang. Lagian, mana sempat gue beresin. Airin lagi rewel banget " cerita Deris. Sheira hanya bisa menatap iba pada sahabat nya. Kalau di banding dirinya, jelas ia sangat beruntung. Mami nya Ares tidak pernah menuntut apapun padanya. Mertua nya itu sangat baik dan juga sangat nyaman di jadikan sahabat bukan cuma sekedar ibu dan anak, mertua dan menantu. Tapi juga sahabat. Jadi ia tidak heran jika mertua nya itu sangat dekat dengan anak - anak nya. Setelah mengobrol ngalor ngidul. Hingga mereka lupa waktu. Pukul dua siang baru Sheira berpamitan pulang pada Deris. *** Pukul sembilan malam Sheira menemani Rama tidur di kamar nya sendiri. Tentu setelah lelah bermain dengan Sang Opa dan juga Ayah nya. Ia mengeluh mengantuk dan akhir nya ia meminta diri pada kedua orang tua nya untuk menemani Rama tidur. Sudah beberapa bulan ini Sheira membiasakan Rama untuk tidur di kamarnya sendiri. Ia ingin anak nya mandiri. Tidak terlalu bergantung pada orang. Ia selalu berusaha mendidik anaknya dengan baik. Ares juga melakukan itu, walau kadang Ares tidak pernah bisa mengatakan tidak pada Rama. Jadi, dia lah yang mengambil tindakan jika menurutnya Rama sudah kelewat batas. Seperti beberapa waktu lalu, ketika mereka tengah jalan - jalan di mall. Rama minta di belikan mainan. Padahal ia baru saja membelikan Rama mainan mobil - mobilan kala itu. Tapi, Rama minta lagi. Jadi, ia tidak membolehkan nya. Saat Ares akan menuruti anak nya. Ia sampai melotot pada anak nya. Membuat Rama cemberut sepanjang perjalanan pulang. "Ma, aku udah bilang Papa. Kalau hari Minggu besok mau ke dufan" ujar Rama. "Apa jawab Papa ?" Tanya nya mengusap rambut hitam Rama. "Papa mau kok, udah janji " Sheira mengangguk. "Yaudah kalau Papa mau. Tapi, Rama harus nurut semua kata Mama nanti " Rama terpaksa mengangguk, membuat Sheira mengulum senyum gemas nya. Setelah mencium pipi dan kening anak nya. Ia pamit untuk keluar kamar dan menyuruh Rama untuk segera tidur. Dan anak itu menurut saja. Ia memilih untuk masuk ke kamar nya. Ares masih mengobrol di bawah dengan Keynal. Jadi, ia memilih untuk berganti pakaian tidur. Dan saat ia selesai dan keluar dari dalam kamar mandi. Ares masuk ke kamar. "Ngobrol apa sama Papi? Kayak nya serius banget tadi " ujar Sheira melepas gulungan rambut nya. Ares bukan nya menjawab malah tersenyum manis dengan berjalan mendekati nya. "Cuma kerjaan. Biasa lah bapak - bapak " jawabannya, memeluk istri nya dari belakang. "Hm, mengaku pun udah bapak - bapak " ucap Sheira dengan delikkan. Ares terkekeh sendiri, ia menciumi bahu istri nya. Menghirup dalam - dalam aroma tubuh Sheira yang selalu ia sukai. "Rama udah tidur kan ?" Tanya Ares setelah mengecup leher Sheira pelan. "Kayak nya udah " jawab Sheira, mulai sedikit merasa geli dengan kelakuan suami nya itu. Ares merenggangkan pelukkan nya, laku memutar tubuh istri nya agar menghadap nya. Menatap Sheira dengan senyuman yang begitu manis dan memuja. "Istri aku cantik banget sih " puji nya dengan jujur. Jangan berharap Sheira akan tersipu, wanita cantik dalam balutan gaun tidur casual itu hanya mendengus saja. Membuat Ares tertawa sendiri. "Aku gak gombal, sumpah. Jujur tau. Kalau kamu cantik pake banget!" Ucap nya lagi. "Percaya kok " jawab Sheira datar. Ares mendengus melihat ekspresi muka Sheira yang datar menanggapi kejujuran nya. Tapi, tidak terlalu memperdulikan nya. Ia malah menarik pinggang Sheira dan membawanya duduk di tepi kasur. "Kamu kayak nya gak pernah muji aku ganteng " seloroh Ares. membuat Sheira yang duduk di pangkuan nya mengernyitkan kening. Ia memeluk pundak suami nya, menatap Ares dengan tatapan heran. "Emang kamu merasa ganteng ?" Tanya Sheira. Ares mendengus kesal sendiri, membuat Sheira tertawa gemas. Ia mengecup kening Ares dengan lembut. Sebelum akhir nya menunduk untuk mencium bibir Ares yang menurutnya selalu membuatnya ke tagihan. "Emang nya, kurang ya pujian dari fans kamu selama ini ?" "Fans ?" "Itu guru nya Rama, cewek cewek yang ketemu kamu. Ibu - ibu komplek dan lain sebagai nya. " Hahahaha Ares tertawa sejenak. "Itu beda sayang, aku mau dengar pujian kamu aja " "Oya ?" Ares mengangguk. Sheira tersenyum. Ia menatap Ares dengan penuh pertimbangan. "Mau jujur atau bohong ?" Ares menghela napas berat. Sheira memang selalu tau bagaimana cara membuat Ares frustasi. Dan membuat Sheira senang melihat dirinya kesal. "Bohong dulu " jawab Ares. "Kamu ganteng banget " jawab Sheira. "Berati jujurnya aku jelek gitu ?" Gerutu Ares. "Aku gak bilang gitu " "Tadi kamu bilang ganteng, itu bohong nya " "Itu kan bukan berarti kamu jelek. Sayang. Lagian kan ganteng itu relatif. Tapi buat aku kamu biasa aja" Ares langsung menatap nya tidak percaya dengan mulut terbuka syok mendadak. Membuat Sheira tertawa senang melihat suami nya itu. "Tapi aku mencintai kamu, buat aku tampang bukan lah hal penting. Karena, suatu hari nanti semua akan pudar. " "Kamu benar " "So, kamu cinta sama aku karena aku cantik ?" Tanya Sheira akhirnya. "Tidak, tapi karena kamu jutek nya minta ampun " ucap Ares tersenyum lebar. Sheira mendengus malas, tapi kemudian tersenyum. "Tapi, sebenar nya aku suka semua sifat kamu. Baik buruk kamu, semua nya. Aku sangat sangat sangat menyukai mu. Oke! Bilang aku norak, alay dan lain sebagai nya tapi semua yang kamu miliki, lebih atau kurang nya kamu - " ucap Ares sengaja memberi jeda. Ia malah membaringkan Sheira di atas kasur dan sedikit menindih istri nya. Sebelum kemudian melanjutkan ucapan nya. " Kamu selalu ngebuat cinta ku semakin besar buat kamu. Just you, aku gak tau apa yang sudah kamu perbuat. Sehingga membuat ku sampai segila ini mencintai kamu" Sheira tersenyum, ia bukan lah orang seperti Ares. Bisa dengan mudah mengungkap isi hati dengan kata - kata. Mengatakan semua yang ia rasa kan dengan ucapan. Sheira adalah perempuan yang hanya menunjukkan lewat tindakan dan tatapan mata. Ia terlalu payah dalam hal berbicara soal perasaan. Tapi, ia tau dan juga percaya kalau suami nya tau sebesar apa rasa cinta nya pada Ares. Ia mencintai Ares dengan segenap jiwa dan raga. Dengan seluruh hati. Hanya saja ia tidak pernah mengatakan itu semua pada Ares. Cinta nya pada Ares,lebih dari sekedar kalimat I Love You. ®®®    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN