Jimin menyelesaikan latihan hari ini lebih cepat dari biasanya. Memutuskan untuk beristirahat sambil mencari hiburan yang sudah cukup lama tidak ia dapatkan.
Semenjak billboard 2017, nama HTS kian melambung. Berbagai tawaran baik dari lokal hingga mancanegara turut menghampiri. Puncaknya adalah ketika HTS tampil di Amerika Music Awards. HTS sudah ada di level berbeda dengan HTS di tahun sebelumnya. Kalau mengingat perjuangan mereka hingga sampai di titik ini, tentu saja semua itu tidaklah mudah. Hal itu juga yang membuat mereka tetap down to earth. Meskipun banyak orang-orang yang mengatakan HTS sudah berubah dan tidak lagi sama seperti dulu, itu hanya mereka yang menolak menerima kenyataan bahwa HTS sudah menjadi pusat perhatian lebih banyak orang. Setiap gerak-gerik mereka akan menjadi berita, salah sedikit saja banyak jemari yang siap meluncurkan senjata maut mereka. Tetapi lebih daripada itu, HTS tetaplah HTS. Tujuh orang sama yang memiliki kecintaan terhadap musik dan performance. Tujuh orang yang mencintai dan menghargai fans mereka lebih dari apapun.
"Mau ke mana kau, Choi Jimin?" Suara bernada rendah khas itu menyentak Jimin yang baru saja keluar dari ruang latihan sambil mengenakan masker.
Yoonjun, orang yang hampir mustahil ditemui dekat ruang latihan jika tidak ada jadwal latihan wajib kini tengah berdiri menatapnya.
"Kamjagiya, ah, hyung!" Jimin mengusap dadanya. Untung saja jantungnya tidak melompat keluar saking kagetnya. "Kenapa muncul tiba-tiba begitu?"
Lelaki berkulit putih pucat mirip vampire yang berpakaian serba gelap itu mengangkat sebelah alisnya. "Aku sudah ada di sini sejak kau keluar dari dalam ruang latihan. Mau ke mana kau mengenakan masker begitu?"
Jimin berdecak sebal karena hyungnya ini mendadak jadi orang yang banyak tanya padahal biasanya Yoonjun adalah orang yang paling cuek. Ya meskipun memang Yoonjun agak tsundere, sih. "Memang hyung saja yang boleh mengenakan masker kemana-mana?" Bukannya menjawab pertanyaan Yoonjun, Jimin memilih mengenakan jaketnya yang sejak tadi ia ikat di pinggang.
Hal itu tentu saja semakin membuat Yoonjun menatapnya penasaran. "Jangan bilang kau mau berkencan?"
Jimin menoleh dan kini melemChoian tatapan kesal. "Kencan dengan Yeontan maksudmu?" tanya Jimin dengan nada sarkasme.
Yoonjun mengedikkan bahu. "Mana kutahu. Makanya jawab aku. Mau ke mana?"
Jimin menghela napas dengan jengah. Memang sulit menutupi sesuatu dari Yoonjun. Meskipun Yoonjun lebih banyak diam, dia adalah observer yang ahli. Di balik diamnya, Yoonjun memperhatikan setiap membernya dengan seksama. Tidak kaget jika saat ada salah satu member yang sedang merasa kesulitan tiba-tiba ada sebuah pesan panjang menyentuh dari Yoonjun. Yoonjun memang se-tsundere itu. "Mau ke Han River. Mau ikut?"
"Tuh kan , kau mau kencan?"
"Astaga, tidak hyung!" Jimin hampir saja menjerit frustasi. Yoonjun ini memang sensitif sekali semenjak Jimin terakhir kali berkencan, yaitu dua tahun yang lalu dengan salah satu member idol rookie—pada saat itu—yang berakhir dengan kenyataan bahwa Jimin hanya dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas grup mereka. Bahkan setelah dua tahun lamanya hubungan itu berakhir, nama Jimin kerap kali disangkut pautkan dengan nama mantannya.
Hal itu juga yang membuat BigStar mengirimkan semua trainee perempuan mereka ke agensi lain, menambah aturan ketat soal staff perempuan yang bekerja di BigStar dan mengurangi jadwal HTS di variety show yang mengharuskan mereka bertemu dengan girlgroup manapun kecuali di panggung acara musik atau acara akhir tahun.
Jimin tau kalau Yoonjun bukannya khawatir tanpa sebab. Begitupun hyung lainnya. Tetapi Jimin merasa dia sudah cukup dewasa untuk bisa mengurus masalahnya sendiri. Lagipula Jimin tidak mau membuat masalah dan merepotkan yang lain. Cukup sekali ia menyebabkan masalah besar. Bahkan saat berita datingnya tersebar dan menjadi pembicaraan publik, Jimin hampir saja mengundurkan dirinya karena merasa bersalah.
"Aku tidak akan berlaku bodoh lagi, hyung. Tenang saja."
Yoonjun menghela napas. Kini ekspresinya berubah melembut. "Kau tau bukan itu maksudku, Jiminie. Hanya lebih berhati-hatilah. Kau yang terlalu baik itu kadang membuatku khawatir." Yoonjun lalu meremas pelan tengkuk Jimin dan berlalu meninggalkan Jimin.
Jimin mengerucutkan bibirnya tanpa sadar. "Terlalu baik apanya." Setelah menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan, Jimin pun akhirnya pergi sesuai tujuan awalnya. Sungai Han.
***
Sudah sebulan belakangan ini Aera resmi menjadi trainee di agensi Jaebin. Sejujurnya Aera tidak yakin jika jalan yang ia pilih saat ini tepat karena menjadi idol benar-benar bukan impiannya.
Tetapi Aera pikir tidak ada salahnya. Selama ia masih bisa menari. Hal yang paling ia rindukan sejak sepuluh tahun terakhir.
"Bagaimana?" Jaebin bertanya pada Aera di suatu sore setelah kelas dansa hari itu.
Jaebin sendiri tinggal menunggu waktu debutnya yang direncanakan satu bulan lagi. Bahkan persiapan debut seperti pemotretan hingga rekaman album sudah dilakukan. Lusa adalah syuting video clip grupnya. Dia akan debut dalam grup beranggotakan lima orang dengan genre musik hip-hop. Jaebin sendiri merupakan rapper serta leader dalam grupnya.
"Bagaimana apanya?" Aera bertanya sambil menenggak air mineral di botol. Semenjak malam itu Jaebin dan Aera menjadi lebih dekat. Beberapa trainee di agensi itu bahkan bingung bagaimana bisa seorang trainee baru makan bersama senior seperti Jaebin. Ya bisa dibilang senior karena Jaebin memanglah trainee pertama di perusahaan tersebut. Masa trainenya juga sudah cukup lama sekitar lima tahun.
"Menjadi trainee, apakah menyenangkan? Melelahkan?"
Aera menutup botol mineral yang isinya sudah tandas. Kalau boleh jujur tentu saja melelahkan. Aera dipaksa berlatih hal-hal yang bukan passionnya seperti menyanyi, rap bahkan akting. Tetapi Aera mencoba bertahan. Toh ada banyak pelajaran yang bisa ia ambil dari semua kegiatan itu dan bonusnya ia bisa menari lagi meskipun tarian yang Aera pelajari kali ini adalah koreografi girlgroup idol. "Yah...sejauh ini lumayan."
Jaebin tersenyum. Namun entah mengapa senyum lelaki itu lain dari biasanya. Seperti ada masalah yang disimpan lelaki itu tetapi Aera tidak mau bertanya karena takut mengganggu privasi laki-laki itu.
Malamnya, ketika Aera hendak pulang setelah latihan panjang seharian ini, Pak Jung selaku CEO agensi memanggil Aera ke kantornya untuk membahas sesuatu.
Kantor agensi mereka memang kecil seperti yang pernah Jaebin jelaskan waktu pertama kali bertemu Aera. Hanya mengisi dua lantai dari satu gedung berlantai sepuluh yang disewa beberapa agensi dan perusahaan lain. Tetapi seperti kata Jaebin juga, staff di sana memiliki kedekatan dengan para trainee termasuk CEOnya.
Aera memasuki ruangan Pak Jung setelah beliau memberikan izinnya. Malam itu ruangan kantor Pak Jung disetting temaram. Ada sebotol wine dan dua gelas khusu wine yang tersedia di coffee table saat Aera masuk. Mungkin Pak Jung sedang menunggu tamu, pikir Aera.
"Duduklah, Aera." Pak Jung mengikuti langkah Aera untuk duduk di sofa panjang, bersebalahan dengan gadis itu. Dan entah kenapa hal tersebut membuat perasaan Aera sedikit tidak tenang.
Biasanya Pak Jung akan duduk di sofa single di hadapannya bukan di sebelahnya. Tetapi Aera pun mencoba mengabaikan perasaan tak tenangnya itu dan bersikap sopan seperti biasa.
"Aku sudah melihat perkembanganmu. Pelatih-pelatih bilang kau cocok menjadi seorang idol. Sebetulnya sejak pertama kali Jaebin membawamu, aku sudah yakin soal itu karena itulah aku menerimamu."
Aera menganggukkan kepalanya, tersenyum canggung mendengar pujian dari atasannya tersebut.
"Setelah Jaebin dan grupnya debut aku akan langsung mempersiapkan debut untuk girlgroup. Kau adalah salah satu calon anggotanya."
Mendengar hal tersebut tentu saja mata Aera membulat. Dia bahkan baru berada di sana selama satu bulan! Apakah itu tidak terlalu cepat?
"Atau kau mau berlatih sebagai soloist?"
Aera semakin terperangah. Apa bosnya ini sedang bercanda? Menjadi idol saja masih Aera anggap mustahil, apalagi soloist. Dia mau apa di panggung sendirian dengan bakat menyanyi dan rapnya yang pas-pasan? Ingin sekali Aera berkata kalau dirinya hanya ingin menjadi dancer. Tidak lebih dan kurang.
"Bagaimana?"