Bab 1

1045 Kata
"Pa-papa… Papa ngapain ke kamar ku, nanti kalau Kak Angga tau bakal terjadi salah paham?" tanya gadis cantik yang ada di dalam kamar mewah itu, saat melihat pria yang sangat dewasa memasuki kamar pengantinnya, dan pria dewasa itu dipanggil dengan panggilan papa, karena dialah papa mertuanya. Sedangkan pria dewasa yang dipanggil papa itu, dengan santainya mendekati Amel, dan mengabaikan wajah terkejut serta takut Amel. Abian, pria dewasa yang tak kalah tampannya dari puteranya, bahkan ketampanan nya melebihi ketampanan yang diwariskan pada putranya, hingga Bian terlihat seperti saudara saat berdiri berdampingan dengan putranya. Bian memiliki status duda, sekaligus menjadi papa mertua dari seorang gadis cantik bernama Dinda Amelia. "Kenapa jadi panik gitu, Hem?" tanya Bian dengan nada santainya pada Amel, bahkan tanpa permisi, Bian langsung duduk di tepi ranjang Amel, lebih tepatnya di dekat Amel, hingga dengan refleksnya Amel pun langsung berdiri. "Pah, Kak Angga bisa salah paham kalau ngeliat Papa disini. Sebaiknya kita bicara di luar kalau memang ada yang ingin Papa bicarakan sama aku," kata Amel mengajak sang papa mertua untuk keluar dari kamarnya karena tidak ingin mendapat masalah dengan Angga, suaminya. Mendengar ajakan Amel, Bian langsung menarik tangan Amel secara kasar, hingga tanpa Amel sadar, ia sudah berada di pangkuan Bian, dan bahkan dengan tanpa sengaja juga, Amel mengalungkan kedua tangannya pada leher Bian agar tidak terjatuh. Keduanya saling terdiam dengan posisi yang begitu sangat intim, serta pandangan yang tidak terlepas hingga beberapa detik bahkan mendekati menit lamanya. Setelah Amel mendapatkan kembali kesadarannya, dengan cepat Amel turun dari pangkuan Bian, dan melihat ke arah pintu, takut kalau sang suami akan datang tiba-tiba dan salah paham terhadap dirinya. "Ayo, Pah. Kita bicara di luar." Ajak Amel seraya membawa langkahnya menuju pintu untuk keluar dari kamarnya. Kali ini, Amel merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, pasalnya selama ini, Amel tidak pernah bersentuhan dengan begitu intim dengan seorang pria, dan sekali bersentuhan begitu, langsung dengan papa mertuanya. "Amel, aku akan membuatnya nyaman dan bahkan bergantung dengan diriku." Gumam Bian dalam hati seraya memperlihatkan senyum misteriusnya, dan ikut Amel keluar dari kamar, karena Bian juga tidak mungkin berdiam diri di kamar Amel kalau tidak ada Amel. Bian duduk di sofa tepat di samping Amel, dan itu kembali membuat Amel senam jantung karena jaraknya terlalu dekat, dan merasa tidak pantas duduk berdampingan dengan sang papa mertua. Dengan cepat Amel berpindah pada tempat yang lain untuk menghindari Bian, sekaligus menghindari masalah. Bian tersenyum saat Amel mencoba untuk menghindarinya. Bian kembali berdiri dan mendekati Amel, lalu mengurung Amel dengan kedua tangannya, serta wajah yang sudah berada tepat di depan wajah Amel. "Apa yang kamu takuti dariku? Takut ketahuan Angga? Bisa kamu kasih tau aku, dan aku akan memberimu tempat yang aman yang tidak membuatmu takut. Ingat, aku begini untuk kebaikan kamu, bukan kebaikan aku!" bisik Bian tepat di daun telinga Amel, membuat Amel langsung memejamkan matanya karena merasa deh degan. Bian kembali berdiri dengan tegak, dan membenarkan pakainya, jasnya yang sudah sangat rapi, tapi tetap dirapikan kembali seolah-olah pakaiannya tidak rapi. Setelah dirasa rapi, Bian duduk di tempat yang berjarak dari tempat duduk Amel, membuat Amel bisa bernafas dengan leluasa. "Ingat, Angga menikahimu karena apa, Angga tidak akan menikahimu tanpa alasan, dan kamu tau apa alasan Angga menikahimu. Jadi, perlu kamu garis bawahi, kalau Angga tidak mungkin menjadikanmu sebagai ratu satu-satunya dirumah ini," ujar Bian dengan nada yang terdengar sangat tegas, dan setelah kalimat serius itu keluar dari bibir Bian, Amel langsung mengangkat wajahnya dan menatap Bian yang juga Tengah menatapnya, hingga pandangan mereka saling bertabrakan. "Kenapa Papa memintaku untuk mengingat tentang ini di malam pengantin ku?" tanya Amel "Agar kamu tidak berharap lebih pada Angga," jawab Bian "Apa ada yang salah kalau aku berharap lebih sama Kak Angga. Kak Angga suamiku, dan aku berhak mengejar cinta dia untuk mempertahankan pernikahan kami. Bagiku, pernikahan dalam hidupku cukup satu kali, dan aku ingin menjadikan rumah tanggaku dengan kak Angga seperti rumah tangga pada umumnya. Jadi wajar saja aku berharap lebih pada kak Angga." Ujar Amel dengan kalimat yang tak kalah panjangnya dari Bian, membuat Bian langsung mendesah kasar dan duduk dengan kedua siku yang sudah berada di atas kedua pahanya. Menjadikan kedua pahanya sebagai penyangga agar tetap bisa duduk tegak. "Daripada kamu hanya dapat goresan yang membuatmu merasa sangat sakit, lebih baik kamu tidak perlu banyak berharap," ujar Bian lagi "Apa maksud Papa. Papa ini mertuaku, harusnya Papa mendukung hal yang menjadi kebaikan buat rumah tangga anak menantunya, bukan malah merusaknya seperti ini!" ujar Amel yang tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang papa mertua, pasalnya Amel merasa sang papa mertua seperti mengharapkan sebuah kehancuran, bukan kebahagiaan yang akan dirasakan oleh anak menantunya seperti mertua pada umumnya. Bian tidak lagi menanggapi ucapan Amel. Bian berdiri, lalu melangkah keluar dari rumah, membuat Amel benar-benar sangat bingung. Amel langsung berdiri saat ia mendengar suara mobil keluar dari halaman rumah Angga. Amel benar-benar sangat bingung, kenapa sikap papa mertuanya diluar ekspektasinya. Padahal, Amel sempat berpikir ia akan mendapat motivasi atau hal yang dari papa mertuanya, ternyata ia salah, bukan motivasi atau hal yang baik yang ia dapatkan, melainkan sebaliknya. Dengan langkah gontainya, Amel kembali ke kamarnya. Amel mencoba menunggu Angga yang entah ia pergi kemana. Amel tidak akan tidur sebelum Angga pulang, karena Amel juga tidak mendapat pesan dari Angga kalau ia harus tidur duluan. Karena Amel memang berniat untuk membuat Angga cinta terhadap dirinya, Amel pun berganti pakaian dengan pakaian tidur yang sexi, karena Amel tau kalau Angga suka dengan wanita yang Pakaiannya transparan. Jadi, Amel mencoba untuk di malam pertamanya dengan Angga bisa menghabiskan malam panas seperti malam pertama bagi pengantin baru pada umumnya. Penampilan Amel memang sangat cantik, lebih tepatnya Amel sangat cantik dengan pakaian yang sexi itu, karena sekalipun Amel memakai daster, Amel tetap cantik karena Amel memang cantik dari sananya. Amel menunggu kepulangan Angga dengan sabar, yang Amel sendiri tidak tahu Angga pergi kemana. Jam 12.00 malam, Amel sungguh merasa sangat mengantuk, tapi Amel tetap mencoba untuk menahannya, karena Amel tetap akan menunggu Angga. Wajah Amel langsung berbinar saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Sayangnya, wajah binar itu langsung suram saat melihat ternyata orang yang datang itu bukan Angga seperti harapannya, melainkan Bian. "Papa ngapain kesi…….. Aaaaaaa.. Amel langsung berteriak karena terkejut hingga ia tidak melanjutkan kalimatnya saat tubuhnya melayang karena digendong oleh Bian dan dibawa keluar dari kamarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN