"Sayang, kau selalu mengagumkan."
Susan tersenyum lebar dan menarik selimut menutupi tubuhnya yang polos. Seluruh tubuhnya penuh dengan keringat karena ulah David. Siang ini mereka menghabiskan waktu bersama sebelum Diana, kekasih David, pulang dari Amerika setelah menempuh S2 di Stanford University.
David tersenyum. "Kau selalu membuatku tergoda."
David membuka tangannya membiarkan Susan tidur di dadanya lalu memeluknya. Tangannya memainkan rambut Susan yang berwarna brown gold itu.
"Kapan Diana datang?" tanya Susan.
"Nanti jam 3 sore. Kenapa?"
"Berjanjilah kau akan terus bersamaku. Aku takut kau akan menjauhiku."
"Itu tidak akan mungkin. Kau tahu aku tidak bisa jauh darimu, Sayang. Tubuh dan bibirmu ini selalu menari-nari di pikiranku. Rasanya aku ingin terus mencium dan memasukimu."
David berkata dengan suara yang dibuat seseksi mungkin di dekat telinga Susan. Tangannya bahkan menjelajah lembut di wajah dan leher Susan. Dia juga tidak lupa meniup lembut telinga itu. Bulu-bulu Susan seketika meremang dan perutnya serasa digelitiki.
"Eengg," Susan mengerang. Pikirannya sudah melanglang buana. David tersenyum puas melihat reaksi Susan. Dia sangat menyukai gaya Susan. Susan termasuk wanita cerdas dan modis. Bagi David, tidak ada wanita yang melebihi cantiknya Diana. Tapi Susan mampu menutupi kekurangannya hingga David hanya melihat Susan delapan bulan ini. Dia melupakan Diana yang berada di Amerika.
David teringat ketika pertama kali bertemu Diana. Saat itu dia masih berumur 25 tahun. Dia hendak menikmati makan siang bersama Tom, teman kuliahnya, di sebuah cafe langganannya. Begitu memasuki cafe, dia langsung menuju ke kursi tempat biasa dia duduk tapi ternyata kursi itu sudah ada yang menempati. Dua orang gadis duduk di sana.
"Tom, sepertinya kita harus pindah kursi."
"Kenapa?"
"Lihat saja sendiri."
Tom mengalihkan pandangannya menatap kursi yang biasa mereka tempati.
"Eh, bukannya itu adikku, Susan?"
"Benarkah?" David menatap tidak percaya. Dia sudah beberapa kali bermain kerumah Tom dan dia masih tidak mengenali adik temannya.
"Iya, itu Susan dan temannya yang biasa bersama adikku. Ayo kita ke sana!"
Dengan bersemangat, Tom mengajak David menghampiri meja Susan. Susan terlihat berbincang ringan dengan temannya yang luar biasa cantik.
"Dik, kamu di sini?"
"Eh, Mas Tom. Mau makan siang juga? Ayo bergabung di sini saja. Kita makan bersama. Kebetulan pesanan kita juga belum datang."
Tom segera duduk di samping adiknya sedangkan David di sebelah Diana.
"Hai, Di. Ketemu lagi." Tom tersenyum manis pada Diana.
"Hai, Mas Tom. Apa makan siang di sini tidak terlalu jauh dari kantor?" Diana mencoba berbasa-basi.
"Tidak. Kantorku dekat kok. Cuma 10 menit. By the way, kalian kenapa di sini? Kuliah sudah selesai?"
"Sudah, Mas. Tadi sampai jam 11.30 saja."
"Jangan suka bolos kuliah lho, Dik!" seru Tom.
"Ish! Tidak ada pembolosan, Kak. Tenang saja. Aku juga ingin cepat lulus dan bekerja."
Susan kemudian menoleh pada David yang dari tadi hanya diam.
"Di, ini Mas David, temannya Mas Tom. Kamu belum kenal kan?" Susan mengenalkan David pada Diana karena sepertinya dari tadi mata David selalu melirik pada Diana.
"Hai, Mas David. Aku Diana." Diana mengulurkan tangan dan disambut oleh David.
Dengan begini, David bisa leluasa menatap Dia. Dan agaknya David benar-benar terpesona oleh Diana. Diana adalah tipe perempun yang sangat diinginkan David, cantik, periang, modis, dan berambut panjang. Sepertinya dia juga cerdas dan kaya.
Semua outfit dan aksesoris yang dikenakan Diana bisa mencapai ratusan juta. Seketika David minder dengan keadaannya. Meski dia sudah bekerja dan memiliki posisi yang lumayan di kantor, tetap gajinya belum bisa menyamai dengan apa yang dipakai Diana saat ini.
"Eh, Mas David. Diana ini anaknya Pak Johan lho." Susan berkata sambil memainkan alisnya.
"Pak Johan? Pak Johan Shiddiq?" David terkejut. Tentu saja! Siapa di Surabaya yang tidak mengenal Johan Shiddiq? Dia termasuk crazy rich Surabaya, pemilik banyak perusahaan. Dan David bekerja di kantor pusat milik Johan.
"Iya, benar. Diana ini anak bos mu. Jadi kamu jangan main-main dengannya." Tom tertawa melihat reaksi terkejut David.
Sejak saat itu, Diana dan David menjadi semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. hingga akhirnya David menungkapkan perasaannya pada Diana. Tentu saja Diana menerima dengan tangan terbuka. Bagi Diana, David begitu tampan, pintar, dan pekerja keras. Sangat cocok bersanding dengannya dan masuk dalam lingkup keluarganya. Diana bahkan yakin kalau ayahnya akan menyetujui hubungan mereka.
Diana dan David adalah couple goals bagi Susan. Mereka sama-sama cerdas, keren, dan modis. Satu cantik dan satu lagi tampan. Terkadang Susan iri dengan mereka. Tapi apa mau dikata? Bukankah semua pasti sudah mendapatkan jodoh masing-masing?
Sesaat setelah lulus S1, Susan melamar kerja di perusahaan milik ayah Diana yang terkenal itu dan untungnya, diterima. Diana sama sekali tidak tahu-menahu saat temannya itu melamar ke sana.
Saat pengumuman seleksi keluar dan menyatakan kalau diterima, Susan men-screenshot dan mengirimkannya pada Diana. Tentu saja Diana terkejut! Dia bangga pada Susan karena berhasil masuk perusahaan papanya tanpa campur tangannya.
Saat itu,
Ting!
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel apel Diana. Dia sedang duduk di samping kolam renang sambil membaca buku dan menikmati angin pagi ini.
Diana meletakkan bukunya dan meraih ponsel. Sebuah pesan dari Susan masuk. Diana tesenyum dan membuka pesannya.
"Kyaaa!!"
Para pekerja di rumah, terutama para bodyguard langsung berlari menuju arah kolam renang. Di sana tampak Diana meloncat-loncat kegirangan.
Setelah dirasa tidak ada ancaman apa pun untuk nona mudanya, mereka mulai kembali beraktifitas.
Setelah membaca pesan dari Susan Diana langsung menekan tombol hijau untuk melakukan panggilan dengan Susan.
"Halo." Terdengar suara dari seberang diselilingi dengan tawa.
"Hei, kamu serius diterima di kantor papa? Kenapa kamu tidak pernah membicarakan apa pun tentang ini? Kamu benar-benar menyebalkan! Seharusnya sebagai teman kita saling terbuka."
Diana merasa kecolongan. Padahal dia dan Susan sangat dekat. Terdengar kekehan Susan di seberang sana.
"Iya. Aku minta maaf. Aku tidak ingin merepotkanmu. Lagipula aku ingin mencoba kemampuanku sendiri."
Susan berkata setelah berhasil meredakan tawanya.
"Ya ya, dan kau berhasil. Aku tahu kau pintar. Tidak heran HRD menerimamu. Jadi kapan kau mulai bekerja?"
"Senin depan. Kamu kapan berangkat ke US?"
"Lusa. Kau mau mengantarku ke bandara?"
"Untuk apa? Bukankah sudah ada Mas David dan bodyguardmu yang selalu di sampingmu?
"Yah, kau benar. Apa kau tahu kalau Rita juga akan ikut ke US?"
"Serius? Rita sungguh beruntung. Dan dia juga sangat keren dengan blazer dan celana hitamnya. Dia bahkan ikut menemanimu di US! Luar biasa!"
"Sudahlah, Susan. Kau tahu bagaimana papa bukan?"
"Iya, aku tahu. Tapi kau juga tahu kalau dia sangat menyayangimu dan Bela, adikmu."
"Iya, makanya aku tidak pernah membantah keputusan papa. Hei, bagaimaa kalau kita pergi makan? Mas David baru akan menemuiku nanti malam."
"Sepertinya ide yang bagus. Kita makan siang bersama ya?"
"Oke. Kita bertemu di cafe."
--
David sebenarnya sudah bekerja di perusahaan milik ayah Diana sejak dia lulus S1. Jauh sebelum dia mengenal Diana. Perusahaan itu bernama PT. Sawit Berkah Indonesia yang berlokasi di Surabaya.
Persahaan ini merupakan perusahaan besar penghasil sawit dan olahan sawit beserta turunannya. Johan sudah mempunyai banyak anak perusahaan untuk mengurusi perkebunan sawit, minyak mentah, minyak goreng, sabun sampai kosmetik, dan sebagainya.
Kinerja David yang kompeten sangat disukai Johan. David juga dikenal sebagai pegawai yang cerdas dan cekatan. Terlebih David memutuskan untuk kembali kuliah S2 di ITS. Itu menembah poin plus di mata Johan.
Tidak lama setelah itu, Diana mengenalkan David pada ayahnya. Johan tentu saja sangat senang. Dia merasa Diana tidak salah memilih teman. David kembali menambah poin dalam hati Johan. Karir David melesat cepat. Dan saat posisi general manager kosong, Johan langsung memutusan kalau David Iqbal Fauzi cocok menempati posisi itu. Dan sesuai saran Diana, Susan ditunjuk menjadi sekretaris David.
David merasa terbang. Dia mempunyai kekasih yang sangat cantik dan cerdas yang juga merupakan anak sulung dari milyarder Surabaya. David juga mempunyai pekerjaan yang bagus. Apa lagi yang dia inginkan?
Tapi sayang, ketika Diana memutuskan untuk kuliah di Amerika, David merasa kesepian. Diana dan David memang selalu rutin saling berhubungan lewat udara. Terkadang mereka video call atau skype. Tapi entah setan mana yang menghasut David hingga akhirnya dia dan Susan bertambah dekat setelah kesepian yang melanda selama berbulan-bulan.
--
Susan kembali menciumi d**a David tapi David menahan dengan tangannya.
"Sayang, kalau kita terus begini, aku akan terlambat ke bandara."
Susan mendongak menatap wajah David sambil megerucutkan bibir.
"Ini masih jam satu siang. Kenapa kau terburu-buru?"
"Jika kita melakukannya lagi, kita akan membutuhkan setidaknya 30 menit. Lalu mandi dan makan siang. Waktunya tidak akan cukup. Kita bisa melakukannya lagi kapan-kapan, oke?"
Susan menatap mata David. "Aku tidak tahu apa ini cinta tapi aku merasa sangat nyaman bersamamu dan aku tidak ingin berpisah."
David tersenyun menggenggam tangan Susan dan mengecupnya.
"Iya, aku tahu."
Susan lalu duduk di atas perut rata David.
"Kalau begitu izinkan aku memandikanmu, Tuan David yang terhormat," ucap Susan nakal sambil mengerlingkan mata dan menggigit tipis bibirnya.
"Kau! Dasar nakal!!"
Dengan sekali hentak, David berdiri dengan Susan berada di gendongannya. Susan menjerit kaget lalu tertawa karena ulah David. Dan bisa ditebak kalau mereka kembali melakukannya di kamar mandi.
Pukul tiga sore masih kurang 10 menit lagi. David sudah berada di bandara. Senyumnya tidak berhenti terkembang membayangkan bertemu kekasihnya. Sudah dua bulan mereka tidak bertemu. Waktu itu, David sengaja mengambil cuti untuk menemui Diana di Amerika.
Susan sudah kembali ke kantor mengerjakan tugasnya sebagai sekretaris David.
Sebuah jet pribadi berhasil mendarat dengan mulus. Pintunya dibuka perlahan oleh pramugari dan di sana tampak Diana muncul dengan sangat cantik.
Diana berjalan dengan sangat anggun. Dia mengenakan jeans panjang dipadukan dengan blus warna kuning lemon dengan satu kancing atas dibuka. Sebuah kacamata hitam Chanel menempel di hidung mulusnya. Rambutnya yang hitam dibiarkan tergerai. Sungguh Diana seperti model papan atas. Di belakangnya, Rita berjalan dengan membawa koper Diana.
David menyambut Diana dan memeluknya dengan erat.
"I miss you so much, Babe."
"I miss you too."
David mencium kening Diana, merasakan lembutnya rambut Diana. Parfum Victoria's Secret menguar menggelitik hidung David. David memejamkan mata menikmati wangi Diana.
"God! Kamu wangi dan cantik."
"Iya dong. Biar kamu makin cinta sama aku."
"Tentu saja. Tidak ada wanita mana pun yang bisa menandingimu. Ayo ke mobil."
Diana menggenggam erat jari David. Hmm, tangan ini selalu bisa menentramkan hatinya. Diana tersenyum dalam hati. Dia benar-benar mencintai David.
"Rita, bawa koperku ke rumah. Kamu naik mobil Pak Heru. Aku pulang dengan Mas David."
Rita mengangguk tanda mengerti. David membukakan pintu untuk Diana. Dia memutar dan duduk di kursi kemudi. Sedangkan Rita masuk ke mobil di sebelahnya yang disopiri Pak Heru, sopir rumah keluarga Johan.