“Ayo kita duduk, Rita. Sebentar lagi akan ada pertunjukan yang menarik.” Diana duduk di sofa lobi. Rita duduk di depannya. Mereka duduk dengan tenang. Sesekali Diana memainkan flashdisk Leo. Perkataan Leo tempo hari sukses menari-nari dalam benaknya. Tidak lama kemudian, terlihat seorang pria muda memasuki lobi hotel dengan tenang. Dengan langkah teratur, dia menuju lift dan menekan tombolnya. Semua perilaku pria itu terekam oleh mata Diana. Bibirnya tersungging senyum tipis menunggu adegan yang sebentar lagi muncul. Meski dadanya berdebar karena hatinya hancur, Diana tetap memasang senyum. Kalau dulu dia tersenyum tulus penuh kasih, maka sekarang hanya ada senyum ejekan dan sinis di wajahnya. Matanya sudah tidak setulus dulu. Dikhianati oleh dua orang yang disayangi membuat Diana melup