9

1004 Kata
Jordan mengelus dagunya yang dipenuhi dengan bulu-bulu hitam dan lebat sambil menatap Sean lekat-lekat membuat Sean menunduk takut, dia takut Jordan tidak percaya dengan ucapannya. “Kamu ingin mobil?” tanya Jordan kembali. Sean hanya mengangguk. “Baiklah, akan kita tukar mobil lama kamu dengan mobil terbaru, tapi dengan syarat kamu harus mengawal pengiriman 3 unit mobil keluaran terbaru sampai ke sini, sendiri!” ucap Jordan membuat Sean mengangguk paham. Sean menjalankan tugas yang diberikan oleh Bosnya, mengawal pengiriman 3 unit mobil mewah dengan harga triliunan dengan sangat hati-hati. Sean juga berhasil mengelabui polisi yang hendak memeriksa barang yang baru saja mendarat dengan kapal raksasa yang mereka tumpangi. Semua berjalan dengan lancar hingga Sean bisa membawa mobil tersebut ke hadapan Jordan. “Sangat luar biasa!” decak Jordan dengan kagum melihat hasil kerja Sean yang sangat sempurna. “Sebagai imbalannya, kamu bisa pilih salah satu dari 3 mobil tersebut,” ucap Jordan pada Sean membuat Sean shock. Dia tidak pernah membayangkan akan menaiki mobil semahal itu, untuk menyentuhnya saja dia masih belum bermimpi tinggi. “Tapi Bos, bagaimana dengan yang lain?” tanya Sean yang merasa tidak enak dengan anak buah Jordan yang sudah lama bekerja sama Jordan. “Lalu mau kamu apa? Kamu mau mobil ini di bagi sama rata?” tanya Jordan dengan tatapan tajam membuat Sean langsung menunduk hormat. “Maaf Bos,” ucap Sean yang sadar sudah keterlaluan sama Jordan. “Lakukan tugas yang aku perintahkan! Mobil kamu memiliki kecepatan rata-rata di atas mobil yang ada di sini, artinya, tugasmu juga makin berat!” lanjut Jordan. Sean hanya bisa mengangguk setuju tanpa bisa membantah, lagian selama ini tugasnya Sean juga sudah berat, jadi menurut Sean itu bukan hal yang memberatkan dengan hadiah mobil semewah yang dia dapatkan. Setelah berdiskusi panjang lebar dan memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Sean pamit keluar dengan alasan ingin memantau keadaan. ‘Aku harus menemui perempuan itu, tapi di mana ya?’ batin Sean sambil memakai kacamata phothocromicnya dan masuk ke dalam mobil mewahnya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menyusuri jalan pertama kali dia bertemu dengan Dinda. “Kenapa tidak ada tanda-tanda ada dia? Keluar tanya sama penjual di toko itu, nanti di kira aku mau ngapa-ngapain perempuan itu,” gumam Sean yang sedang memikirkan cara bagaimana bisa ketemu dengan Dinda. Sedang sibuknya Sean memikirkan bagaimana caranya, segerombolan anak-anak kecil dengan pakaian sopan mereka terlihat keluar dari dalam masjid, Sean sedikit menurunkan kaca mobilnya berharap mendapatkan sedikit informasi tentang perempuan yang dia cari tahu itu. “Aku tadi di suruh hafalan sama Ustazah Dinda, aku sudah bisa, Ustazah Dinda kasih aku nilai seratus, aku senang banget,” ucap anak perempuan yang terlihat berumur tujuh tahun itu bercerita pada temannya dengan penuh semangat. “Iya, Ustazah Dinda enak banget belajarnya, pas tidak masuk Ustazah Dinda, aku malas pergi ngaji, akhirnya sekarang Ustazah Dinda kembali lagi, aku jadi bersemangat lagi,” sambung temannya. Sean menaikkan kaca mobilnya dengan senyum sumringah karna mendapatkan informasi seperti yang dia mau. “Jadi perempuan itu guru ngaji?” batin Sean yang entah kenapa hatinya mulai ragu untuk menemui Dinda. Dia memutar arah mobilnya hendak pulang, tapi saat membelokkan setir mobilnya, matanya tidak sengaja menangkap sosok yang selama ini sangat dirindukan dalam diamnya. Sean memejamkan matanya kuat-kuat berusaha menjernihkan pikirannya, sungguh, Dinda bukan perempuan yang pantas untuk dia dekati. Sean melajukan mobil dengan cepat meninggalkan lokasi mesjid tersebut dengan hati yang di paksa untuk melupakan Dinda. Dia pulang ke markasnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang miliknya. “Tidak Sean, tidak! Kamu harus melupakan dia! Dia bukan tipemu! Dia bukan perempuan pilihan seperti yang kamu harapkan selama ini, perempuan yang sama pekerjaannya seperti kamu dan akan mendukung semua pekerjaan yang sedang kamu geluti ini! Bukan dia! Bukan dia! dia hanya akan menceramahimu siang dan malam jika kamu mendekati dia! Lupakan Sean, jangan gila!” ucap Sean pada dirinya sendiri agar dirinya sadar. Lelah bermain dengan perasaannya yang sedang menggila, akhirnya Sean tertidur, dan lagi-lagi dalam mimpinya pun wajah Dinda kembali hadir menyejukkan hatinya, menentramkan kalbunya, hingga dia terbangun dengan perasaan cinta yang kembali menggila untuk Dinda. ... Keesokan harinya. Tanpa sadar Sean membelokkan setir mobilnya menuju masjid tempat Dinda mengajar, dia memilih berhenti di luar pagar masjid sambil memantau jam keluar pengajiannya Dinda. Tidak berapa lama, Dinda terlihat keluar dengan beberapa orang muridnya menuju parkiran. Wajah teduh dan cantiknya Dinda membuat Sean benar-benar dimabukkan oleh perasaannya yang makin menggila untuk Dinda, hingga Sean tidak bisa melepaskan pandangannya dari Dinda hingga Dinda keluar dengan motornya dari pekarangan mesjid. Sean mengikuti Dinda sampai ke rumahnya Dinda dari belakang, Sean bahkan sempat geram sama pengguna jalan yang menyalip motornya Dinda yang membuat Dinda hampir saja kenapa-napa. Sean ingin mengejar pengguna mobil yang menyalip motornya Dinda, tapi dia takut kehilangan jejaknya Dinda, Sean ingin tahu banyak tantang Dinda. Sekilas Sean memang sudah tahu identitasnya Dinda karna diselidiki oleh Jordan, tapi Sean tidak mengetahui lebih detail, terutama masalah asmaranya Dinda, Sean benar-benar ingin menyelam dalam hidupnya Dinda secara perlahan, dia sudah tidak peduli dengan status yang disandang olehnya sekarang ini, biarlah waktu yang mengatur semuanya, Dinda yang akan mengikuti jejaknya atau malah dia yang akan mengikuti jejaknya Dinda. Dinda berhenti di depan sebuah rumah lumayan mewah, terlihat 2 unit mobil terparkir di garasi membuat Sean mengerutkan keningnya. “Kenapa dia malah lebih memilih bawa motor daripada mobil, padahal dengan pakai mobil dia bisa lebih terlindungi,” gerutu Sean berdecak kesal karna pilihan Dinda yang menurutnya sangat bodoh. Seorang perempuan paruh baya terlihat keluar dari dalam rumahnya Dinda, penampilannya sangat berbanding terbalik dengan Dinda, perempuan tersebut lebih terlihat glamour di usianya yang sudah senja. Dinda menyalami perempuan tersebut dengan penuh takzim. “Mama mau keluar?” tanya Dinda pada Helen, mamanya Dinda. “Iya, kamu baik-baik di rumah ya, mama ada keperluan sebentar, kamu kalau mau keluar pakai sopir saja, Mama tidak pakai sopir hari ini, Mama pergi sama teman-teman Mama,” jawab Helen sambil membenarkan letak kacamata hitamnya. “Iya Ma, Mama jangan pulang larut malam ya, Dinda khawatir sama Mama,” ucap Dinda. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN