Chapter 2 : Mimpi

2226 Kata
    Berkali-kali Tiffany melirik arlojinya yang menggulung ditangan. Sudah menunjukkan pukul tiga sore dan supirnya belum menjemputnya juga. Biasanya tidak telat seperti ini tetapi entahlah, mungkin sang supir sedang ada kerjaan mendadak.     Terik matahari membuat tubuh Tiffany mulai mengluarkan peluh, dia mengelap peluh dengan bahu kanan, dan meringis kepanasan.     Tin.     Suara klakson mobil menghampirinya dan keluarlah Pak Budi, membukakan pintu untuk mempersilkan Tiffany masuk. Tiffany tersenyum lega dan dia masuk ke dalam.     "Kenapa telat, Pak?" Tanyanya setelah Pak Budi mulai mengemudikan mobil.     "Maaf Non. Tadi saya di suruh jemput seseorang dulu, oleh Tuan," jawabnya patuh. Tiffany mengangguk mengerti.    Sampai di pekarangan rumah, Pak Budi membukakan pintu mobil dan Tiffany keluar.     Saat kakinya berjalan akan melewati sofa, dia di kejutkan oleh seorang wanita dan lelaki sedang duduk berdekatan. Tangan wanita itu mengalung di leher lelaki.     "Ehmm." Tiffany bedehem agar mereka memgalihkan padangan.     Keduanya menoleh. "Kenapa?" Tanya Raka.     "Mas, seharusnya kalian melakukan hal itu di kamar saja. Jangan di sini." Kata Tiffany, seolah tahu apa yang nanti akan dilakukan oleh mereka berdua.     "Sayang, kita ke kamar yuk?" Ajak Raka kepada wanitanya dan si wanita itu mengangguk antusias. Mereka benar-benar ke kamar sambil bergandengan mesra layaknya suami istri.     Tiffany merasa risih dengan suara-suara vulgar yang berasal dari kamar sebelah, kamar Raka. Tiffany selalu menutupi telinganya dengan bantal jika mendengar suara itu setiap Raka membawa p*****r-pelacurnya masuk ke kamar.     "Ya Tuhan...." Tiffany terisak.     Tiffany menghapus air matanya, dia tidak boleh menjadi wanita lemah. Tiffany harus kuat walau cobaan menghadangnya setiap saat.     "Tiffany... kamu harus sabar.... hufffhhhtt.."seberusaha mungkin ia tetap tenang. Sesekali menghela napas dan kembali menutup telinganya dengan bantal.     Raka keluar bersama wanitanya, mereka terlihat gembira."Aku sudah mengisi ATM kamu." Kata Raka.     Wanita itu mengangguk dalam senyum, "Thanks." Jawabnya dan memeluk pinggang Raka erat sambil menuruni anak tangga.     Wanita itu melambaikan tangan sebelum menjauh dari Raka.     Raka masuk dan berjalan menuju meja makan. Saat membuka tutup saji, matanya melotot memandang meja makan tidak ada sepiring makanan pun. Dia membuang tutup saji itu ke sembarang tempat dan berjalan cepat ke kamar Tiffany.     Raka mendobrak-dobrak pintu kamar Tifany yang terkunci, "Kalau kamu nggak buka pintunya. Akan aku ceraikan kamu." Ancamnya.     Tiffany terpaksa membukakan pintunya dengan mata yang masih sembab karena isakannya tadi.     "Buatkan aku makan!" Ketus Raka. Tiffany mengangguk.     Kakinya berlalu meninggalkan Raka. Tiffany akan membuatkan makan malam untuk Raka, karena dirinya sudah berjanji, akan selalu memasakkan makanan untuk suaminya.     Raka terduduk manis menunggu Tiffany selesai masak."Kamu bisa cepat apa nggak sih! Kalau nggak bisa masak mending panggil Maid buat makanan untukku." Gerutu Raka.     "Sabar." Sahut Tiffany tanpa menoleh.     Setelah bermenit-menit menunggu masakan dari Tiffany, akhirnya Raka bisa melihat hasilnya. Sebuah sup ayam dan telur ceplok kesukaanya.     "Ngapain duduk? Sana pergi." Usir Raka sambil tangannya mengambil sup ayam.     Tiffany mengangkat kepalanya. "Aku mau makan."     "Nanti, setelah aku selesai makan. Cepat sana pergi. Sebelum aku menyiram sup ini ke wajah kamu."     Tiffany berdiri dan berjalan meninggalkan Raka yang asik menyantap masakannya.     Raka terlihat menikmati makanan yang dibuat oleh istrinya.     Diam-diam Tiffany melongok Raka yang sedang mengangguk- angguk sambil mengunyah, Tiffany bersembunyi dibalik dinding dan sesekali senyumnya mengembang saat Raka memakan masakannya dengan lahap.     "Kamu nggak usah sembunyi. Pergi sekarang atau aku bakalan beneran nyiram kamu." Ucap Raka tanpa menoleh ke tempat persembunyian Tiffany.     Tiffany tersentak dan langsung berlari.     Selesai makan, Raka masuk ke ruang kerjanya, untuk menyelesaikan pekerjaan yang waktu pagi sempat tinggalkan karena malas bekerja.     Tiffany melihat Raka sudah masuk ke ruang kerja. Kakinya berlari kecil ke meja makan. Perutnya sudah tak kuasa menahan lapar, cacing yang selalu dia pelihara dalam perut mulai bersenandung meminta jatah makan malam. Ia duduk di kursi meja makan dan langsung membalikkan piring saji lalu mengambil makanan untuk di makan.     "Kenyang.."  Ucapnya selesai menghabiskan makanan.     Dia mengambil sebuah cangkir dan membuatkan secangkir teh hangat untuk Raka. Kemungkinan besar Raka tidak akan menerima teh itu, tapi apa salahnya jika Tiffany mencoba?     Seulas senyum Tiffany keluarkan saat teh buatannya sudah siap di antarkan ke ruang kerja Raka. Menetralkan debar jantungnya, lalu mulai mengetuk pintu ruang kerja Raka.     Seseorang di dalam menyahut, "Masuk."     Raka menoleh saat pintu terbuka dan melihat Tiffany. "Ngapain kamu masuk? Siapa yang nyuruh?" Bentaknya.     "Bukannya Mas tadi udah ngizinin aku buat masuk? Ini tehnya. Selamat menikmati." Ucap Tiffany dan langsung pergikala menyadari kedua mataRaka sudah melotot tajam,tak lupa ia menutup pintunya kembali. ****     Pagi yang cerah menghampiri kehidupan Tiffany, si istri malang. Wanita itu menguap dan menggeliat. Sesekali mendesah dan meggertakkan tubuhnya agar tidak mengantuk.     Seperti biasa, sebelum membuatkan sarapan untuk Raka dan berangkat ke kampus, Tiffany melakukan ritual paginya terlebih dahulu, yaitu mandi.     Begitu keluar dari kamar, tubuhnya sudah terasa fresh dan siap untuk membuatkan sarapan untuk suaminya. Kakinya melangkah menuju dapur.     Berkali kali Tiffany mengetuk pintu kamar Raka tapi belum ada jawaban dari dalam. Tiffany memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Raka tanpa izin. Setelah di buka, matanya belum juga melihat diri Raka.     Tiffany berjalan ke kamar mandi, sama saja tidak ada.     "Apa dia masih di ruang kerja?" Tebaknya dan langsung turun untuk mengecek Raka di ruang kerja.     Tiffany melihat raka sedang tertidur pulas di meja kerja. Kakinya melangkah mendekat ke Raka dan mengelus rambat hitam Raka dengan lembut. Baru kali ini dia bisa menyentuh suaminya, selama satu tahun usia pernikahan.     Tiffany tercengang saat kepala Raka bergerak sedikit. "Aku sayang dan cinta sama kamu, Mas. Aku akan selalu ada  untukmu walaupun bagi kamu, aku hanya-lah bayang-bayang semu." Katanya masih dengan mengelus rambut Raka.     "Laura... Laura..." Raka bergumam menyebut nama Laura, mantannya.     "Aku Laura, aku disini. Disamping kamu." Sahut Tiffany.     Raka meraih tangan Tiffany yang sedang mengelus rambutnya, mengarahkan tangan Tiffany untuk menyentuh dadanya. Matanya masih terpejam.     "Laura.. aku sayang sama kamu laura. Aku akan menikahimu dan kita hidup bahagia bersama. Aku akan membenci orang yang pernah menyakitimu." Raka bergumam lagi.     Tiffany tersenyum dan tak terasa, pipinya sudah di banjiri oleh air mata, "Aku disini." Katanya, menahan isakan yang hampir meledak.     Ternyata selama setahun ini kau masih belum bisa menghilangkan nama Laura di pikiranmu. Kamu lelaki yang sangat setia, aku mengagumimu walau itu menyakiti hatiku. Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan hatimu. aku milikmu dan kamu milikku seutuhnya. Tiffany membatin.     Ia melepas genggaman Raka, menghapus air matanya sebelum dirinya membangunkan Raka.     "Mas.. bangun.... Mas.... udah pagi....." Ujar Tiffany seraya menghapus air mata sebelum Raka membuka matanya.    Raka mengangkat kepalanya, merasa terganggu dengan suara Tiffany. Lelaki itu mengerjapkan kedua matanya dan menatap malas ke arah Tiffany.     "Ganggu saja!" Tukasnya lalu berdiri dan pergi meninggalkan Tiffany     Bukannya kesal, Tiffany malah tersenyum. Dia bisa tersenyum karena pikiranya mulai memutar momen saat Raka mengiring tangan Tiffany untuk menyentuh dadanya.     Mata Tiffany tertuju pada cangkir berisi teh yang selamam dirinya antarkan untuk Raka. terlihat tehnya masih utuh belum di minum sedikitpun. Tapi itu tidak memudarkan senyum Tiffany. Di mengambilnya cangkir itu lalu memindahkan ke wastafel.     Tiffany melihat Raka sedang meminum susu."Semalam kamu mimpiin aku yah?" Tanyanya sambil meletakan cangkir di wastafel.     Raka tersentak mendengar pertanyaan Tiffny, hingga susunya hampir tumpah keseluruh bajunya. Raka meletakan gelas dan menatap tanjam Tiffany.     "Pertanyaan yang sangat bodoh. Kamu nggak akan pernah ada di mimpiku!" Katanya dan berjalan meninggalkan Tiffany.     Tiffany tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia mengaduk jus alpukat yang sepertinya sangat tidak minat untuk di minum. Saat ini Tiffany sedang di kantin sendirian. Ofi dan Eva sedang ada kelas pagi dan dirinya mendapat kelas agak siang.     "Ehmm.." suara deheman menghampiri keheningan Tiffany. Dia di kejutkan oleh kedatangan Dika.     "Eh," pekiknya.     "Boleh duduk?" Tiffany mengangguk dan Dika duduk di sebelah Tiffany.     "Sudah mendingan, badannya?" Tanya Dika dan di balas anggukan oleh Tiffany.     "Saya boleh tanya?" Lanjut Dika.     Tiffant menoleh."Dari tadi bapak nanya tanpa seizin saya." Akhirnya Tiffany berbicara.     Dika terkekeh dan jeda beberapa detik, wajahnya kembali serius. "Tiffany, sebelumnya saya mau minta maaf. Tiffany, apa kamu... kamuu.. sudah mempunyai kekasih?" Tanyanya membuat tubuh Tiffany menegang dan mulai pucat     Bingung akan menjawab apa, Tiffany tidak mungkin menjawab belum dan dia juga tidak mungkin menjawab sudah. Semua serba salah bagi Tiffany.     Tidak mungkin juga jika Tiffany menjawab 'sudah' dan semua rahasianya akan terbongkar bergitu saja.     "Kamu.. kamu.. kenapa?" Dika kaget melihat tubuh Tiffany yang terlihat bergetar.     "Emm.. emmh.. ah.. tidak apa apa." Jawabnya tergesa-gesa.     Dika menghela napas. "Gimana? Kamu sudah punya kekasih atau belum?"     "Maaf Pak. Saya ke toilet dulu. Sakit perut Pak." Tiffany segera berlari menjauh dari dika yang mulai kebingungan melihat tingkahnya.     Sebenarnya Tiffany tidak sakit perut, melainkan sakit hati mendengar pertanyaan Dika tadi. Tiffany sudah mempunyai suami, bukan kekasih lagi. Tapi suaminya tidak menganggap dirinya sebagai istri.Ia terisak di dalam toilet kampus. Ditatapnya  wajah penuh air mata ini di cermin, membuka keran di wastafel dan mulai membasahi wajah dengan air agar pikirannya jernih lagi dan tangisnya berhenti.     Setelah merasa tenang, dia melangkah menuju kelas karena ini sudah jam delapan dan waktunya masuk ke kelas untuk bimbingan dengan dosennya. Kali ini bukan Dosen Dika yang mengajar, melainkan Pak Arman, Dosen tua dan menyeramkan tapi baik hatinya dan ramah pula orangnya. ****     Di kantor, Raka disibukkan oleh tumpukan berkas yang harus dirinya baca dan pahami. Dia meraih telepon kantor dan mendekatkan ke telinga."Tolong buatkan kopi untuk saya dan antar kedalam." Ucapnya ke seseorang. Mungkin seorang OB.     Beberapa menit kemudian, Seorang OB di kantornya membuka pintu dan tangannya membawa nampan yang berisi pesanan Raka.     "Ini kopinya, Pak." Raka mengangguk dan OB tersebut meletakan cangkirnya lalu keluar dari ruangan tuannya.     Raka meraih secangkir kopi yang tadi di buatkan oleh OB, dia meneguk dengan nikmat dan meletakan lagi di meja.     Setelah pekerjaannya selesai sebagian, Raka memilih keluar dari kantor, menuju Kafe yang agak dekat dengan kantornya untuk makan siang. Karena ini sudah waktunya makan siang. Raka mengajak sahabat wanitanya untuk menemani makan.     Sampai di Caffe, mata hitamnya menemukan sosok yang dicari. Raka melambaikan tangan agar wanita yang duduk disana menoleh kearahnya. Wanita itu membalas lambaian tangan Raka. Raka langsung berjalan mendekat ke tempat duduk wanita itu.     "Hai.. Ratu.." Sapa Raka sambil cipika-cipiki dengan wanita yang di panggilnya Ratu.     Ya, namanya Ratu Airansyah, seorang Disainer terkenal yang kemarin baru pulang dari Jepang untuk memperkenalkan model-model terkininya.     "Iya. Mm... kok nggak ngajak istri sih?" Tanya Ratu agak sebal.     Raka menggeleng. "Lagi kuliah." Jawabnya jujur, Tiffany memang sedang kuliah. Raka tak berani untuk membohongi sahabatnya yang sudah dirinya anggap sebagai adik sendiri. Ratu memang sangat dekat dengan Raka.     Ratu mengangguk mengerti."Padalah aku pengin banget ketemu sama Tiffany... Waktu kalian nikah kan aku nggak datang dan waktu pulang tahun lalu aku juga nggak bisa ketemu sama istri kamu. Aku penasaran banget sama wajahnya. Pasti dia cantik."     Raka tersenyum. Dalam hati Raka ingin membekap mulut Ratu yang selalu memuji musuhnya, padahal Ratu belum melihat wajah Tiffany tetapi sudah memuji berlebihan."Kamu udah pesan?"     Ratu mengangguk. "Aku udah pesan. Nasi bebek kan? Aku udah pesan dua. Untukmu satu."     "Cerdas." Kata Raka dan mereka tertawa lepas.****     Tiffany keluar dari kelas sambil membawa buku di tangan kanan. Di parkiran sudah ada yang menunggu untuk mengantarnya pulang, yaitu Pak Budi.     Sampai di rumah, Tiffany nampak berbinar-binar. Dia berjalan memasuki kamar untuk berganti baju dan meletakan tasnya di meja. Dia keluar dari kamar dan duduk di sofa. Tangannya meraih ponsel yang terletak di saku jeansnya. Ia mengirimkan satu pesan untuk suaminya.     Me :     I LOVE YOU     Sebuah tulisan yang artinya Tifany mengutarakan perasaanya kepada Raka. Tak lama kemudian ponsel Tiffany berbunyi dan dia langsung meraih ponselnya dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.     Mas Raka :     Big no!     Tiffany tertawa setelah selesai membaca balasan dari Raka. Tiffany tak berniat membalasnya lagi, karena sebenarnya tadi dia mengirim pesan hanya untuk iseng saja dan karena tidak ada kegiatan pula.     Di letakan ponselnya lalu kakinya mulau berselonjor di atas sofa dan matanya sedikit demi sedikit terpejam.     Satu jam kemudian.     Suara derapan sepatu mulai bergema di dalam rumah. Tapi itu tidak membuat Tiffany terbangun, dia hanya mendesah dan tidur nyenyak lagi.     Saat Raka hendak melewati sofa itu, matanya menangkap wajah seseorang yang dirinya benci sampai saat ini. Kakinya mundur satu langkah lalu menoleh. Di lihatnya, Tiffany yang sedang tidur.     Raka berjongkok tepat di hadapan wajah Tiffany. Dia menatap manik mata Tiffany dengan lekat.     Aku membencimu,     Tapi kamu tak membenciku,     Aku tidak mencintaimu,     Tapi kamu mencitaiku,     Aku tidak akan memaafkanmu,     Tapi kamu selalu berbuat baik kepadaku,     Aku akan membunuhmu,     Tapi kamu tidak mempunyai keinginan untun membunuhku. Raka membatin.     Tangannya mulai terulur untuk mengelus pipi lembut istrinya, tapi tidak jadi. Fikirannya seketika menjadi berubah, di pikirannya hanya ada Laura."Sial!" Umpatnya lalu berdiri dan berlalu meninggalkan Tiffany.     Raka keluar lagi dari kamar, lelaki itu memakai pakaian biasa hanya, T-shirt lengan pendek dan celana jeans.     "Maid, tolong buatkan makan untukku dan perintahkan Maid lain untuk membangunkan istri saya." Ucap Raka, seolah tak mau untuk mengucapkan nama istrinya.     Maid  itu mengangguk patuh.     "Nona.... bangun.... Tuan memerintahkan anda untuk makan bersama." Ucap Maid membangunkan Tiffany.     Tiffany menggeliat dan mendesah, matanya mulai mengerjap beberapa kali, "Kamu nggak salah bicara kan?" Tanyanya mengambil posisi duduk.     Maid  mengangguk.     Tiffany berjalan gontai menuju meja makan, di lihatnya Raka sedang menikmati makan. Tiffany mendekat dan saat dirinya hendak duduk, Raka melotot.     "Ngapain? Sana pergi!" Tukas Raka.     "Tapi, itu tadi kata Maid aku di suruh makan siang sama kamu."     "Mimpi saja kamu. Mustahil, kalau aku makan sama kamu."     Tiffany mengerucutkan bibirnya dan meninggalkan Raka. Di perjalanan menuju kamar, ia terus menggerutu tak jelas."Kemarin lusa juga kita makan sama-sama! masa nggak inget sih?! Huh, dasar pikun..." Katanya sambil terus melangkah ke atas menuju kamar.     Sampai dikamar, tangannya meraih laptop dan duduk diatas kasur, mulai mengerjakan tugas mata kuliah.Ia baru sadar bahwa ada tugas yang belum ia kerjakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN