Di ranjang queen Zize, seorang gadis menggigil hebat. Peluh sebesar biji jagung membasahi pelipisnya. Ia merintih kesakitan memegang perutnya.
"Haidar, tolong ambilkan kakak air hangat!" ucapnya lirih, meminta adiknya untuk beranjak. Namun, dengan gaya tak tau dosanya, Haidar menggelengkan kepala nya. Dengan masih asyik dengan PS nya. Rara meringis. Perutnya terasa sangat sakit. Kalau biasanya, ia masih bisa menahan. Untuk kali ini, rasanya ia sudah tak sanggup. Sudah beberapa kali, ia mencoba bangun. Tapi, nyeri di perutnya membuat ia berbaring lagi. Ia sudah mencoba berguling ke kanan kiri bermaksud meredakan nyeri. Tapi nyatanya nihil. Rara hanya bisa menangis dan memejamkan matanya.
Husen mengucek matanya yang mengantuk. Melihat jam, ini sudah hampir tengah malam. Siapa yang berani-beraninya mengganggu tidur nyenyaknya dengan telfon malam-malam begini. Husen bersumpah akan menendang orang itu.
"Ada apa?" ketus Husein tanpa melihat nama orang yang menelfon.
"Ka ... kak ..." rintih seseorang di sebrang sana. Husein menjauhkan hp nya. Memastikan suara Rara yang berada di sebrang.
"Kak ... to ... long Rara ..." ucap Rara terbata.
"Rara ada apa? jangan bikin kaka khawatir." Husein bangun dari tempat tidurnya. Panik menyelimuti dirinya saat ini.
"Sakit kak!" isak Rara.
"Ku mohon bertahanlah sebentar. Kakak akan ke sana!" tanpa pikir panjang, Husein meraih kunci mobilnya. Bergegas menuju kediaman Rara. Ia tak tau apa yang terjadi. Ia hanya mendengar rintih kesakitan yang terucap di bibir Rara.
Helda membukakan pintu untuk Husein. Ia mengerutkan dahi bingung, melihat Husein yang malam-malam berkunjung ke rumahnya.
"Maaf tan, malam malam kesini. Tadi saya dapat telfon dari Rara kalau dia sakit." ucap Husein dengan sopan. Dapat dilihat Husein, ada gurat kaget di wajah Helda. Helda tersenyum paksa sebelum mempersilahkan Husen masuk.
Husein membuka pintu kamar Rara dengan cepat. Di sana, ia melihat Rara yang terbaring dengan merintih kesakitan. "Kak Husein sakit!" lirih Rara terisak. Husein mendekati Rara. Mengusap peluh yang membanjiri wajah gadis itu. Rara tertidur, tapi masih memanggil manggil namanya. Bolehkan Husein berbangga diri? dalam tidur pun, yang Rara ingat hanya dirinya. Itulah tujuannya yang sebenarnya. Membuat Rara bergantung hanya padanya. Husein mengusap bibirnya dengan tersenyum tipis. Rara mengharapkan dirinya.
"Kakak cepat kesini kak!" dalam tidurnya, Rara masih mengigau memanggil Husein. Husein mengusap kening Rara. Hawa panas langsung di rasa telapak tangan Husein. Berbekal peralatan medis yang sengaja ia bawa. Ia memeriksa tubuh Rara. Meskipun Husein masih mahasiswa. Ia sudah mahasiswa tingkat akhir yang sudah pernah koas dan tinggal menyusun skripsi. Ia sudah pernah menangani orang sakit.
Husein menggeram rendah menahan amarah. Maag yang di derita Rara sudah parah. Dimana perhatian keluarganya hingga Rara yang kesakitan tidak ada yang peduli. Husein menggendong tubuh Rara dengan enteng, setelah ia pakaikan hijab instan yang tergeletak di samping gadis itu. Husein juga memakaikan jaket pada Rara walau sedikit kesusahan. Ia akan membawa Rara ke Rumah sakit. Husein sangat tidak rela ada yang melihat keindahan tubuh Rara, gadisnya. Tubuh gadis itu sangat lemah. Tanpa sadar, Rara menelusupkan kepalanya di d**a bidang Husein. Dalam lelapnya, Rara menitihkan air matanya begitu deras.
"Mama jahat!" isak Rara.
Hati Husein bagai tercubit. Saat Husein pamit pada Mama dan Papa Rara untuk membawa Rara ke rumahsakit. Mereka hanya menampilkan wajah khawatir tanpa mau tau selebihnya.
Husein jadi curiga. Sebenarnya ia hidup di dunia nyata apa di dunia sinetron yang ada adzab nya. Ia baru menemui orang tua jahat di dunia nyata, ya orang tua Rara. Bagaimana bisa orang tua kandung sama sekali tak peduli pada anak gadisnya yang sakit parah.
Atau mungkin, Rara harus mati dulu agar orang tuanya menyesal? kadang, manusia akan tampak berarti saat sudah tiada. Husein menggelengkan kepalanya. Mengenyahkan pikirannya yang makin kemana mana. Husein mengendarai mobilnya dengan kencang. Tak lupa ia masih memegang haluan agar tak jadi celaka. Rara masih merintih dalam tidurnya.
Setelah sampai Rumah sakit, Rara segera diberikan penanganan. Husein mengurus administrasi dan memberikan kamar inap VIP. Mumpung duit Husein masih banyak. Kalau kurang minta lagi sama Papanya.
*****
"Mah, aku mau nikah secepatnya!" ucap Husein dengan mama nya lewat telfon. Saat ini Husein tengah berada di ruangan Rara. Sambil menjaga gadis itu, ia menelfon Mamanya untuk mengutarakan niat baiknya.
"Jadi sama Azizah?"
"Iya mah. Aku udah siap memikul tanggung jawab itu." ucap Husen tegas.
"Mama tergantung kamu nak. Kalau kamu udah siap mama juga siap kamu ajak lamar Azizah ke papanya." jawab Erlinda lembut.
Rara memandang punggung Husein dengan sendu. Tadi, sebelum mendengar percakapan Husein. Rara sudah ingin berjingkrak senang karena mengetahui Husein lah yang membawanya ke rumahsakit.Tapi, Rara sekarang mendengar kalau Husein akan menikah. Rara mendongakkan kepalanya. Menghalau air mata yang mendesak akan keluar.
"Kamu udah bangun?" tanya Husein basa-basi. Ia mengecek tekanan darah dan juga suhu tubuh Rara.
"Masih ada yang sakit?" Rara menggelengkan kepalanya pelan.
"Jangan bohong. Perut kamu masih sakit kan? kakak itu calon dokter, mana bisa kamu kibulin." cibir Husein. Rara mencebikkan bibirnya.
"Jangan pasang ekspresi gitu. Udah jelek tambah jelek."
Bugh!
"Kaka jahat ih!" kesal Rara memukul lengan Husen.
"Sakit nih. Itu tangan kamu cuma tulang gak ada dagingnya ya. Sampe mukul sakit gitu."
"Heh enak aja. Aku gak cungkring tau." sewot Rara.
"Siapa yang bilang kamu cungkring? kamu merasa ya? hahaha .." Husein tertawa ngakak melihat ekspresi Rara.
"Jangan ledekin. Kaka pergi aja sana!" kesal Rara.
"Dasar gak tau terimakasih. Udah di tolongin malah ngusir." ucap Husein
"Makasih. Dasar pamrih." ketus Rara. Husein mengerutkan alisnya. Dari tadi Rara marah-marah padanya. Apa dia lagi hamil anaknya? Husein terkikik geli membayangkan anak-anak yang ucul yang akan mengganggu dirinya. 'Bismillah Ya Allah, hamba pengen cepet nikah, biar cepet gol bikin anaknya. batin Husen tersenyum sendiri.
"Dasar gila. Senyum-senyum sendiri, Stress." ketus Rara lagi.
"Kamu ngapain sih dari tadi marah-marah mulu?"
"Udah kakak pergi aja. Di tungguin sama Azizah Azizah itu. Calon istri kakak." Rara memalingkan wajahnya. Hatinya sakit menyebut nama Azizah calon istri Husein.
Husein mengerutkan dahinya, sebelum tersenyum penuh kemenangan. Ternyata Rara cemburu. Pada Azizah? bukannya Azizah itu Rara? Rara Azizah. Husein menahan tawanya yang hampir meledak. Sedangkan Rara masih setia memalingkan wajahnya.
"Dasar. Punya calon istri Oon nya kebangetan." cetus Husen.
Selama Rara sakit, Husein lah yang mengurus gadis itu. Ia juga membelikan pakaian ganti untuk Rara karena malas mengambil ke rumah gadis yang tak dianggap itu. Wanita mana yang tak baper kalau di perlakukan dengan perhatian penuh. Rara sungguh baper dengan Husein. Husein menyuapinya, mengelap wajahnya, dan selalu memberikan perhatian-perhatian lebih.
Dalam hati Rara masih ragu. Husein ini ingin menikah dengan siapa? Kalau Husein ingin menikah dengan orang lain. Lalu kenapa masih perhatian padanya. Rara tak mau memakan harapan yang palsu.
Kelemahan wanita memang ada pada hati. Dikit-dikit baperan. Karena wanita adalah calon ibu yang kodratnya memiliki hati lembut yang mudah berperasaan. Hanya saja laki-laki hobby memberi harapan kemudian meninggalkan. Apalagi di jaman sekarang. Lagi booming-boomingnya meninggalkan pas lagi sayang-sayangnya. Laki-laki tidak punya ahlak.