Bab 3

1643 Kata
Aku tertunduk malu sambil berlari meninggalkan pekarangan sekolah, semua mata memandangku dan tidak berhenti menertawakan kebodohan yang tanpa sengaja aku pertunjukkan siang tadi saat pelajaran Biologi, dengan langkah secepat kilat aku langsung mencari mobil yang biasa digunakan Kak Biyan menjemputku, pokoknya aku harus sesegera mungkin kabur dari sekolah, malunya itu loh. Sialnya mobil yang seharusnya sudah menungguku tidak nampak terparkir di ujung jalan seperti biasa, yang aku lihat hanya ada motor yang lumayan butut terparkir di tempat itu. "Aisha," suara bariton milik kak Biyan membuatku menoleh kebelakang, aku tersenyum sambil melambaikan tangan. Senyum merekah untuk pertama kalinya ketika kak Biyan menjemputku, selama ini aku selalu menunjukkan wajah jutek, bête dan kesal jika kak Biyan datang menjemputku. "Bei...kak," aku berniat memanggil beib atau babe namun aku urungkan ketika melihat duo penyihir dengan centilnya keluar dari gerbang sekolah, dengan cepat aku menyambar tangan kak Biyan dan membawanya bersembunyi supaya duo penyihir itu tidak melihat kak Biyan bersamaku, bisa gagal rencana kencanku jika mereka melihat kak Biyan, secara mereka itu fans garis berat atau sasaengnya kak Biyan dan tidak akan mudah untuk bisa lolos dari gangguan mereka. Kak Biyan berusaha melepaskan peganganku tapi aku kembali menahan tangannya. "Stttt diam kak," kataku dengan pelan sambil mengarahkan jariku kebibirnya, Kak Biyan nurut walau terlihat salah tingkah saat melihatku memandang bibirnya yang sedikit kemerahan itu dan setelah duo penyihir itu meninggalkan sekolah barulah kami keluar dari semak-semak tempat aku bersembunyi dengan Kak Biyan. "fiuhhhh," kataku dengan lega sambil memandang kak Biyan yang terlihat menggaruk kaki serta tangannya, "mobilnya mana kak?" tanyaku lagi, bukannya menjawab pertanyaanku tapi Kak Biyan semakin getol menggaruk seluruh badannya. "Badan kakak gatal banget Ai, kamu sih pakai acara sembunyi di semak, pasti di sana banyak ilalangnya, kamu taukan kakak alergi ilalang," mataku melihat seluruh tubuh kak Biyan memerah dan bentol-bentol, aku menggigit bibir karena kebodohanku dan teringat kalo kak Biyan alergi ilalang dan bodohnya aku menariknya masuk kedalam semak yang penuh ilalang. "Ya ampun... maafin Ai kak, gatel ya kak... mau Ai garukkan, di mana di mana di mana," aku berusaha membantunya tapi kak Biyan menepis tanganku yang sibuk membantunya, eh salah sibuk menyentuh tubuhnya hihihi kesempatan dalam kesempitan, "ya sudah kita ke rumah sakit saja," aku mulai merogoh sakunya untuk mencari kunci mobil, tapi yang aku temukan kunci motor. "Loh kakak jemput aku pakai motor? Motornya mana?" Tanyaku, kak Biyan menunjuk motor butut yang tadi aku lihat, ya elah katanya mau ajak aku kencan tapi kok nggak modal banget. Mobil ada dan bebas mau pakai yang mana, tapi kok malah milih bawa motor, butut pula. Beuh jangan bilang nasib percintaanku bakalan sama dengan nasib percintaan Mommy yang menikah dengan manusia kulkas, pokoknya aku nggak mau punya suami dingin seperti Daddy, ceile sehari ini otakku terkontaminasi dengan yang namanya pernikahan padahal umurku saja baru 16 tahun. "Ai, gatelllll banget buruan bawa kakak ke rumah sakit ahhhh," aku membuyarkan lamunan jorokku dan melihat wajah kak Biyan berubah membengkak dan memerah, pokoknya wajah Kak Biyan sangat sangat menyedihkan, aku langsung berlari menuju motor itu dan bergegas membawa kak Biyan menuju rumah sakit, kali ini aku yang membawa motor butur itu dan kak Biyan duduk dibelakang, walau kencan pertamaku gagal tapi ada kenangan yang tidak akan pernah bisa aku lupakan yaitu kak Biyan memeluk pinggangku dan menyandarkan kepalanya dipunggungku. "Sabar kak, sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit," ujarku, Kak Biyan tidak membalas, dan karena takut kenapa-napa aku langsung menanjap gas walau tetap saja motor butut ini jalannya seperti keong. Saking kesalnya aku berjanji akan menyingkirkan motor ini dari hidup Kak Biyan. Kencan pertama yang aku bayangkan penuh dengan keromantisan ternyata gagal total dan berakhir dirawatnya Kak Biyan selama beberapa hari di rumah sakit karena alerginya lumayan parah dan jika aku terlambat membawanya bisa-bisa Kak Biyan terancam nyawanya, untung saja otakku berjalan dengan cepat atau bisa-bisa aku jadi janda sebelum kawin, eh nikah. Seperti orang-orang bilang pasti ada suatu kebaikan saat musibah datang, alergi itu membuat Daddy terpaksa menunda kepergian Kak Biyan ke Jerman hingga kondisinya membaik, dan waktuku bersama kak Biyan sebelum berpisah sedikit bertambah. Terkadang ide gila mampir di kepalaku seperti mengambil lagi ilalang agar alerginya kambuh lagi, dan Daddy bisa membatalkan niatnya mengirim Kak Biyan ke Jerman, tapi melihatnya tidur sambil mengerang kesakitan saja rasanya hatiku seperti tersayat sembilu, dan tidak mungkin aku bersikap egois dengan menambah penderitaan Kak Biyan demi kesenanganku. **** Aku mengintip dari dalam ruang rawat kak Biyan untuk memastikan Mommy, Daddy serta Ocean benar-benar sudah meninggalkan rumah sakit, malam ini Daddy memintaku menjaga kak Biyan karena kondisi Mommy sedikit menurun akibat diare yang dideritanya, dan seperti biasa aku terpaksa menunjukkan ketidakpedulianku dengan menggerutu agar Daddy tidak sadar jika aku sangat sangat bahagia disuruh menjaga kak Biyan. Setelah yakin aku langsung menghambur kepelukan kak Biyan, dan menangis melihat kulitnya yang putih bersih berubah penuh bentolan dan merah-merah, Kak Biyan menangkup wajahku dan menghapus airmata yang mulai berjatuhan karena merasa bersalah akulah penyebab semua ini terjadi. "Kakak nggak apa-apa kok Ai, jangan nangis lagi," ujarnya lirih sambil menahan diri agar tidak menggaruk bentol-bentol itu. "Iya tapi tetap saja semua ini gara-gara Ai, maafin Ai ya kak... Ai memang pacar yang nggak becus, baru pacaran saja kakak sudah menderita seperti ini," tangisku kembali pecah, Kak Biyan berusaha untuk bangun dari tidurnya dan memelukku seperti biasa jika aku sedih saat kami masih kecil. "Cup cup cup anak baik nggak boleh nangis, ini hanya ujian awal kok... kita harus kuat atau kamu mau kita akhiri sampai disini saja?" mendengar ucapannya aku langsung melepaskan pelukannya dan mengeram dengan kesal. "WHAT! KAKAK MAU PUTUS? WAH ENAK BANGET YA, SUDAH BUAT AKU JATUH CINTA TERUS MAIN BUANG GITU AJA, NO NO NO WAY!... PFTTTT," suaraku menggelegar, mungkin perawat yang sedang bertugas bisa mendengar teriakannya andai kak Biyan tidak menutup mulutku dengan tangannya. Aku memilih menutup mulut setelah kak Biyan memberi kode agar aku tidak terlalu berisik. "Hahaha Aisha Aisha, ini nih yang selalu membuat kakak tidak bisa marah sama kamu, walau sikap kamu masih kekanakan, tapi yah kakak harus terima nasib juga siapa suruh pacaran dengan ABG labil seperti kamu, seharusnya kakak sabar menunggu sampai kamu dewasa agar kejadian seperti tadi tidak terulang lagi," ish aku paling benci dibilang ABG labil, memang umurku baru 16 tahun tapi aku sudah mentruasi, payudaraku juga udah tumbuh bahkan ukurannya 34B, pokoknya aku siap lahir batin jika dinikahi kak Biyan hari ini juga, astaga nikah lagikan! Aku melihat kak Biyan berusaha menjangkau gelas berisi air putih, dengan sigap aku membantunya mengambil gelas berisi air putih "Kak, aku mau kita nikah setelah aku tamat sekolah" Uhuk uhuk uhuk Kak Biyan yang sedang minum langsung terbatuk-batuk dan menyemburkan air hingga membasahi baju sekolahku yang belum sempat aku ganti. "Lebih baik kamu pulang Ai, otak kamu konslet jika terus disini bersama kakak, bahas nikah segala... kamu itu masih kecil..." aku langsung membumkam mulut kak Biyan yang bawel dengan ciuman singkat, aku sudah bilang paling tidak suka jika ia membahas umur diantara kami, memangnya salah jika aku sudah berangan-angan demi masa depan kami, nggakkan?. "Pulang Ai, kakak takut kamu semakin beringas..." "Yailah kak aku tau kok apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, tadi itu ciuman agar kakak tidak ngomelin aku lagi." "Tapi tetap saja, anak gadis itu nggak boleh agresif... kamu membuat harga diri kakak terinjak-injak, kakak itu maunya kamu nurut, nerimo atau apalah bukan agresif seperti tadi dan menunggu saat yang tepat untuk kita bisa melangkah seperti tadi tapi bukan hari ini." "Ah kelamaan kak, lagian wajar kok kalo pasangan kekasih ciuman... just a kiss no s*x before marriage," kataku dengan tegas, Kak Biyan akhirnya mengalah dan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat usahaku untuk bisa menang darinya dalam memberikan pendapat. "Kakak harus siap memiliki kekasih agresif seperti kamu, tapi ingat ya Ai... jangan sampai orang lain tau hubungan kita," ujar Kak Biyan sekali lagi mengingatkanku tentang kerahasiaan hubungan ini terutama dari Daddy dan Mommy. **** Waktu berlalu dengan cepat, besok kak Biyan harus sudah berangkat ke Jerman. Meski aku jungkir balik membuat rencana agar Daddy membatalkan kepergian kak Biyan tapi tetap saja keputusan Daddy yang dictator tidak bisa diusik oleh siapapun. Tengah malam aku mengendap-endap masuk kedalam kamar kak Biyan, aku pikir kak Biyan sudah tidur tapi betapa terkejutnya aku melihatnya sedang merokok di balkon kamarnya, selama ini aku tidak pernah melihat Kak Biyan merokok selama kami tinggal bersama, dan andaipun ia merokok pasti ada sesuatu yang disembunyikannya. "Kak," panggilku pelan, kak Biyan kaget dan langsung mematikan rokoknya saat melihatku. "A..Aisha kamu ngapain ke sini?" tanyanya dengan tergagap, aku mendekati kak Biyan dan dengan reflek langsung memeluk tubuhnya, 5 tahun lagi aku bisa sedekat ini dengan dirinya. Biarkan waktu berhenti sebentar supaya rasa rinduku bisa sedikit berkurang saar kepergiaannya. "Ai nangis lagi? Bukannya semalam sudah janji nggak akan nangis lagi kalo kakak pergi, hey lihat kakak," kak Biyan menangkup wajahku dan dengan tatapan sedih aku memandangnya "kakak akan pulang setelah semua keinginan Daddy selesai kakak lakukan, lagian kita bisa skype, video call atau Line jadi rasa rindu kamu pasti bisa berkurang." "Tapi tetap rasanya beda kak, aku butuh kakak... aku cinta sama kakak! I love you so much kak!" aku kembali menghambur kepelukannya dan pelukanku membuat tubuh kami berdua jatuh keatas ranjang dengan posisiku berada diatas tubuhnya, aku pikir kak Biyan akan menyuruhku berdiri tapi nyatanya ia membalikkan posisi tubuh kami hingga tubuhku kini ditindihnya. "Kakak mau bersikap egois hari ini Ai," dadaku bergemuruh dengan cepat, dan dengan reflek aku menutup mataku, aku merasakan kak Biyan mengarahkan jarinya dari kening dan perlahan turun hingga bibirku, dadaku naik turun dan akhirnya dalam hitungan detik aku bisa merasakan bibir dingin kak Bayu memainkan bibirku dengan lembut dan penuh cinta. Ya kami berciuman lumayan lama, hanya ciuman perpisahan dan diakhiri dengan pelukan panjang hingga aku tertidur dipelukan kak Biyan. Pagi harinya... Aku terbangun dan mendapati kini aku berada dikamarku bukan dikamar kak Biyan, aku mengambil ponselku dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi, dan tanpa aku perintah airmata langsung turun, sesuai perjanjian kami aku tidak akan mengantarnya ke bandara dan aku yakin kini kak Biyan sudah pergi jauh dariku meninggalkan rasa yang teramat sulit untuk aku kendalikan. "Hiksss cepat pulang kak." ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN