57. Aiden terdepan

1417 Kata
Upacara bendera sudah selesai di laksanakan. Deema dan ketiga sahabatnya tengah berjalan menuju aula lantai dua yang saat ini digunakan untuk simulasi ujian. ''Tas Lo mana, Deem?'' tanya Celline yang baru sadar jika Deema tidak memakai tasnya. Deema menepuk jidatnya, kenapa akhir-akhir ini ia sering lupa dengan sesuatu. ''Ah iya! Gue ambil tas dulu, kalian tunggu di sini ya, jangan kabur.'' Deema langsung berlari menuruni tangga, jarak aula menuju ruangan Aiden cukup jauh, ia pun merasa kesal dengan dirinya sendiri. Mengapa akhir-akhir ini ia menjadi pelupa. Ia terus berlari sampai refleks tubuhnya terhenti karena ketika berbelok ia melihat Aiden yang sudah ada di hadapannya, dan membawa tasnya juga. ''Pak, baru saya mau keruangan,'' kata Deema yang kembali menggunakan bahasa formal. Ia takut jika ada siswa yang mendengar, karena saat ini banyak siswa yang tengah berlalu-lalang di sekitar mereka. ''Ini, ruangan saya mau di kunci.'' Deema menerima tasnya. ''Makasih ya, Mas ganteng ...'' bisik Deema di sertai senyuman. Aiden yang melihat itupun menjadi tersenyum. ''Yauda sana ... Sebentar lagi sesi kamu di mulai.'' Deema mengacungkan jempolnya sebelum ia membalikan tubuhnya. Teringat akan sesuatu ia pun kembali melihat ke arah Aiden. ''Sebentar ... M--mmm ... K--kamu ... Em ....'' ''Cepetan ... Telat ke lab kamu di hukum loh,'' ucap Aiden yang membuat Deema panik. ''Emm ... Yauda pokoknya aku mau ngomong sama kamu nanti. Bye ...'' kata Deema yang sekarang sudah kembali berlari menuju lantai dua. ''Aish ... Berapa kali Gue lari-lari pagi ini? Mana paket acara gugup segala ngomong di depan Mas Aiden ...'' gumam Deema. ''Udah?'' tanya Aya yang melihat Deema sudah kembali dengan tasnya. Deema pun mengangguk, tapi wajahnya masih terlihat kebingungan. Ia kebingungan karena rasa penasarannya tentang siapa yang membayar uang sekolahnya, belum juga terpecahkan. ''Kok muka Lo bingung gitu sih?'' tanya Lola, yang melihat wajah Deema kebingungan. ''A? Emm ... Gak apa-apa, La, Gue gak apa-apa ...'' kata Deema. ''Yakin Lo gak apa-apa? Muka Lo keliatan bingung banget loh ...'' kini Celline bertanya. ''Iya ... Gue gak apa-apa. Yauda ayo kita masuk, Gue sesi pertama.'' ''Kita semua sesi pertama, Deema ....'' ''Oh ya? Gue kira sesuai absen,'' kata Deema yang terlihat bingung. ''Kelas kita sesi pertama. Ayo-ayo ... Udah di panggil tuh ....'' Deema, Celline, Lola dan Aya masuk ke aula, atau ruang simulasi ujian mereka. ''Tasnya simpan di rak belakang ya ... Kalian pilih komputer sesuai dengan nomer absen kalian masing-masing. Tidak perlu membawa alat tulis, karena sudah di sediakan.'' Pengawas sudah mengumumkan aturan yang berlaku, Deema dan teman satu kelasnya melakukan aturan yang sudah di beri tahu oleh pengawas itu. Deema sudah duduk di tempatnya, menghadap ke arah komputer. Tak lama, ujian pun di mulai dan akan selesai nanti ketika pukul 12 siang. .... Waktu ujian tak terasa sudah berlalu. Deema tidak memikirkan jawabannya benar atau tidak, yang penting ia sudah menyelesaikan semuanya dengan tepat waktu. Anehnya mengapa simulasi ujian itu di laksanakan langsung dengan 4 pelajaran wajib. Deema yang tidak pernah belajar itu menjadi kelimpungan. Tapi ia tidak memikirkan nilainya bagaimana. Urusan itu, nanti saja, yang penting ia sudah selesai melaksanan ujian. ''Deem, dicari Avyan tuh ...'' ucap Aya yang sudah ada di tangga sejak tadi. ''Avyan? Mau ngapain?'' ''Lo gak pernah latihan band. Di suruh ke ruangan band, tadi dia bilang sama Gue.'' Deema pun baru ingat jika ia menjadi vokalis di sekolahnya, dan ia tidak pernah latihan selain belajar sendiri. ''Ah ... Gue udah ada janji sama orang lagi, Avyannya kemana?'' tanya Deema. ''Ke ruang band, Deem.'' jawab Celline. ''Kok kalian ketemu Avyan, Gue enggak?'' ''Gue ke toilet tadi sama Celline, kebetulan ketemu dia. Yauda samperin aja dulu.'' Deema melihat jam putih yang melingkar di tangannya. Pukul 11:20 masih ada waktu yang cukup untuk ia pergi ke ruangan band, sebelum ia punya janji dengan Aiden pada pukul satu siang. ''Yauda ... Gue ke ruangan band dulu ya. Lo mau pada pulang?'' tanya Deema. Celline dan Aya pun mengangguk. ''Okey ... Gue ke bawah dulu ya.'' ''Iya, hati-hati, Deem ....'' Deema lebih memilih untuk berjalan santai dari pada harus kembali berlari. Ia cukup lelah hari ini karena terus berlari. Dari tempatnya saat ini, Deema bisa melihat Aiden yang masih mengajar di lapangan. Itu tandanya ia masih memiliki waktu untuk berlatih menyanyi. Dan akhirnya Deema sampai di ruangan band, dari luar ia sudah mendengar suara musik yang dinyalakan. Semoga saja semuanya sudah hadir dan latihan segera di mulai. ''Siang ...'' sapa Deema ketika masuk ke dalam ruangan. ''Siang, Kak ....'' ''Kemana aja Lo, Deem?'' ''Dari kemarin nungguin tau ....'' ''Iya nih, vokalisnya baru datang.'' Deema hanya bisa tersenyum. ''Sorry ya ... Gue ada banyak urusan kemarin. Sekarang pun sama. Untuk hari ini bisa berlatih satu jam?'' tanya Deema. Avyan menghampiri Deema. ''Lo sibuk? Nanti kita hari sabtu udah acara loh ... Lo masih bisa?'' ''Gue bisa, yang nyanyi bukan Gue aja. Lo latih aja yang lain. Kalau waktunya udah siap, Gue pasti siap.'' Avyan mendekatkan tubuhnya lebih dekat ke arah Deema, Deema yang tahu akan hal itu ia pun memundurkan langkahnya. ''Ng--ngapain Lo?'' tanya Deema yang sedikit gugup. Ia sambil memperhatikan orang-orang yang juga memperhatikan kearahnya dan Avyan. Tidak ingin kalah oleh Avyan, ia pun mendorong tubuh Avyan. ''Lo apaan sih!'' ''Gue mau ngambil gitar,'' kata Avyan yang berbicara santai seolah-olah semuanya baik-baik saja. Deema yang sedikit salah tingkah pun menggaruk lehernya, dan pergi menjauh dari Avyan. Ia lebih baik duduk di depan mic dan melihat lirik yang sudah di sediakan. ''Lagunya ini kan? Bisa di mulai?'' tanya Deema. Semua orang sudah di posisinya masing-masing. Petikan gitar sudah terdengar, itu tandanya musik sudah di mulai. Deema pun bernyanyi dengan suaranya yang sangat indah itu. Ia bernyanyi dengan sangat santai, lembut dan mengikuti nada yang ada. Membuat orang yang mendengar Deema bernyanyi, nyaman mendengarkan lagu yang dibawakan Deema. Bait per bait lagu, Deema nyanyikan dengan sepenuh hatinya. Ia membawakan tiga lagu, yang di ulang kurang lebih dua kali. Sampai waktu tak terasa sudah menunjukan pukul 12:40. Deema menyudahi sesi latihannya dan tak lupa ia pun berpamitan. ''Guys, cukup sampai di sini ya. Terimakasih atas kerjasamanya. Gue pamit pergi duluan,'' kata Deema. Ia hanya ingin lebih sopan agar orang tidak lagi takut dengannya. ''Iya, Deem ... Hati-hati ....'' Deema pun berjalan keluar ruangan band, dan ternyata Avyan berlari menyusulnya. ''Deem ... Deema!'' panggil Avyan. Deema menghembuskan napasnya lelah. ''Apa?'' tanya Deema yang berbalik ke arah Avyan. ''Thanks ya untuk hari ini. Mau Gue anter?'' Deema menggeleng. ''Enggak perlu. Gue bisa sendiri.'' ''Gue anter enggak apa-apa ....'' ''Gak perlu, Avyan ...'' ucap Deema yang mencoba bersabar. ''Lo mau kemana? Biar Gue anter ...'' Kini Avyan memegang lengan Deema dengan erat. Deema yang merasa tangannya di genggam oleh Avyan pun memberontak. ''Lepas! Lo apaan sih!'' ''Gue mau nganterin Lo.'' ''Gue bilang enggak ya, enggak!'' Deema mencoba melepaskan tangannya. Namun itu sia-sia, tenaga Avyan lebih besar dari padanya. ''Lo tinggal bilang mau kemana. Dan pasti Gue anterin.'' ''Le--lepas, Avyan. Atau Gue ter--'' ''Deema!'' Ah ... Akhirnya, pangeran datang juga. Deema melihat Aiden turun dari mobilnya dan datang menghampiri Deema. Avyan yang melihat itu langsung melepaskan genggamannya. Deema pun mengusap lengannya yang di cengkram erat oleh Avyan, itu sangatlah menyakitkan. Sampai-sampai ... Tangannya memerah. Aiden yang melihat itu sudah geram. Ia berbicara sambil menatap tajam ke arah Avyan. ''Deema, bisa ikut saya? Ada yang harus saya bicarakan.'' ''A--iya ... Pak ...'' Sebelum pergi, Aiden menatap Avyan lebih tajam, sebelum akhirnya ia kembali berjalan ke arah parkiran. Deema yang melihat itu pun mengikuti kemana Aiden pergi sambil menundukkan kepalanya. Aiden saat ini tidak peduli dengan orang-orang yang akan melihatnya membukakan pintu mobil untuk Deema, ia tidak peduli itu. Saat ini yang ia pedulikan adalah Deema yang sepertinya kesakitan. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Aiden pun bertanya. ''Kamu enggak apa-apa? '' tanya Aiden sambil melihat pergelangan tangan kanan Deema yang sangat merah. Dengan lembut Aiden mengusap tangan kecil itu. ''Sakit? Saya kasih pelajaran buat anak nakal itu,'' kata Aiden. ''Enggak apa-apa, Mas ... Ini enggak sakit.'' ''Enggak sakit? Jelas-jelas ini merah.'' Deema tersenyum ketika melihat Aiden yang sepertinya menahan marah. ''Enggak apa-apa, Mas ... Nanti juga ilang.'' Aiden pun mengusap tangan Deema kembali. ''Benar?'' ''Iya ... Aku baik-baik aja,'' jawab Deema sambil tersenyum untuk meyakinkan Aiden. Aiden pun mengangguk. ''Saya tau kamu lagi latihan musik tadi. Suara kamu terdengar ke ruangan saya.'' ''Lain kali, kalau ada orang yang ganggu kamu, bilang ... Jangan diem aja.'' ''Hahaha ... Iya, Mas sayang ... Gemes banget sih mukanya kalau lagi panik gitu.'' Aiden tersenyum membalas ucapan Deema. Ia mulai melajukan mobilnya untuk janjinya kali ini. Yakni pergi ke perusahaannya bersama Deema.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN