Naik Jabatan

1958 Kata

Rania duduk tak nyaman di hadapan Rehan. Setelah kejadian beberapa saat yang lalu ia habiskan di kamar, memberikan asupan energi untuk si bayi besar. Pipi Rania memanas setiap kali tanpa sengaja melirik Rehan yang sedang makan dengan tenang. Rania tak habis pikir, bagaimana bisa laki-laki itu makan dengan sangat tenang setelah apa yang diperbuat pada dirinya tadi. Bahkan jantung Rania saja belum kembali normal, masih berdetak tak terkendali. Tapi melihat ekspresi Rehan, laki-laki itu justru seolah biasa saja, seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi sebelumnya. "Kenapa?" Suara berat Rehan menarik Rania dari pikirannya, ia tersadar dan mata mereka saling beradu. "Nggak suka makanannya?" tanya Rehan, melirik piring Rania yang masih utuh. Sesuap saja belum ia makan, karena sibuk memikirkan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN