"Ceraikan aku, Sa!" pinta seorang perempuan cantik bernama Rindu pada suaminya.
"Cerai? Kenapa? Jangan ngaco deh, Rin. Suami baru pulang bukannya disambut dengan pelukan dan ciuman hangat tapi permintaan cerai. Aku capek, Rin." Meskipun baru saja pulang dari melepas penat, tetapi dari wajahnya Aksa tetap terlihat lelah.
Pria bernama Aksa Mahendra adalah suami Rindu. Menjelang tengah malam dia baru pulang dari kafe bertemu teman-temannya. Rindu dan Aksa sudah menikah selama satu tahun. Pernikahan yang awalnya manis lama kelamaan berubah menjadi hambar ketika Aksa sibuk dengan pekerjaan dan menghabiskan banyak waktu bersama teman-temannya. Rindu merasa Aksa lupa dengan statusnya sebagai suaminya.
Sebelum menikah Rindu dan Aksa adalah sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan sejak awal mereka masuk kuliah. Keduanya sepakat menikah setelah lulus kuliah dan bekerja di perusahaan orang tua masing-masing sehingga Rindu bisa merasakan bagaimana perubahan sikap Aksa yang dulu dan sekarang. Dulu suaminya penuh perhatian padanya, meskipun sejak pacaran mereka juga sering bertemu dengan teman-teman, tetapi Aksa tidak pernah lupa mengajak Rindu. Namun, sekarang semua berubah.
"Kenapa katamu? Kamu enggak ngerasa apa selama satu bulan terakhir kamu semakin sering pulang malam dengan alasan ketemu teman-teman kamu, Sa. Aku ini istrimu. Makin ke sini kamu lebih mementingkan kebersamaan dengan teman-temanmu daripada aku, istrimu sendiri. Jangan-jangan kamu sudah lupa kalau punya istri di rumah." Rindu memijat pangkal hidungnya, kepalanya terasa sedikit pusing.
"Astaga, Rin. Tuduhan kamu jahat banget bilang aku lupa istri di rumah. Semua itu enggak benar, Rin, kamu masih istriku kok. Terus kenapa aku makin sering ketemu teman-teman setelah pulang kerja karena kerjaan di kantor semakin berat, papa minta aku belajar buat jadi pemimpin perusahaan itu bikin pekerjaan di kantor semakin berat, Rin. Aku butuh penyegaran di luar bareng teman-teman. Tolong ngertiin aku, ya!" Wajah Aksa terlihat memelas.
Rindu menghela napas kasar. "Kamu tuh egois, Sa, yang kamu pikirin cuma diri kamu sendiri. Aku tuh sama dengan kamu, kerja juga di perusahaan papa, tapi pulang kantor aku selalu ingat kamu, masakin kamu makan malam, tapi kamu enggak ingat sama aku. Yang kamu ingat cuma teman-teman kamu aja. Kita itu suami istri, Sa, sudah semestinya kita berbagi kalau ada masalah, bukan dengan orang lain. Terus kamu anggap aku apa kalau kamu masih harus cari hiburan di luar? Buat apa kita menikah kalau kamu lebih suka berbagi dengan teman-temanmu?"
Aksa mengembuskan napas kasar. "Kamu enggak paham sama kerjaan aku, Rin, mereka lebih paham."
"Aku juga kerja, Sa di perusahaan papa! Sedikit banyak aku bisa paham soal kerjaan kamu, enggak cuma teman-temanmu aja! Nada bicara Rindu mulai meninggi.
"Kerjaan kita enggak sama karena kamu kan enggak disiapkan untuk mimpin perusahaan, Rin." Aksa tetap kukuh dengan pemikirannya. Ucapan Aksa yang terlihat jika dia lebih mementingkan teman-temannya daripada Rindu, tetapi dia tidak menyadarinya.
"Kalau soal kerjaan aja kamu udah enggak mau cerita sama aku, kenapa kamu masih mempertahankan aku di rumah ini?"
"Karena kamu istriku."
"Aku istri yang tak dianggap. Jadi, lebih baik kita pisah karena sekarang kamu udah enggak butuh aku lagi. Kamu lebih butuh teman-temanmu untuk berbagi masalahmu." Sakit hati Rindu karena Aksa lebih memilih berbagi dengan temannya daripada pada istrinya sendiri padahal tanpa sepengetahuan Aksa Rindu sedang mengandung anaknya.
"Aku enggak akan pernah menceraikanmu, Rin!"
"Pokoknya aku minta cerai! Malam ini juga aku pulang ke rumah orang tuaku."
Ketika Rindu bangkit, Aksa menahan langkahnya dengan memegang tangan Rindu. Namun, perempuan itu menepis lengan Aksa lalu berjalan menuju meja untuk mengambil kunci mobil kemudian meninggalkan kediaman mereka menuju rumah orang tuanya.
Aksa yang merasa kesal dengan keputusan sepihak Rindu, hanya bisa mengepalkan tangan dan memukul sofa. Tidak ada niatan dia untuk mengejar Rindu karena pikirannya sedang bertumpuk soal kerjaan. Dia akan membiarkan Rindu untuk sementara waktu sampai situasinya membaik.
***
Satu bulan berlalu Rindu mengajukan gugatan cerai ke pengadilan karena selama itu Aksa tidak pernah datang ke rumah orang tuanya untuk menunjukkan itikad baik dan berbaikan dengan Rindu. Pria itu semakin larut dengan pekerjaan yang makin menyita waktu. Lama kelamaan Aksa juga akhirnya setuju dengan keputusan Rindu untuk berpisah dengannya.
Keputusan cerai ini didukung oleh orang tua Rindu, tetapi tidak dengan orang tua Aksa yang sangat menyayangkan keputusan cerai anaknya. Namun, bagaimana pun caranya mereka membujuk Rindu dan Aksa, keduanya tetap sepakat untuk bercerai. Akhirnya orang tua Aksa menyerah dengan keputusan anaknya.
Proses perceraian itu berjalan singkat karena masing-masing sudah sepakat untuk bercerai. Pada sidang terakhir, hakim mengetok palu untuk putusan perceraian mereka. Aksa dan Rindu pun resmi bercerai.
Sampai mereka bercerai, Aksa tidak pernah tahu jika Rindu sedang mengandung anak darinya. Rindu memang sengaja merahasiakan itu darinya karena dia tidak ingin merasa lebih sakit hati lagi jika mereka tetap bersama, tetapi dia tidak mendapat perhatian dari sang suami selama kehamilannya. Agar ke depannya dia bisa mengurus anaknya sendiri tanpa bantuan dari pria itu.
Namun, kenyataan yang terjadi setelah bercerai, Rindu sangat merindukan Aksa sang mantan suami. Perempuan itu sering memeriksa akun media sosial milik sang mantan suami untuk melihat kabar terbaru darinya. Rindu pernah berharap Aksa akan datang menemuinya sekali saja. Namun, pria itu tidak pernah datang menemuinya karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa waktu.
Hampir setiap malam Rindu menangis di kamar karena merindukan Aksa. Orang tua Rindu pun khawatir melihat kondisi anaknya yang selama hamil selalu merindukan Aksa.
"Papa antar ke rumah Aksa ya, Rin," ajak pria bernama Adrian itu karena tidak tega melihat anaknya terus-menerus bersedih.
"Enggak usah, Pa. Mau ngapain ke sana? Pasti Aksa enggak ada di rumah. Dia selalu sibuk dengan kerjaan dan teman-temannya."
"Apa perlu Papa temui Aksa terus maksa dia datang ke sini buat ketemu kamu? Lihat kamu sedih begini, Papa ikutan sedih. Apa kamu menyesal sudah bercerai dengan dia?"
"Jangan, Pa. Maaf kalau sudah bikin Papa sedih. Aku enggak menyesal cerai dengan Aksa. Cuma kayaknya lagi melow aja karena bawaan hamil." Rindu membohongi Adrian agar tidak khawatir padanya lagi. Sebenarnya Rindu menyesal bercerai dengan Aksa, tetapi yang membuatnya terus yakin dengan keputusan itu adalah Aksa sendiri yang sudah tidak perhatian padanya. Dalam hati kecilnya Rindu berharap Aksa menyesali perceraian mereka.
***
Adrian melihat Rindu semakin terpuruk dalam kesedihan karena masih mengharap perhatian Aksa, memutuskan untuk membawa anaknya ke luar negeri dengan harapan anaknya bisa melupakan Aksa.
"Minggu depan kamu sama mama berangkat ke Amerika. Semua sudah Papa urus, mulai dari tiket keberangkatan sampai tempat tinggal kamu di sana. Papa harap kamu bisa segera melupakan Aksa dan memulai hidup baru ya, Rin." Adrian memang sengaja memilih tempat yang jauh untuk Rindu.
"Tapi, Pa--"
"Papa enggak mau lihat kamu terus-terusan mikirin Aksa. Dia aja sudah lupa sama kamu."
"Iya sih, tapi--"
"Sudah, berangkat aja ya, Nak." Adrian meyakinkan Rindu jika keputusannya adalah yang terbaik.
Rindu hanya bisa pasrah pada keputusan papanya. Dia juga mulai lelah terus berharap pada Aksa. Rindu pun ingin mulai menjalani hidupnya ke depan tanpa Bayang-bayang Aksa.
"Iya, Pa. Maaf ya kalau selama ini bikin Papa bingung karena ngeliat aku kayak selalu berharap pada hal yang enggak pasti."
Adrian mengusap pundak anaknya. "Enggak apa-apa. Fokuslah menatap masa depan, jangan lagi lihat ke belakang karena hanya akan membuat sakit hati. Papa yakin kamu bisa melupakan semuanya. Ingat, Rin, kamu sudah enggak hidup sendiri lagi, pikirkan juga masa depan anak kamu, ya!" Adrian memberikan semangat pada Rindu agar optimis menatap masa depannya bersama anak yang ada dalam kandungannya.