Kami baru saja meninggalkan parkiran rumah sakit. Mas Bima menyetir dengan senyum yang tidak lengkang di bibir, memegangi sebelah tanganku bahkan mengecup berkali-kali. “Jadi, sekarang kita langsung belanja atau ke tempat lain?” Tanda-tanda Mas Bima luar biasa senang, dia pasti mengajakku belanja. “Atau membeli perlengkapan bayi? s**u ibu hamil dan semacamnya?” “Ke rumah utama dulu. ‘Kan tadi ditelpon oma, katanya mau tahu hasil rumah sakit gimana.” Kukembungkan pipi, berpura-pura cemberut saat mentatap Mas Bima. “Baru delapan minggu juga. Keburu berdebu itu barang-barangnya. Kalau soal s**u hamil, nanti ditemani Mama Rani saja. ‘Kan dia lebih tahu dari pada kita.” “Mas antusias, Asha. Ah, tidak menyangka sebentar lagi jadi seorang ayah. Kita harus memikirkan panggilan mulai dari sekara

