Rasanya seperti mimpi, Djenaka berbaring di tempat tidur yang sama dengan Leoni. Meski tidak berpelukan, tetapi tautan tangan di bawah selimut menandakan kalau semuanya benar-benar nyata. Leoni ... memang berada dekat dengannya. Djenaka bisa merasakan panas suhu tubuhnya, bahkan mendengar tarikan napasnya. Hanya tindakan kecil tapi sukses membuat jantung Djenaka berdebar. Seperti kembali remaja dan baru merasakan cinta. “Kau pemaksa,” lirih Leoni, menatap Djenaka di balik bulu matanya. “Kenapa memilihku sebagai teman tidur? Dari awal kita tidak cocok, aku bahkan menolakmu terang-terangan. Kalau saja tidak mabuk, kita mungkin tidak terlibat dalam accident. Sampai sekarang kehidupan kita pasti berjalan normal dan baik-baik saja.” “Aku tertarik pada pandangan pertama, tapi bukan love at fir