Do You Feel Happy?

1495 Kata
Setelah percakapannya bersama Nicholas dan Ibram berakhir, Jennifer ketar-ketir memikirkan keputusan yang baru saja diambil oleh ayahnya. Bagaimana bisa pria tua itu menjodohkannya dengan seorang pria yang bekerja sebagai satpam di rumahnya sendiri?” Harus Jennifer akui jika Ibram adalah pria tampan dengan bentuk tubuh yang sempurna sebagai seorang pria. Namun, tetap saja pria itu sama sekali tidak masuk ke dalam daftar pria yang diinginkannya, karena memang pria yang diinginkan oleh Jennifer hanya ada satu orang di dunia ini. Yaitu Dave Damian. Tidak ada lagi selain pria yang tengah naik daun tersebut. Bahkan, Jennifer akan menolak ketika disuguhi orang yang secara penampakannya mirip Dave. “Apa yang harus aku lakukan, Dave? Kau tahu bukan jika aku sangat mencintaimu? Bagaimana bisa aku menikah dengan satpam yang menyebalkan itu?” tanya Jennifer dengan nada yang sangat dramatis. Matanya menyorot serius pada gambar wajah berukuran besar di salah satu dinding kamarnya, yang tak lain adalah gambar Dave Damian yang sangat dikaguminya. Jennifer melakukan kebisaannya dengan berbicara pada tembok bergambar itu sembari membayangkan jika dirinya tengah benar-benar berhadapan dengan sosok artis idolanya tersebut. Wanita cantik itu menghela napas berat, seraya menepuk dahinya dengan gerakan yang sangat pelan dengan tangan kirinya—mengingat tangan kanannya yang masih berbalut perban putih. “Aku jelas tidak bisa menikah dengannya. Bagaimana hubungan kita ke depannya jika aku menikah dengan Ibram si satpam menyebalkan itu?” gumam Jennifer dengan mata yang berkaca-kaca. Tergambar bayangan hubungan masa depannya bersama Dave Damian yang akan hancur jika ia menikah dengan Ibram. Padahal, mereka sama sekali tidak memiliki bayangan masa depan bersama, karena sampai detik ini pun Dave masih belum mengenal Jennifer. Terkadang Jennifer sendiri rasa heran mengapa ayahnya yang kaya raya tak bisa menggunakan uangnya untuk membuatnya dapat bertemu dengan Dave. Jennifer yakin, jika ayahnya tersebut mampu melakukan hal tersebut, hanya saja Nicholas sama sekali tak mau melakukannya. Jennifer lalu memutar tubuhnya menjauhi gambar suami masa depanya tersebut, ia mendudukkan dirinya di atas tempat tidur seraya mengangkat tangan kanannya yang terbalut perban. Ingatannya jadi tertuju saat Ibram dengan penuh perhatian dan kehati-hatian mengobati tangannya yang terluka karena bom kecil yang meledak di tangannya. Saat itu, Ibram terlihat sangat khawatir dan panik. Jennifer tidak menyangka jika satpam menyebalkan itu bisa khawatir dan bersikap lembut padanya seperti itu. Mungkin Ibram masih mempunyai nurani yang cukup dan Jennifer baru melihatnya hari ini. “Mungkin aku harus berterima kasih padamu karena kau telah mengobati tanganku, tapi aku tetap tidak mau menikah denganmu!” Jennifer mengungkapkan kalimatnya seraya menatap tangannya yang terbalut perban, ia menarik napas dalam dan mengalihkan tatapannya ke arah jendela. Dan kini, pemikirannya tertuju pada bom yang bisa masuk ke rumahnya melalui jendela. Mengapa ada orang yang tega melemparkan benda berbahaya semacam itu ke rumahnya? Apa itu hanya orang iseng? Rasanya sangat keterlaluan jika orang itu hanya iseng semata. Jujur saja, memikirkan hal tersebut membuat Jennifer merasa takut, dengan segera ia membaringkan tubuhnya dan menarik selimut dengan harapan jika rasa takutnya akan memudar. *** Angin malam berembus dengan sangat kencang, tetapi hal tersebut sama sekali tak membuat Ibram mengurungkan niatnya untuk menjaga keamanan rumah tuannya dengan baik. Mengingat kejadian teror yang terjadi tadi sore, Ibram akhirnya memutuskan untuk berjaga di luar area kamar Jennifer, matanya sejak tadi tak beralih sedikit pun dari jendela kamar yang tertutup dengan rapi. Berbicara mengenai nona muda tersebut, Ibram jadi teringat akan titah yang diberikan oleh Nicholas. Bukan main, tuannya tersebut memberikan perintah kepadanya untuk menikah dengan anaknya sendiri. Ibram sama sekali tak menyangka jika Nicholas akan memberikan perintah semacam itu. Ia juga tidak menyangka jika Ibram menilainya pantas menjadi suami dari putrinya sendiri yang sangat cantik. Tentu saja Ibram sama sekali tak mempunyai keberanian untuk menolak perintah Nicholas, ia hanya akan menunggu hasil keputusan Jennifer dan juga Nicholas. “Ibram!” panggil seseorang yang membuat Ibram langsung menoleh, datanglah Joe yang rapi dengan seragam miliknya. Pria itu menghampiri Ibram dengan wajah jenaka yang jelas sekali terlihat. Ibram menghela napas. “Ada apa?” “Kau sedang apa di sini? Menjaga Nona Jennifer dengan sebegitunya?” goda Joe dengan tatapan yang berkilat jahil. Alisnya naik turun untuk mendukung kalimatnya. Dan apa yang dilakukannya membuat Ibram mendengus kasar. “Aku memang sedang menjaga Nona Jennifer, apa salahnya? Bukankah menjaga Nona Jennifer adalah tugas kita semua? Jika keselamatannya tidak penting, maka orang-orang terlatih seperti kita tidak akan menjadi satpam di rumah mewah ini.” Seluruh satpam yang bekerja di rumah Nicholas Kielle memang bukan orang sembarangan, mereka adalah orang terlatih dalam bela diri, teknologi, dan bahkan mereka juga detektif terlatih dan bersertifikat. Jelas saja Nicholas tak akan sembarangan untuk memilih satpam yang akan ia tempatkan di rumahnya. Selain banyak aset berharga dan rahasia yang harus dilindungi, Nicholas juga tak mau terjadi sesuatu yang buruk terhadap putri kesayangannya. “Aku hanya merasa jika kau memperlakukan Nona Jennifer secara khusus, maksudku kau terlihat berbeda dari kami,” ungkap Joe semakin menyebalkan. Kalimatnya pun tak mendapatkan respons apa pun lagi dari Ibram, pria itu lebih memilih untuk kembali menatap ke jendela kamar Jennifer yang terlihat terang karena lampu di dalamnya masih menyala. “Apa kau menyukai Nona Jennifer?” tanya Joe, tetapi kemudian ia menjawab kalimatnya sendiri, “Ah, rasanya itu tidak mungkin. Bahkan kalian selalu terlibat dalam banyak perdebatan.” Walaupun Ibram mencoba untuk tidak peduli, nyatanya kehadiran rekan kerjanya tersebut sangat mengganggunya. Dengan segera ia pun melangkahkan kakinya pergi ketika Joe masih bergulat dengan pemikirannya. “Hey! Kau mau ke mana?” teriak Joe dari arah belakang, dan Ibram sama sekali tak peduli akan hal tersebut. Ia tetap melanjutkan langkah kakinya dengan cepat dan tegas, sesuai dengan imej yang telah terbentuk selama ini. Ibram sampai di bagian depan rumah, sebuah pos berukuran kecil yang disebut sebagai pos satpam. Di sanalah ia dan rekan-rekannya biasa berjaga jika tidak sedang berpatroli. Sepertinya hanya Alex yang berada di sana dan tengah menelepon seseorang dengan serius. Ibram pun berdiri di samping rekannya tersebut dan mendengarkan percakapan Alex yang tengah membicarakan teror yang menimpa Jennifer. “Kau tak bisa menemukan petunjuk sama sekali?” tanya Alex kepada seseorang yang terhubung dengannya. Entah apa yang menjadi jawaban dari orang itu karena Ibram tidak bisa mendengarnya sama sekali. Ia hanya menunggu percakapan antara mereka selesai, dan ketika Alex memasukkan ponselnya ke dalam saku, dengan segera Ibram pun bertanya, “Bagaimana perkembangan kasus teror tadi?” Alex sepat berdecak sebelum kemudian menjawab, “Aku sudah mengirimkan sisa bom yang meledak kepada Steve, tetapi dia berkata jika dirinya sama sekali tak menemukan petunjuk apa pun. Steve ragu jika yang melemparkan bom itu adalah sebuah organisasi tertentu.” Tidak ditemukan adanya tanda-tanda jika bom terebut berasal dari sebuah organisasi ataupun komunitas. Apakah ada kemungkinan jika yang melempar bom tadi merupakan perseorangan? “Mungkin saja itu hanya tipu muslihat dan cara mereka mengelabui kita? Musuh Tuan Nicholas rata-rata adalah kelompok mafia yang jelas saja membentuk organisasi. Aku yakin jika mereka tak akan bodoh dengan meninggalkan simbol mereka. Itu sama saja bunuh diri!” timpal Ibram, berpikir dengan kening yang berkerut. Kalimat yang diungkap olehnya pun kontan saja mendapatkan anggukkan kepala dari Alex. Pria yang telah menjadi sahabatnya sejak lama itu sepertinya menyetujui kalimat yang baru saja diungkapkan oleh Ibram. “Kau benar, hal itu mungkin saja terjadi. Itu hanya gertakan kecil yang mereka berikan terhadap kita, dan dengan pengecutnya mereka menjadikan Nona Jennifer sebagai target.” Ibram mengangguk setuju. “Hal itu mereka lakuan karena mereka tahu jika Nona Jennifer sangat berarti bagi Tuan Nicholas.” “Kita harus memperketat penjagaan.” Keduanya pun sama-sama mengangguk, setelah itu tak ada kalimat lagi yang mereka lontarkan. Keduanya kompak terdiam dengan mata saling beralih ke arah lain. Ibram berpikir keras dalam diam, ia menyusun strategi untuk melindungi Jennifer dengan cara yang lebih intens lagi dari sebelumnya. Ia sama sekali tak mau kecolongan seperti sore tadi yang membuat Jennifer terluka. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang Ibram berikan sebagai satpam sekaligus pengawal yang dipercaya oleh Nicholas, ia tidak ingin jika kepercayaan yang telah Nicholas berikan berakhir dengan sia-sia. Apalagi majikannya tersebut telah memberikan kepercayaan yang lebih padanya, Ibram berjanji jika ia sama sekali tak akan mengecewakan Nicholas. “Aku dengar kau akan menikah dengan Nona Jennifer?” Pertanyaan yang dilontarkan oleh Alex dengan nada santai kontan saja membuat Ibram langsung menoleh, tidak menyangka jika rekannya tersebut akan mengetahui hal tersebut padahal saat membicarakan soal pernikahan antara dirinya dan Jennifer tadi, hanya ada dirinya, Jennifer, dan juga Nicholas. Dengan alis berkerut Ibram bertanya, “Siapa yang mengatakannya padamu?” “Nona Jennifer, tadi aku berpapasan dengannya dan dia langsung mengatakan banyak hal. Dia juga berpesan padaku untuk mengatakan sesuatu padamu. Nona Jennifer bilang, dia sama sekali tak mau menikah denganmu karena dia akan menikah dengan Dave Damian.” Bodoh! Ibram merutuki Jennifer yang bisa-bisanya mengatakan semua hal itu kepada Alex. Ibram berdecak kesal, wanita cerewet itu memang sulit untuk menjaga mulutnya. Dan seharusnya Ibram mewanti-wanti agar wanita itu tidak mengatakan apa pun pada siapa pun. Ibram tak mau jadi bahan godaan taman-temannya. “Apa kau senang akan menikah dengan Nona Muda?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN