Selalu frontal

1145 Kata
"Brengsekk!" Umpat Carly saat tau jika Markasnya di acak-acak oleh anak buah Sean, bahkan banyak anak buahnya yang terbunuh karenanya. "Dia sakit hati karena kau selalu mengusiknya." Ucap Xavier. Carly hanya diam saja, dia semalam juga membantu anak buahnya, tidak ada Sean dan hanya ada Arga dan Miko yang memimpin penyerangan, namun Carly mengakui jika mereka sangat pimtar dan cerdik, Carly bahkan kualahan saat berkelahi dengan mereka dan menimbulkan bahunya terluka. Dan kakinya cidera. Bahkan senjata yang banyak dia curi dari Sean, semalam di ambil lagi, padahal senjata itu ingin dijual olehnya. "Mereka mengambil senjataku." Ucap Carly. "Senjatamu? Maksutmya mereka mengambil senjata mereka sendiri?" Ucap Xavier. "Tujuanmu hanya memiliki pelabuhannya, Carly. Kita membutuhkan pelabuhan itu untuk transaksi kita dengan beberapa klien, karena tempat di sana paling cocok untuk kita, tapi kau malah mencuri senjatanya, seperti orang miskin saja." Ucap Xavier yang malah menyalahkan Carly dan membuatnya kesal, dia akhirnya pergi dari sana. Xavier menghela nafas panjangnya, dia sudah diberikan Carly foto putrinya dan dia sangat merindukannya. "Kau memisahkan putramu dengan saudaranya, dan kau memisahkanku dengan putriku, dia memohon untuk bisa bersamamu dan saudaranya tapi kau tidak memperdulikannya, kau membuang putramu demi lelaki tidak tau diri itu, tidak salah jika putramu tidak akan bisa melupakan kejahatanmu. Meskipun kau sudah tiada seperti ini." Gumam Xavier. Waktu itu dia mengalami cidera kaki dan membuatnya lumpuh, untuk itu mantan istrinya dulu menikah lagi dengan alasan ekonomi dan kehidupannya, Suami baru mantan istrinya tidak ingin membiayai dua anak, untuk itu ibu dari Carly hanya memilik putrinya, tapi tidak dengan putranya, dia bahkan tidak peduli meskipun saat iru Carly menangis dibawah kakinya agar tidak berpisah dengan ibu dan saudara kembarnya. ***** Keesokkan paginya, Calista terbangun, dia melihat Sean yang masih tertidur pulas dengan tangan membelit tubuhnya, dia tersenyum tipis dan membalas memeluk tubuh Sean. hari-harinya terbiasa dengan Sean dan dia sudah sangat nyaman bersamanya, sikapnya yang seenaknya sendiri membuat Calista akhirnya juga luluh dengannya. Sean tersenyum tipis dan semakin mengeratkan tubuh Calista namun Calista malah meringis. "Ada apa?" Tanya Sean yang akhirnya membuka matanya dan melepaskan pelukannya. "Entahlah, punggungku sepertinya terluka." Ucap Calista karena dia merasa nyeri dan juga seperti ada luka di sana. "Buka bajumu, biar aku lihat." Ucap Sean yang di angguki oleh Calista. Dia tidak merasa malu karena sebelumnya dia juga pernah telanjang di depannya. "Ternyata ada luka bakar di punggungmu." Ucap Sean. "Pantas saja. Kemaren Arga tidak memeriksa sampai di situ." Ucap Calista. Padahal kemaren tidak begitu terasa, tapi sekarang rasanya sangat sakit. "Jika dia berani memeriksa punggungmu, mungkin setelah itu dia akan kehilangan tangannya." Ucap Sean "Cih, dasar posesif, hanya punggung, bukan ini." Ucap Calista yang menunjuk ke arah buah jeruknya yang masih terbungkus bra. "Aah, my favorit, biarkankan aku menyus*uh, pagi hari akan sehat jika menikmati ini." Ucap Sean yang ingin membuka bra Calista tapi malah di tepis olehnya. "Aku sedang kesakitan, kau malah ingin enak-enak." "Kau kan juga akan merasakan enak." "Ck! Seriuslah, Sean. Astaga. Apakah banyak lukanya? Punggungku tidak akan mulus lagi." Ucap Calista yang khawatir. "Tidak banyak, lagi pula apa yang tidak bisa, ini akan mulus lagi nanti." Ucap Sean mencium sekilas punggung Calista yang membuat dia tersenyum tipis. "Ayo." Ajak Sean yang membuat Calista tidak mengerti. "Ayo kemana?" "Ke rumah sakit, aku akan mencarikan dokter wanita untukmu dan menyembuhkan lukamu." Ucap Sean yang membuat Calista tersenyum. "Semakin hari kau semakin manis saja." Puji Calista. "Itu tidak gratis, aku akan meminta hadiahku nanti malam, aku sedang ingin menikmatinya sampai pagi." Ucap Sean yang membuat Calista merubah wajahnya. "Sudah kuduga, pria birahi sepertimu pasti tidak akan membuang kesempatan untuk buah jerukku menganggur." Cibir Calista. "Bukan hanya buah jerukmu, aku sedang menginginkan milikmu." Ucap Sean dengan jahil merabanya. "Dalam mimpimu saja, aku masih ingin perawan." Ucap Calista lalu meninggalkan Sean dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Rasanya sangat enak jika di masuki, kau pasti akan berteriak keenakkan nanti." Teriak Sean. "Astaga mulutnya!" Gumam Calista yang terkekeh mendengar perkataan frontal Sean. Dia menjadi malu sendiri karena sejujurnya dia juga penasaran dengan rasanya. Hanya saja dia masih belum siap mengingat dia masih beberapa hari menjalin hubungan dengan pria psykopat ini. Setelah Calista membersihkan tubuhnya, dia keluar dan ternyata Sean sudah bersiap, dia mengira jika Sean pasti sudah mandi di kamar sebelah karena apartemen Sean termasuk besar dan memiliki 3 ruangan, dua kamar mandi dan satunya dia tidak tau itu ruangan apa, namun dia tidak penasaran selagi bukan membahayakan baginya. Sean melajukan mobilnya menuju rumah sakit, dia bertemu dengan dokter wanita yang ingin menangani Calista. Setelah memeriksa Calista, dokter itu meresepkan obat untuk Calista namun diberikan kepada Sean. "Aku tidak menyangka kau mempercayakan temanmu ini kepadaku, Sean." Ucap Amel tersenyum dan memberikan sebuah kertas kepada Sean dan sengaja menyentuh tangannya. "Cih, bisa saja buaya wanita ini." Gumam Calista yang melihatnya. "Sayang, aku lapar sekali, apa kita bisa cepat?" Ucap Calista menggandeng Sean yang membuat dia tersenyum tipis. "Tentu saja. Baby." "Dia kekasihku. Dan lebih baik kau tidak menyentuhku, karena aku hanya takut kau kehilangan tanganmu, karena kekasihku tidak jinak." Ucap Sean yang membuat Amel merubah raut wajahnya. Calista tersenyum remeh dan menggandeng tangan Sean untuk keluar dari sana. "Gatal." Cibir Calista yang membuat Amel mengepalkan tangannya, tadinya dia pikir jika Calista hanya teman Sean karena dia mengenal Sean, dan dia sedang tidak memiliki kekasih. "Itu salah satu tugasmu, kau harus menyimgkirkan wanita yang ingin mendekatiku, karena banyak buaya wanita yang menginginkan ku masuki. Hanya saja kau beruntung karena aku hanya ingin memasukimu." Ucap Sean terswnyum manis namun Calista malah menamparnya pipinya pelan. "Perkataanmu sedari kemaren tidak jauh dari kata-kata itu." Ucap Calista yang membuat Sean menanggapinya hanya tersenyum. Bisa di hitung berapa kali Calista berani menamparnya namun dia todak marah sama sekali dan malah merasa gemas dengannya karena dia seperti sedang merajuk seperti ini ***** Sedangkan di markas, Sabrina mengepalkan tangannya, dia merasa sedih karena sudah hampir tujuh tahun dia infin mengambil hati Sean, namun dia tidak juga luluh dan selalu memusuhinya. "Kau memikirkan Sean?" Tanya Miko sang kekasih. "Tujuh tahun aku berusaha meluluhkan hatinya, tapi dia sama sekali tidak pernah menghargaiku." Ucap Sabrina. Miko memeluknya dan mencium keningnya, dia sangat tau bagaimana perjuangan Sabrina mengambil hati Sean namun dia sama sekali tidak tersentuh sedikitpun. "Meskipun begiru, dia menyanyangimu, buktinya dia masih eprhatian denganmu ketika kau juga terluka." Ucap Miko. "Kau harus bisa bersabar lagi." Ucapnya yang selalu menenangkan Sabrina. Miko dan Sabrina sudah menjalin hubungan hampir lima tahun, dan dia selalu membela Sabrina jika Sean keterlaluan padanya, dia dan Sean bahkan pernah bertengkar dan berkelahi namun Sean tidak juga berubah. "Adanya Calista membuat posisiku tergeser, seharusnya aku bisa lebih mengambil hatinya jika tidak ada wanita itu." Ucap Sabrina menyalahkan Calista. "Dia tidak salah, jangan menganggunya jika kau tidak ingin semakin di benci oleh Sean, aku malah merasa Calista datang dengan membawa dampak baik dengan Sean." "Aku sangat muak kau membelanya." Ucap Sabrina yang marah. "Aku hanya menasehatimu, Sayang. Baiklah jangan marah. Kau masih terluka."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN