Aretha mendorong bahu Alfatih dan melepaskan bibirnya dari bibir pria itu namun membiarkan dahinya menempel di dahi Alfatih, begitu juga puncak hidungnya. Keduanya menarik napas dengan tak beraturan. Terengah akibat ciuman penuh gairah yang baru saja mereka lakukan. Telapak tangan Aretha mulai bergerak turun dan kini bersandar lemas di d**a Alfatih, merasakan gemuruh jantung pria itu yang tak kalah riuhnya dengan gemuruh jantungnya sendiri. Sesak? Rasa itu memang ada, namun Aretha memilih untuk mengabaikannya. Usapan tangan Alfatih yang besar dan hangat di pinggangnya justru lebih dominan ia rasakan dibandingkan rasa sakit yang mulai mencubit jantungnya. Bagian bawah tubuhnya pun terasa hangat dan basah. Apalagi sesuatu yang keras dibawah sana terus menggeliat dan bersentuhan dengan mi