16 | Maria Pierre

1691 Kata
ANGEL langsung terdiam di depan pintu gerbang yang terbuka lebar. Jalan setapak panjang dengan pohon dan semak-semak yang menghias sepanjang jalan menjadi pemandangan pertama yang bisa ia lihat. Tak jauh dari tempatnya berdiri, beberapa bangunan tinggi dan besar membentang di bagian timur. Dia menyeret kakinya untuk mulai melangkah, memandangi sekitarnya sambil mengangumi semua keindahan yang ada. Dia benar-benar takkan menyesal bersekolah di sini. Selain banyak pemandangan baru yang bisa ia lihat, juga tempat ini takkan pernah mengecewakannya sama sekali. Sebagai Angel, dia memang telah melihat banyak hal sebelumnya. Namun, semuanya tak jauh-jauh dari hutan lebat di wilayah selatan dan istana kerajaan —yang walaupun bangunannya memang menakjubkan, tapi menurutnya sangat membosankan berada di dalamnya. Sedangkan sebagai Claire, dia hampir tak pernah melihat apa pun selain rumahnya sendiri. Bahkan hutan kecil dan pedesaan yang berada tak jauh dari rumahnya pun tak diperbolehkan untuk ia datangi. Angel hanya bisa melihatnya dari jauh, tapi itu cukup menghibur, daripada dia tak diperbolehkan melihat apa pun. Bangunan pertama yang bisa Angel lihat adalah dua bangunan asrama yang letaknya bersebelahan. Di antara celah dua gedung asrama itu, ada area seluas lapangan berisi kursi dan meja tak lupa sebuah bar besar yang membentang dari ujung ke ujungnya. "Itu kantin? Untuk sarapan dan makan malam?" gumamnya pada dirinya sendiri. Beberapa orang yang berada tak jauh darinya pun menoleh. Dengan terang-terangan mereka memandanginya. Melihat pakaian dan penampilannya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Lalu, dengungan tak menyenangkan itu mulai mengusik angin hingga hinggap di telinganya. "Kau lihat dia ... seperti tidak pernah melihat kantin saja?" "Dasar anak kampung yang beruntung bisa sekolah di sini," dengkus yang lainnya menambahkan. "Dasar rakyat jelata!" "Menjijikkan!" "Kampungan!" "Bajunya bagus, tapi tingkahnya kampungan!" "Mungkin bajunya hasil curian, hiii!" Angel hanya diam saja, memandangi sekitarnya satu per satu dalam diam, sebelum dia mengembuskan napas lelah, lalu kembali melangkahkan kakinya menuju salah satu bangunan asrama yang ada. Dia akan tinggal di sana. Di salah satu kamar yang ada di dalamnya. Senyumnya dengan perlahan mengembang. Dia melangkahkan kakinya dengan riang menuju gedung yang ia ingin tinggali ke depannya. Namun, sebelum dia benar-benar bisa melangkahkan kakinya masuk. Angel merasakan sebuah tepukan pelan di puncak kepalanya. Tangan besar yang memegangi kepala dan menahannya melangkah. Belajar dari pengalaman. Dengan perlahan kepalanya mendongak. Sosok Gerald yang memegangi kepalanya dengan cukup kuat sambil menyipitkan kedua matanya membuat matanya membulat. "Kalau begini, ternyata kau lebih kecil dan pendek dari yang kukira," katanya santai. Angel langsung teringat ucapannya sendiri pada Gerald saat mereka pertama kali bertemu beberapa tahun lalu. "Lepas!" Ditepisnya tangan laki-laki itu dengan kasar dari puncak kepalanya. Gerald tersenyum menggoda ke arahnya. "Kau mau pergi ke mana, Claire?" "Asrama." Angel menunjuk bangunan yang akan dituju olehnya. "Asrama laki-laki? Kau yakin mau tinggal di sini?" Gerald mengernyitkan dahi. Heran dengan pemikiran perempuan yang tengah berdiri di sampingnya ini. Lima detik kemudian, bola mata sewarna langit milik perempuan itu melebar. "Asrama laki-laki!?" teriaknya kaget. Gerald mengangguk heran. Dia menunjuk bangunan lainnya, saat mengatakan, "Itu asrama perempuan. Di sini asrama laki-laki. Bukankah kau bisa membaca tulisannya di sebelah sana?" Gerald menunjuk plat bertuliskan nama 'Asrama Matahari' dengan keterangan jelas yakni asrama khusus untuk anak laki-laki. Pipi Angel sontak memerah, dia tidak membaca ... tidak ... di bahkan tidak menyadari keberadaan plat itu di sana. "Jangan bilang kau tidak bisa membaca?" tanya Gerald dengan nada mengejek yang membuat Angel menatapnya sebal. "Aku bisa, tapi aku tidak melihat plat itu ada di sana!" balasnya kesal. "Baiklah ... baiklah .... Sebagai permintaan maaf atas ketidaksopananku sebelum ini, aku akan mengantarmu ke asrama perempuan. Ayo!" Gerald mengambil koper yang dibawa Claire lalu menuntunnya ke arah asrama perempuan berada. Laki-laki itu berhenti di depan pintu. Di dalamnya sudah ada seorang penjaga wanita yang menatap Gerald serta Claire dengan dahi mengernyit penuh rasa penasaran. "Kau bisa bertanya pada penjaga asrama di mana kamarmu. Setelah kau mendapat kamar dan menaruh semua barang bawaanmu, turunlah, aku akan menemanimu pergi berjalan-jalan!" Angel mengernyitkan dahi. Dia tak menyangka Gerald akan sebaik ini padanya. Karena dia pikir, Gerald akan lebih ... dingin dan pura-pura tak mengenalnya selama berada di sekolah ini. Minimal, dia hanya akan menyapa Claire saat dia sedang bersama Theo. "Kau yakin mau menemaniku?" tanya Angel mencoba memastikannya sekali lagi. "Ya ... karena aku sedang tak punya pekerjaan, Theo juga masih tidur pulas di kamarnya. Mungkin lebih baik jika aku saja yang menemanimu pergi melihat-lihat. Kau pasti sangat ingin melihat apa saja yang ada di sekolah ini, kan?" Aku memang ingin melakukannya, tapi bukan berarti aku mau pergi bersamamu! Tunggu dulu .... Tiba-tiba Angel teringat sesuatu. "Kalau kau ada di sini, apa Kak Raphael juga berada di sekitar sini?" tanya Angel penasaran. Raphael adalah pengawal pribadi Gerald. Dia pastinya harus siaga dua puluh empat jam di samping Gerald. Jika Gerald bersekolah di sini, itu berarti ... Raphael juga akan berada di sekitar sini, kan? "Raphael? Tentu saja dia ada di sini, tapi sayang sekali, dia sedang sibuk dengan urusannya sendiri." Gerald mendorong Angel agar dia masuk ke asrama milik perempuan. "Cepatlah masuk dan taruh semua barang-barangmu. Jangan membuatku menunggu terlalu lama!" Angel mengembuskan napas panjang, lalu menganggukkan kepala. Dia pun pamit pergi dari hadapan Gerald yang kini menoleh ke sekitarnya. Ke arah orang-orang yang sejak tadi melihat dan memandangi mereka. "Apa mata kalian mau dicongkel keluar atau mungkin mulut kalian mau dijahit, agar kalian bisa diam dan tak mengatakan hal macam-macam lagi?" tanyanya dengan nada dingin. Tatapan mematikan dia lemparkan pada semua orang yang sejak tadi melihat dan mengatakan hal macam-macam soal Claire. Semua orang itu langsung mengunci mulut rapat-rapat dan pura-pura tak melihat. Mereka langsung ketakutan, karena mereka mengenali siapa yang telah mengatakan hal mengerikan itu dengan baik. Pangeran kedua kerajaan Athena, sosok monster di balik wajah rupawan dan tatapan mematikan miliknya. Dia yang tak memiliki belas kasihan dan tak ragu membunuh siapa pun yang menjadi musuhnya. Walaupun demikian, masih banyak anak-anak bangsawan yang ingin menaklukan Gerald dan menjadikan laki-laki itu sebagai calon suami idaman di masa depan. Sayangnya, hatinya telah terukir satu nama yang takkan pernah tergantikan. Siapa pun yang menempati kursi pendampingnya takkan berguna apa-apa, karena seumur hidupnya, Gerald takkan melihat perempuan lain selain mantan tunangannya yang telah meninggal dunia. *** Angel terkejut, karena ternyata dia akan tinggal bersama orang lain di kamarnya. Dia mencoba mengulum senyum sopan, tapi perempuan yang akan menjadi teman sekamarnya itu malah menatapnya dengan tatapan dingin yang sama sekali tak terlihat bersahabat. Di sebelah perempuan cantik berambut cokelat itu ada seorang pelayan yang tengah menundukkan wajahnya sopan padanya. Angel memang diberi tahu tentang mereka yang memperbolehkan membawa pelayan untuk mengurus keseharian mereka di asrama. Namun, Angel menolaknya. Tidak benar-benar menolak, karena dia tidak tahu apakah pelayannya akan nyaman tinggal di sana atau tidak. Untuk itulah, dia meminta Belle —nama pelayannya— datang seminggu sekali saja ke sana. Alasan lainnya agar Belle juga bisa memberi kabar pada orang tuanya kalau dia baik-baik saja. Juga sebenarnya, Angel cukup malas diikuti pelayannya saat ia ingin pergi ke mana-mana. Rasanya jadi tidak terlalu bebas. "Maaf, apakah aku boleh tinggal di sini?" tanya Angel dengan nada ragu dan sedikit takut. "Bukankah kamarnya sudah diatur oleh penjaga asrama? Kenapa kau masih menanyakannya?" Perempuan itu mengernyitkan dahi, menatap Angel layaknya perempuan itu sangat bodoh sekali sampai menanyakan sesuatu yang jelas-jelas sudah ada jawabannya sejak awal. "Putri, Anda tidak boleh berkata seperti itu." Pelayan itu menunduk sopan pada Angel. "Tolong maafkan Tuan Putri saya. Dia tidak bermaksud kasar pada Anda." Angel tersenyum lebar. "Aku mengerti. Aku juga yang salah, karena aku tidak mengerti tentang apa saja yang terjadi. Aku belum pernah pergi ke mana-mana," akunya jujur. Semoga teman sekamarnya ini mau memaklumi sifatnya yang tidak tahu banyak tentang dunia luar. "Kau ...." Perempuan berambut cokelat itu menunjuk Angel dengan jari telunjuknya. "Jangan-jangan kau ...." Angel mengerjapkan matanya berulang kali, sebelum memperkenalkan diri dengan sopan. "Aku Claire, Claire Skywish! Silakan panggil aku Claire, karena kita akan menjadi teman sekamar selama tiga tahun ke depan!" Angel mengulurkan tangan dengan sopan, padahal sebelumnya dia mendapat perlakuan yang kurang sopan dari perempuan di depannya itu. "Maria ...." Perempuan bernama Maria itu membalas uluran jabat tangan Angel, setelah dia mendekatinya. "Maria Pierre. Maaf atas ketidaksopananku sebelumnya. Aku tidak tahu, kalau kau tunangan dari Theodore Peachell." Angel mengerjap kaget. "Kau mengetahuinya? Padahal aku tidak ingin memberitahumu tentang hal itu." "Namamu cukup terkenal di antara keluarga bangsawan kerajaan, terutama karena kau menjadi tunangan dari Theodore. Apa kau tidak menyadarinya?" Maria menyipitkan mata dan memandangi Angel curiga. Angel mengembuskan napas panjang. Sepertinya dia tahu, kenapa dirinya bisa terkenal walaupun dia tak pernah pergi ke mana pun. Atau memang hal itulah yang membuatnya terkenal. Putri lemah, tak berdaya, dan berpenyakitan yang bertunangan dengan salah satu anak pemimpin keluarga Peachell, Theodore. Rumor yang sangat menyenangkan untuk disimak dan dihafalkan. "Aku tidak pernah memikirkannya. Apakah kau sudah memiliki tunangan sekarang?" Maria mengangguk pelan. "Walaupun aku tak begitu hebat dan terkenal sepertimu, tapi sekarang aku bertunangan dengan Pangeran Gerald." Angel mengerjapkan matanya berulang kali. Kemudian dia menatap Maria dengan mata membelalak lebar. "Kau ... bertunangan dengan Gerald?!" teriaknya syok. Maria mengangguk, terlihat heran pada reaksi Claire yang menurutnya terlalu berlebihan. Walaupun menjadi tunangan Gerald cukup mengejutkan, tapi tak seharusnya dia berkata seperti itu padanya, kan? "Walaupun dia memang tak pernah memperlakukanku dengan baik selama ini, tapi pertunangan itu memang benar terjadi. Dia menerima proposal pertunangan yang diajukan oleh keluargaku dua bulan lalu. Kami memang belum mengadakan pesta apa pun, tapi kami sudah bertunangan di depan Putra Mahkota dan beberapa bangsawan penting kerajaan lainnya." Entah Angel harus mengucapkan selamat atau turut berbelasungkawa pada kesialan yang menimpa perempuan di depannya ini. Bertunangan dengan Gerald yang sekarang ini sama saja bunuh diri. Gerald benar-benar terkunci pada masa lalunya saat ia bersama Angel. Tidak ... mungkin Gerald tidak pernah mencintai Angel, tapi dia hanya merasa bersalah padanya. Untuk itulah dia tak pernah bisa melupakan Angel dan semua kisah di masa lalu mereka. Tunggu ... kalau sekarang Maria bertunangan dengan Gerald, bukankah lebih baik jika Angel mengajaknya untuk turut pergi jalan-jalan bersama? Daripada dia hanya berdua saja dengan Gerald dan menimbulkan kabar yang tak menyenangkan di antara hubungan mereka. Lebih baik dia membawa Maria ikut bersamanya, agar dia saja yang menjadi orang ketiga di antara hubungan mereka. Kau memang cerdik, Angel!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN