“Nggak usah. Let me touch it,” tolak Niko. Ditepisnya tangan Sabine lembut. Lalu kembali mengusap-ngusap area milik Sabine, sambil terus menghisap rokoknya. “Menurut, Om. Apa aku langsung kuliah di sini? Atau di Indo aja dulu, seperti yang Om rencanakan dulu.” Sabine sepertinya sudah mulai tenang. Wajar, ada rokok di ujung mulutnya. Benda itu cukup ampuh memberinya ketenangan juga kehangatan. “Kamu suka di sini?” tanya Niko balik sambil sedikit menarik-narik bulu-bulu halus yang ada di permukaan area sensitif Sabine. “Iya, Om. Aku suka. Udaranya bersih. Kotanya tertib. Dan ada Patty yang baik hati. Juga Mama Lita dan dua kakakku. Serasa keluarga besar di sini.” Sabine tersenyum lebar membayangkan hidupnya jika dirinya kuliah di kota indah Melbourne. “Ah, ntar kalo kita pulang, terus k

