Adegan Di Dalam Toilet

1044 Kata
Zea Zuana, gadis yang akrab disapa Zee. Dia adalah seorang putri bangsawan, hidup seorang diri dalam rumah megah. Jauh dari kata kelemahan dan kekurangan, segalanya ia miliki, kecuali cinta kasih keluarga. Zee turun dari tangga dengan langkah yang cepat, gaunnya yang menyentuh lantai ia tahan dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satunya memegang sebuah dompet kecil beserta ponsel. "Bara, antarkan aku!" Zee memerintah tanpa menunggu jawaban, dia langsung masuk ke mobil dan duduk di kursi belakang. Tangannya langsung sibuk dengan pesan di GC-nya (Grup Chat). Bara melangkah cepat, dia masuk ke bagian depan kemudi. "Kita mau kemana, Nona?" tanyanya setelah mobil berjalan. "Ke Hotel tengah kota." Zee menyahut tanpa menoleh. "Harusnya aku tiba tepat waktu," keluhnya kesal dengan helaan nafas yang berat. Zee yang tadinya sudah bersiap untuk tidur, lupa bahwa malam ini dirinya harus menghadiri pesta salah satu sahabat SMA-nya. Baru sadar saat notif di grup memberitahukan jika mereka sudah berada di tempat, bahkan 20 menit lebih awal dari acara yang dijadwalkan. "Bara, apa kau bisa menyetir lebih cepat! Kenapa jalannya bagai siput," omel Zee marah-marah. "Baik, Nona." Bara menambah kecepatan dalam hitungan detik, membuat tubuh Zee yang tidak siap tersandung ke depan. "Aww …!" Jeritan Zee membuat Bara terkejut. "Nona, baik-baik saja?" Bara menjadi cemas dan mendadak berhenti. Untuk kedua kalinya, Zee lagi-lagi terhuyung ke belakang saat tubuhnya masih berada di posisi terdepan. "Apa yang kau lakukan, Bara? Tentu saja aku tidak baik-baik saja saat dahiku hampir lecet!" teriak Zee. "Ya ampun, bahkan kau membuat punggung ku nyeri." Zee membenarkan kembali duduknya. Bara mencuri pandang melalui kaca, terlihat rambut Zee yang sedikit berantakan karena ulahnya. "Saya minta maaf, Nona," ujarnya tulus. "Kali ini aku tidak ingin memperpanjang masalahmu, Bara. Tapi ingat, lain kali aku tidak akan segan-segan untuk menendangmu keluar," ancam Zee tegas. Meski dirinya sedang kesal, tapi Zee tidak ingin membuang waktu hanya untuk memarahi Bara. Dirinya harus segera sampai ke tempat yang lebih penting. "Baik, Nona." Mobil kembali melaju, 15 menit kemudian mereka sudah sampai di tempat. Setengah dari tamu undangan sepertinya sudah memenuhi aula, itu terlihat dari banyaknya jumlah mereka di dalam. "Apa Mona mengundang separuh kota?" gumam Zee. Matanya celingak-celinguk mencari sosok para sahabat. "Dimana mereka?" Saat sedang berjalan, tiba-tiba seseorang menabraknya dan menumpahkan isi minuman ke pakaian Zee. "What!" Zee terkejut dan berteriak, matanya merah menyala. Menatap wanita gemuk di hadapannya dengan tatapan yang tajam, Zee seperti mengisyaratkan kematian di depan mata. "Ma - maaf, Mbak, aku tidak sengaja." Suara wanita itu terdengar bergetar. Tubuhnya yang gemuk mendadak menjadi kurcaci, padahal baru berhadapan dengan tatapan Zee. "Apa? Kau menyebutku, Mbak?" Zee tidak bisa menahan emosinya. Ketika panggilan tidak sesuai, Zee tidak bisa menerima begitu saja. Bahkan pada orang asing yang baru saja melakukan kesalahan padanya. "Apa aku ini terlihat begitu tua!?" teriaknya marah. "Kau membuat dua kesalahan badut besar, dan aku tidak akan memaafkanmu!" tuding Zee. Tidak disangkanya gadis gemuk itu langsung bersujud di kaki Zee dengan ribuan permohonan maaf. "Maafkan aku, Nona. Aku benar-benar tidak sengaja." Entah itu tulus atau tidak, yang jelas Zee menangkap seribu ketakutan di wajah gadis itu. Diperlakukan sedemikian rupa, hati Zee merasa iba. Tentu saja dia tidak enak hati saat orang-orang mulai mengerumuni mereka. "Lihat, gadis itu telah mengakui kesalahan dan memohon maaf. Apa dia tidak merasa kasihan pada orang yang berlutut padanya." Tidak ingin dianggap egois, Zee menyuruh gadis itu bangun. "Bangunlah! Aku bukan apa yang harus kau sembah." Meski Zee mempunyai segalanya, tetapi bukan hal yang wajar bila seseorang harus diperlakukan seperti itu. Apalagi dalam khalayak ramai, Zee lebih mementingkan prioritasnya. Gadis itu bangun dengan sekujur tubuh yang bergetar. "Maafkan aku, Nona, aku tidak sengaja." Sejak tadi Zee hanya mendengar kalimat serupa, meminta maaf dengan kalimat yang serupa. Hal itu membuat telinganya bosan. "Pergilah, aku memaafkanmu kali ini." Gadis itu tersenyum tidak percaya, air matanya berangsur menyurut. "Terima kasih, Nona. Anda sangat baik sekali," pujinya tulus. Sebelum pergi gadis gemuk tersebut memegang tanganya Zee. Tapi dengan cepat, Zee menepisnya. Itu dikarenakan Zee tidak menyukai bila orang-orang memegang dirinya, baik itu pria, ataupun wanita. Apalagi dengan gadis yang sama sekali tidak ia kenali. "Pergilah sebelum aku berubah pikiran." Zee berkata dengan kalimat peringatan yang tegas. "Maaf." Gadis itu langsung menghilang, membawa tubuh besarnya ke tempat yang lain. Orang-orang juga mulai menjauh. Zee memandang bajunya yang basah. "Sial!" Lantas dia ke kamar mandi. Dari tempat yang tidak jauh, Bara memandang Zee dengan tatapan penuh arti. Tiba di kamar mandi, Zee terkejut dengan antrian yang begitu panjang. "Ada apa ini?" Zee bertanya pada salah satu gadis di sana. Gadis itu berbisik, "Sedang ada adegan di dalam toilet." "Adegan? Di dalam toilet?" Dahi Zee mengerut sempurna, lengkap dengan rasa heran bercampur tidak percaya. Samar-samar dia mendengar desahan seorang wanita dengan nafas yang memburu. Barulah kini dia mengerti adegan apa yang dimaksud gadis tadi. "Apa yang mereka lakukan di dalam sana?" Zee bergumam kesal. Beberapa menit kemudian erangan wanita itu begitu panjang, sepertinya dia baru saja mencapai pelepasannya. Hening beberapa saat, mereka semua saling menahan suara. Zee yang sudah tidak tahan dengan bajunya yang basah, merasa tidak sabar untuk segera masuk. Tidak lama setelah itu, seorang gadis dengan penampilan berantakan keluar. Rambut yang acak-acakan, riasan yang berantakan, dan pakaian yang kusut. Penampilannya begitu menyedihkan. Zee bersama semua gadis yang ada di sana, memandang gadis itu dengan jijik. Di belakang wanita itu juga keluar seorang pria dengan setelan jas hitam. Di dalamnya, kemeja putih sangat kusut dengan kancing yang terlepas. Zee memandang pria itu dengan wajah terkejut, bergantian dengan memandangi wanita itu, hatinya tidak menentu. Untuk beberapa saat ia terdiam. "Viktor," gumamnya di sela-sela keterkejutan. Hampir saja Zee tidak bisa mengeluarkan suaranya dengan baik. Rupanya suara Zee terdengar oleh Viktor, segara ia menoleh dan mendapati kekasihnya sedang berdiri menatapnya. Wajah Viktor langsung berubah seratus derajat. Untuk beberapa saat mereka terdiam saling pandang, antara keterkejutan, kekecewaan, ketidakpercayaan, kemarahan, semua jadi satu. Dan Zee sudah tidak tahan untuk melampiaskan amarah. Gadis yang acak-acakan itu berusaha untuk menyembunyikan wajahnya, tapi tidak dengan rasa senang yang ia tampilkan. "Zee, aku …." Viktor ingin mendekat dan menjelaskan, tapi Zee memotong ucapannya dengan cepat. "Jangan dekati aku," cegahnya dengan mengarahkan tangan ke depan. Rasa jijik menjalar ke sela-sela organ, Zee hampir saja memuntahkan isi perutnya. "Zee, ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan." "Apa kau kira aku buta, hah!?"

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN