Dua pria beda generasi duduk dalam suasana kaku disalah satu sudut rumah makan. Dua gelas cangkir kopi masih utuh mengepulkan asap diatas meja. Disebelahnya map biru tergeletak. "Jangan dikembalikan. Papa simpan ini semua untuk kamu. Papa beli dengan hasil keringat sendiri. Bukan bagian dari harta istri Papa." Sekali lagi Pak Danang menjelaskan pada putranya. "Aku bukan manusia munafik yang tidak butuh harta. Tapi Alhamdulillah, aku sudah merasa cukup dengan apa yang kudapatkan sendiri. Aku dan Nirmala sudah bahagia hidup sederhana." Pak Danang menghela nafas berat. Pandangannya lurus ke arah meja. Baru begini saja ia merasa putus asa untuk mendapatkan simpati Hans. Sikap tegas putranya seolah menutup jalan untuk dia mendapatkan kemaafan. "Selama lima belas tahun ini, kita sudah menjal