“Madame!” Suara lirih Jacob membuyarkan lamunanku. Pria itu tiba-tiba muncul dari belakang mobil dalam keadaan penuh luka, banyak darah di baju hingga wajahnya. Tatapannya lesu, nafasnya terengah, dan tubuhnya gemetar. Jacob tampak seperti baru selesai bertarung.
Aku segera berlari menyambutnya, langkah Jacob sempoyongan terlihat akan jatuh. Aku tidak salah, ketika tinggal kurang dari satu meter lagi jarak antara aku dan Jacob, pria itu tiba-tiba limbung dan menjatuhkan diri. Beruntung aku segera menangkapnya, lalu aku merogoh kantong celana Jacob, membuka pintu belakang mobil dan memasukkan Jacob ke sana, menidurkan Jacob di kursi belakang.
Aku segera masuk ke kursi kemudi, lalu melajukan mobil menjauh dari tempat ini. Aku mencari stasiun pengisian bahan bakar terdekat dan memberhentikan mobil di rest area yang ada di sana. Aku berpindah ke kursi belakang, Jacob masih belum sadarkan diri.
Aku memeriksa keadaan Jacob, membuka bajunya dan memeriksa keadaan luka di tubuhnya. Siluet tubuh ideal Jacob, terlihat penuh luka lebam dan beberapa luka sayat. “Senjata tajam!” gerutuku sambil melihat dengan seksama tubuh Jacob. “Beruntung tidak ada luka yang dalam, pendarahannya juga tidak parah,” lanjutku. Sayangnya baik aku maupun Jacob tidak ada satupun yang membawa perlengkapan pertolongan pertama, sehingga aku harus membeli terlebih dahulu.
Lagi-lagi aku harus mencari letak apotek 24 jam terdekat dari ponsel dan menemukan jika apotek terdekat berjarak sekitar 30 menit dari tempatku saat ini. “Sial, kenapa aku harus mencari stasiun pengisian bahan bakar? Seharusnya aku mencari apotek terlebih dahulu!” gerutuku mencemooh kepanikan dalam kepalaku yang selalu membuatku membuat keputusan konyol.
Aku memacu mobil Jacob sekencang-kencangnya, aku harus secepat mungkin memberikan pertolongan pertama padanya. Perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu 30 menit, hanya memakan waktu kurang dari setengahnya. Aku segera berlari ke dalam apotek dan mencari beberapa obat seperti pembersih luka, plester, dan perban. Jacob masih belum sadarkan diri ketika aku merawat luka-lukanya. Parah, benar-benar parah. Pasti tidak hanya satu atau dua orang yang menghajar Jacob melihat keadaan tubuhnya. Jacob bukanlah orang lemah yang dapat dikalahkan oleh satu atau dua orang.
Nafas Jacob masih terdengar berat dan terengah. Beberapa kali Jacob meringis menahan sakit meski dalam keadaan tidak sadarkan diri. Antara tega dan tidak tega aku melihat keadaannya. Beruntung, sebagai seorang agen, aku dibekali kemampuan untuk melakukan pertolongan pertama sehingga aku dapat mengatasi keadaan seperti ini dengan baik.
Setelah selesai memberikan pertolongan pertama, aku segera kembali ke kursi kemudi dan bersiap untuk membawa Jacob pulang ke Pusat Kota. Sebelum beranjak, aku mencoba untuk memandangi wajahnya yang terlihat lelah dan kesakitan. “Entah apa yang sudah kau lewati hari ini, Jacob. Tapi aku yakin, kau sudah melakukan sesuatu yang luar biasa di luar sana,” batinku sambil tersenyum dari kursi kemudi. Tanpa sadar aku termenung melihat betapa maskulin wajah Jacob ketika terluka seperti ini. Bukan maksudku suka melihatnya terluka, namun siapapun yang melihatnya hari ini pasti setuju jika aura lelaki yang dimiliki Jacob tengah terpancar.
Aku melajukan mobil Jacob secepat yang aku bisa. Jalanan sepi tengah malam membuat perjalanan jauh lebih cepat. Meski begitu, aku harus tetap berhati-hati karena hutan yang menjadi pembatas antara Pusat Kota dan Kota Industri sangat gelap karena tidak memiliki penerangan sama sekali. Aku terus melaju sendirian memecah keheningan dan kegelapan malam hingga akhirnya cahaya penerangan mulai terlihat ketika memasuki pedesaan sebelum masuk ke kawasan Pusat Kota.
“Aaahhh…” Aku mendengar suara erangan Jacob dari kursi belakang. Aku memperlambat laju mobil dan melihat ke belakang dari kaca spion di atas kepalaku. Jacob menggeliat, sepertinya pria itu mulai sadarkan diri.
“Argh… di mana kita, Madame?” Jacob mulai bangkit dari posisi terbaring. Sedikit susah payah Jacob mencoba menahan badannya yang masih tampak lemas. “Ahhh…” Jacob memegang badannya yang mungkin masih terasa nyeri.
“Tenanglah dulu, Jacob. Kau masih belum boleh banyak bergerak. Berbaringlah dahulu!” seruku dari kursi depan. Aku tidak ingin memperparah keadaan tubuhnya. Jacob kembali berbaring, dadanya bergerak cepat tanda ia masih mencoba menahan sakit di seluruh tubuhnya. Aku kembali mempercepat laju mobil agar cepat sampai ke apartemen Jacob.
Sesampainya di apartemen, aku kembali berpikir. Apartemen Jacob berada di lantai dua, yang membuatku harus membopongnya menuju ke sana. Aku melihat ke belakang, Jacob masih belum bangun dari tidurnya dan terlihat sangat nyenyak. Aku tidak memiliki keberanian untuk membangunkannya, pasti badannya sedang sangat lelah saat ini. Akhirnya aku memutuskan untuk sedikit melandaikan sandaran kursi dan tertidur di dalam mobil setelah membuka jendela agar udara luar dapat masuk.
"Madame, bangunlah. Madame…" Suara Jacob berhasil menyadarkanku. Aku mengedipkan mata beberapa kali dan mengucek mata berusaha kembali ke alam nyata. Ketika membuka mata, aku menyadari jika langit di luar telah berubah menjadi fajar. Udara pagi ini terasa sejuk dan segar, dalam sepersekian detik aku merasa terlena dengan suasana ini, sebelum akhirnya aku sadar dan ingat jika Jacob dalam keadaan terluka di kursi belakang.
"Jacob? Bagaimana keadaanmu?" Aku segera bangkit dan melihat ke belakang, di mana Jacob masih berusaha menguatkan diri untuk bangun.
"Ahhh…" Jacob kembali mengerang. "Kenapa kita tidur di sini?" tanya Jacob padaku sambil mengamati sekitar.
"Kau berat, aku tidak sanggup mengangkatmu ke apartemen," keluhku sambil memutar bola mata kesal. Jacob hanya menjawab dengan terkekeh kecil sambil meringis menahan sakit. "Kau bisa berjalan?" tanyaku memastikan.
"Aku bahkan bisa melompat sekarang." Jacob menyindir pertanyaanku. "Melihat keadaan seperti ini, kau masih bertanya, 'apakah bisa berjalan?' Apakah kau sehat, Madame?" Kalimat Jacob membuatku kesal, ada rasa sesal yang aku rasakan setelah mengeluarkan pertanyaan padanya.
Aku segera bangkit dan keluar menuju pintu belakang mobil, membopong Jacob keluar menuju apartemennya. "Sebagai seorang perempuan, kau kuat juga rupanya, Madame," ejek Jacob sambil meringis menahan sakit dan berjalan tertatih. Aku melepaskan boponganku terhadap Jacob dan sedikit mendorongnya menjauh, membuatnya menahan diri agar tetap berdiri. Jacob memandangku kesal, lalu aku kembali membopongnya berjalan perlahan.
Sesampainya di dalam apartemen, Jacob segera merebahkan diri di sofa. "Argh!" seru Jacob ketika aku melepaskan bopongan. "Ternyata seorang mafia bisa merasakan sakit ya?" ejekku.
"Sial*n kau, Madame. Bagaimanapun aku masih seorang manusia normal yang memiliki syaraf nyeri!" sahut Jacob sambil tersenyum sinis.
Aku menahan tertawa geli, dalam keadaan seperti ini aku dan Jacob masih dapat saling bercanda rupanya. Sesaat kemudian, aku berjalan menuju ke dapur, mencari apapun yang dapat aku pakai untuk sedikit meringankan rasa sakit yang diderita oleh Jacob. Aku membuka lemari es namun hampir tidak menemukan apapun, hanya beberapa buah lemon yang mungkin dapat aku gunakan.
Aku melihat ke arah Jacob yang ada di ruang tengah. Setelah memastikan Jacob aman, aku segera menghidupkan kompor dan merebus air. Aku membuat air lemon hangat tanpa gula untuk Jacob, kandungan asam sitrat dan vitamin C yang tinggi pada buah lemon dapat membantu Jacob dalam masa pemulihan.
Jacob meminum air lemon hangat itu perlahan, kemudian aku duduk di sampingnya, menatapnya dengan lekat pria yang tampak baru saja mempertaruhkan nyawa. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” ucap Jacob sambil melirikku. Aku hanya menjawab pertanyaan itu dengan senyum simpul yang aku buat sehangat mungkin. Melihat tatapanku, Jacob justru mundur teratur. Ia merasa aneh dengan sikapku.
“Kau sudah siap menceritakan apa yang terjadi kemarin?” Aku menyandarkan punggung ke sofa, memperhatikan dengan seksama apa yang ingin Jacob katakan. Wajah Jacob berangsur-angsur berubah menjadi murung, aku melihat ada beban berat yang coba ia tanggung seorang diri. Aku tidak suka seperti ini, masalah kematian Sheera adalah masalahku juga, bukan hanya tanggung jawab Jacob sendiri. Aku ingin ikut membalas dendam atas kematian Sheera, tapi sepertinya Jacob tidak menginginkan aku untuk bertarung bersamanya.