Vina berkali-kali menelan ludah, rasa gugup dan takut mendominasi. Langkah kakinya semakin berat, genggaman tangan Sean pun kian erat. Meski ragu keduanya tetap melangkah menuju kamar mama Sean. Walaupun sudah larut malam, Sean tetap nekad ingin menemui mamanya. Sean tak bisa jika harus menunggu sampai besok, apa pun yang terjadi Sean sudah mantap dengan pilihannya. "Sean." Vina berhenti melangkah, membuat Sean otomatis berbalik menghadapnya. "Besok saja ya. Aku takut," cicit Vina, nyaris tak terdengar. "Gak. Pokoknya kita harus ketemu mama sekarang. Apa pun yang terjadi, aku harus dapetin restu mama malam ini." Sean meraih kedua tangan Vina, mengusapnya dengan ibu jari. "Kamu percaya sama aku 'kan?" Vina mengangguk, ia sangat percaya dengan Sean. Tapi ... keraguannya juga sama besar.