Devanno mengeluh, kala menatap botol-botol minuman kerras yang berserakan di kamarnya. Benar, dia sudah tidak bertandang ke Yellow Building atau tempat sejenisnya lagi. tetapi toh, dia bisa mendapatkan berbagai jenis minuman keras itu di drug store sebelah apartemennya. Menatap sesaat ponselnya yang kembali berbunyi, ia menggeleng enggan. “Enggak sekarang Ma. Deva belum siap. Atau mungkin, Deva nggak akan pernah siap,” keluhnya lirih, lalu menaruh perangkat ponselnya di bawah bantal. Devanno menatap langit-langit kamarnya. “Sha, kamu kelewatan. Serius, kamu mau membuang semua impian yang sudah kita juntai bersama? Aku tahu pasti kamu sudah membaca pesanku. Aku sudah menah