“Kalau kamu dapat orang sana, bawa kemari. Biar gak jauh dari Umi sama Buya.” Hamzah mengulum senyum sambil melirik sang istri. “Ya haruslah, Buya. Putra kita harus membawa menantu kita. Umi gak mau kalau kamu selamanya di sana ya, Nak.” Asiyah menekankan. “Iya, Umi.” Khalid menjangkau ponsel untuk mengintip pesan masuk. “Pokoknya di sana hanya kerja aja. Tapi, kamu udah tanda tangan kontrak di sana rupanya, Nak?” “Belum, Umi. Mungkin satu jam lagi Khalid telepon dia.” “Di sana juga pagi rupanya?” Hamzah mengingat kalau waktu Mesir dan Indonesia jelas berbeda. “Jam sepertiga malam, Buya. Beliau menyuruh Khalid menghubungi di jam segitu. Biasanya di jam segitu dia memang sedang Menyusun rak buku.” Hamzah mengangguk paham. “Oh, ya sudah.” “Kamu sudah persiapkan barang-barang, Nak?”