Ayesha menenangkan diri sembari menyeka air mata yang tidak berhenti mengalir. Benar kalau dia iba terhadap Nabila. Rasa kasihan hingga ia pun seperti terikat menyayangi walau hanya satu kali pertemuan. Apalagi Emi berteman tulus terhadapnya. Namun, jika sudah berhubungan dengan hati, istri mana yang sanggup berbagi hati, berbagi cinta dan kasih sayang, berbagi ranjang dan pelukan suami. Sebagai seorang Mukmin, Ayesha tidak mau menyimpan perasaan munafik. Di hadapan Allah ia mengakui bahwa dirinya hanya mengharapkan ridho-Nya. Ia mengagungkan kekuasaan-Nya. Ia tahu bahwa hanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang gaib. Dia semakin terisak dan kembali menyungkurkan kening di atas sajadah. “Aku tahu dia bukan milikku. Dia milik-Mu, yaa Allah. Dia milik-Mu. Ajari aku untuk belajar men

