Bab 5. Bukan Salahku

1362 Kata
Lyra menyeret tubuhnya mundur seirama dengan langkah maju pria di hadapannya. Matahari sudah benar-benar terbenam sampai Lyra tidak tahu harus berbuat apa di kegelapan gedung tua itu. "Berhenti! Jangan mendekat!" teriak Lyra. Pria itu menyeringai kesenangan melihat bagaimana wanita di depannya bergetar ketakutan, padahal dia belum melakukan apa pun. "Bukannya itu panggilan yang cocok untuk keadaan kita sekarang? Bukan begitu, Nona Lyra?" ucap pria itu dengan tertawa. "Ke mana sifat angkuhmu itu? Ke mana wajah beranimu itu, Nona Lyra? Putri tunggal Tuan Daniel yang terhormat, berani sekali kau menyuruh ayahmu untuk memecatku!" Samuel semakin mendekat ke arah Lyra. "Apa yang kau inginkan, Sam?! Aku sudah tidak ada hubungannya denganmu lagi, berhenti mengganggu kehidupanku!" teriak Lyra. "Justru aku yang harusnya bertanya, apa maumu sampai kau harus melaporkan aku dan menyuruh ayahmu memecatku? Apa kau iri pada Selly karena dia tidur denganku dan bukannya dirimu?" Samuel melangkahkan kakinya lagi sampai membuat Lyra benar-benar terpojok tidak bisa mundur lagi. "Aku tidak pernah iri pada hubungan menjijikan kalian, aku sudah tidak menginginkanmu! Lebih baik enyah dari hidupku dan pilih kesalahanmu yang kau buat bersama Selly, kau lebih cocok bersamanya!" pekik Lyra. Suaranya sudah semakin serak akibat berteriak lantang, jika mati hari ini karena mangan tunangannya Lyra sudah merasa lega karena sudah mengatakan semua hal yang mengganjal di hatinya. "Lihat, kau masih saja sombong dan menganggap aku di bawahmu!" Samuel menangkup kasar wajah Lyra dengan satu tangannya. "Kau menganggap aku dan Selly itu di bawahmu, kau selalu menyalahkan kami atas semuanya, kau juga menyalahkan kami yang saling mencintai dan mempersulit hidup kami." Samuel mengeraskan tangkupannya membuat Lyra meringis sakit. "Aku tidak pernah mempersulit siapa pun, aku memutuskan hubungan denganmu agar kau bisa dengan mudah memadu kasih dengannya, sudah aku bilang, kalian para pengkhianat memang cocok!" Lyra berusaha melepaskan tangan Samuel dari pipinya, tapi tenaganya tidak sekuat itu. "Sudah terpojok seperti ini kau masih saja sombong! Memangnya kau tahu apa? Apa kau tahu hidup kami yang kesulitan? Itulah sebabnya kami saling mencintai karena kami mengerti satu sama lain, tidak sepertimu yang hidupnya enak dari lahir dan tidak pernah merasakan susahnya hidup!" Kali ini Samuel menjambak rambut Lyra hingga wanita itu mendongak menatap Samuel. "Bukan salahku kalau kalian lahir di keluarga yang miskin dan berantakan ...!" Satu tinju melayang menghantam wajah Lyra membuatnya jatuh ke belakang merasa sangat kesakitan, sedang Samuel menatapnya nyalang dengan tangan gemetar dan rahang yang mengeras menahan emosi. "Berani kau menghinaku dengan membawa latar belakang keluargaku?! Kau sudah hilang akal rupanya Lyra, kau seenaknya menginjak harga diri orang dengan mulutmu yang tidak bisa terkontrol dan selalu saja merendahkan!" Lyra berusaha bangun pelan-pelan walau rasa di pipinya begitu nyeri. Lyra sangat takut, tapi dia mencoba berani menghadapi Samuel karena tidak ada cara lagi untuk kabur. "Apa aku pernah menghinamu selama ini? Apa aku pernah merendahkanmu? Apa aku pernah menginjak-injak harga dirimu? Apa aku pernah melakukan itu sebelum kau mengkhianatiku, Sam?!" Lyra menghapus darah yang mengalir dari sudut bibirnya, entah kenapa luka di hatinya lebih nyeri dibanding pukulan dari Samuel. "Aku memberikan segalanya! Tapi apa yang kau beri padaku?! Sebuah penghianatan yang terlalu jauh, apalagi dengan sahabatku, kenapa harus sahabatku, Sam?! Masih banyak wanita di luar sana, kenapa kau memilih berselingkuh dengan sahabatku?! Aku tidak bisa menerimanya dan aku tidak mau memaafkannya!" Entah sudah berapa kali Lyra berteriak, rasanya tidak cukup hanya dengan berteriak pada Samuel. Samuel menjambak rambut Lyra lagi tanpa belas kasih dan tanpa memandangnya sebagai wanita, dia sudah terlalu tersulut emosi. "Karenamu aku jadi tidak bisa bekerja lagi dan tidak bisa mengumpulkan uang untuk kehidupanku, aku benar-benar membencimu, Lyra!" Samuel mengeraskan jambakannya, dia ingin sekali melihat sisi lemah Lyra yang memohon. Sayangnya Lyra tidak melakukan itu, tapi dia malah menatap nyalang Samuel dengan segenap keberaniannya yang tersisa, tatapan yang dulu teduh memudar berganti kebencian. "Aku juga sama membenci pengkhianat sepertimu, Sam!" balas Lyra menantang. "Dari tadi kau selalu membahas tentang penghianatan, rupanya kau memang iri pada Selly, ya? Aku akan memberimu hal yang sama dengannya dengan senang hati." Samuel menyentak tangannya dari kepala Lyra dengan kasar sampai wanita itu hampir jatuh terhuyung. Samuel mulai membuka ikat pinggang yang dia kenakan perlahan. "Hentikan! Aku sama sekali tidak iri dan tidak menginginkan hal itu darimu!" pekik Lyra sekuat tenaga. "Teriaklah semampumu, tidak akan ada yang mendengarkan kita sudah sangat jauh dari keramaian dan tidak ada orang yang lewat sini ketika sudah gelap," sahut Samuel. "Hentikan, Sam! Kau menjijikan! Aku jijik padamu!" Lyra berusaha bangun untuk melarikan diri, namun sayangnya kakinya terlalu lemah hanya untuk sekedar berdiri, Lyra hanya bisa menyeret dirinya menjauhi Samuel. Samuel menarik kaki Lyra hingga wanita itu terseret kembali ke titik semula, gesekan lantai dan kulit Lyra membuat wanita itu meringis lagi, kulitnya yang semula mulus tergores lecet bekas diseret. "Kau pikir bisa melarikan diri dariku?! Aku tidak akan melepasmu sebelum kau menyuruh ayahmu untuk tetap membiarkan aku bekerja!" ancam Samuel. "Aku tidak akan mengatakan itu, kau sudah bukan siapa-siapa atau seseorang yang berarti bagiku, carilah pekerjaan sendiri tanpa menempel pada orang lain seperti benalu!" Satu tamparan mendarat mulus tanpa halangan di pipi Lyra, sekarang dua pipinya sama terluka, tapi Lyra tidak berniat melakukan apa yang Samuel minta, dia tidak sudi juga tidak bersedia murah hari pada orang yang sudah mengkhianatinya. "Aku benar-benar membencimu! Aku harap kau mati saja!" geram Samuel. "Aku akan mati, jika aku mau dan jika itu takdir! Aku tidak akan mati hanya karena harapan bodohmu!" jerit Lyra. Samuel makin mendengus kesal dengan respon Lyra yang tidak takut sama sekali padanya, dia jadi ingin lebih menghajar wanita itu. "Ayo kita lihat siapa yang akan terkabul dan ayo kita lihat seberapa kuat dirimu!" Samuel mengarahkan tangannya ke arah leher Lyra dan langsung mencekiknya tanpa ampun. Lyra berontak sekuat tenaga dengan sisa tenaga yang dia punya, Samuel benar-benar membuat saluran napas Lyra terhenti sampai wanita itu kesulitan bernapas dan susah payah melepaskan diri. "Hentikan, Sam ... aku tidak bisa bernapas." "Mati! Ayo mati seperti yang aku harapkan!" Samuel makin mengerahkan seluruh kekuatannya hanya untuk memuaskan rasa dendamnya karena dipecat serta dendam dengan hinaan Lyra juga terhadap dirinya. "Tolong ...!" Teriakan Lyra hanya mampu sampai situ saja. Wanita itu melonggarkan berontakannya, perlahan mulai melemas kehabisan napas, dadanya sakit dan sesak dengan tekanan yang diberikan Samuel. Tapi tiba-tiba tangan Samuel terlepas tadi leher Lyra. Lyra mencoba memfokuskan penglihatan yang tadinya mulai menggelap, melihat Samuel sudah terpelanting jauh di sampingnya dan pria itu buru-buru kabur setelah kelakuan kriminalnya ada yang mengetahui. Lyra melirik ke sisi lain yang berdiri seseorang di sana, berbadan tinggi dan tegap, dengan tatapan teduhnya tentu Lyra mengenali sosok itu. "Apa kau baik-baik saja, Nona?" Sosok itu berjalan maju sembari memungut ponsel Lyra yang masih menyalahkan senter. "Kau tidak menjawabku, apa kau baik-baik saja?" Lyra masih diam, dia tidak bisa mengatakan apa pun, tapi setidaknya Lyra merasa lega karena mantan tunangannya pergi juga. Lyra menyandarkan dirinya di tembok dan menghela napas lelah. "Ini ponselmu, di sini memang banyak kejahatan yang terjadi karena tempat ini sepi lebih baik kau cepat pulang dan ini dompetmu, tadi kau menjatuhkannya sewaktu pergi." Lyra memandangi dompet yang disodorkan, enggan sekali dia membalas apa pun yang dikatakan, Lyra hanya berasa lelah dan sakit di sekujur tubuhnya. "Tenang saja, aku tidak mengambil apa pun di dompet itu kau boleh mengeceknya sendiri, aku akan pergi." Damian terus saja melangkahkan kakinya. Dia tidak ingin terlibat lebih jauh lagi dengan masalah Lyra walau dia mendengar pertengkaran mereka sedikit tadi. Damian berbalik menatap Lyra yang masih diam saja terduduk lemas menyandar di tembok, entah kenapa hatinya jadi tergerak lagi untuk menolong lebih wanita itu. "Kenapa tidak bangun?" tanya Damian. "Tidak apa-apa, pergilah lebih dulu, aku akan pergi setelah ini." Lyra memejamkan matanya lagi. Tubuhnya terasa remuk hanya dengan beberapa hantaman dari Samuel, dia tidak bisa minta tolong saat ini walau Damian di depannya Lyra tidak ingin melibatkan pria itu untuk menolongnya dua kali. Lyra merasa tubuhnya terangkat, begitu dia membuka matanya Damian sudah menggendongnya menuju arah luar, Lyra hanya bisa diam saja mendapat perlakuan dari Damian. Dia segan untuk meminta pertolongan, tapi Lyra juga membutuhkannya sekarang, dia sangat beruntung karena Damian berinsiatif menolongnya tanpa dia minta. "Arahkan senternya ke depan," perintah Damian. Lyra hanya menuruti tanpa menjawab perkataan Damian. "Kita akan ke rumahmu? Bukankah itu rahasia?" "Tidak, aku akan menjualmu ke pria kaya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN