Edgar mencoba fokus. Walau pikirannya sulit diajak berkompromi. Tubuh Edgar memang sedang duduk di kursi kebesaran dengan banyak berkas di hadapannya. Namun, tidak bisa Edgar pungkiri bahwa sejak duduk di sini tadi pikirannya terus tertuju pada sang istri—Mira. ‘Apa aku terlalu keras pada Mira?’ tanya Edgar pada dirinya sendiri. Di sisi lain, Edgar menyadari apa yang dilakukannya tidak sepenuhnya salah. Pria itu menegaskan pada dirinya sendiri, ‘Itu sudah konsekuensi Mira. Dia yang memilih menerima tawaranku yang katanya gilà. Otomatis, dia bersedia untuk menuruti semua permintaanku. Ya memang begitu seharusnya. Aku suaminya.’ Ketukan pintu membuat Edgar menoleh dan mengizinkan sang pengetuk pintu untuk masuk. Yuva. Membawa beberapa map yang Edgar ingat betul map itu sudah ia beri