Kesempatan Kedua

1536 Kata
Brendan berusaha mengulas senyuman di hadapan sang istri agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di saat keadaan keduanya sedang baik-baik saja. Senyuman pria itu terlihat seperti mempercayai perkataan Jessica, walau jauh di lubuk hatinya yang dalam Brendan tidak dapat tenang karena memikirkan sesuatu yang Jessica sembunyikan darinya, terlebih sesuatu itu tentang Patrick. "Sayang, terima kasih ya karena kamu sudah memberiku kesempatan kedua. Terima kasih karena kamu juga sudah memutuskan hal yang tepat untuk mempertahankan pernikahan kita. Aku janji, sebisa mungkin setelah ini aku akan menjadi sosok suami yang lebih peka dan lebih baik dari sebelumnya," ucap Brendan mengungkapkan rasa syukurnya penuh kesungguhan karena pada akhirnya Jessica mau mengurungkan niatnya untuk berpisah dengan Brendan. "Hei, kamu tidak perlu berterima kasih sama aku. Harusnya aku yang bilang seperti itu sama kamu, karena selama ini kamu sudah mau sabar menghadapi sikapku yang kekanak-kanakan, yang tidak mau sabar dan selalu banyak menuntut tanpa mau mengerti isi hatimu. Aku sekarang baru tahu betapa cintanya kamu sama aku, dan aku semakin yakin kalau kamu itu pria yang sangat setia sama 1 wanita saja. Aku tahu semua cerita itu dari Morgan. Dan jujur aku benar-benar malu karena sudah berpikir yang tidak-tidak tentang kamu, dan menuduhmu melakukan hal yang macam-macam, padahal kenyataannya kamu memang benar-benar sibuk di luar sana karena tugas dalam pekerjaanmu. Maafin aku ya sayang, maaf atas kesalahanku selama ini, selama menjadi istrimu, dan terima kasih karena selama 5 tahun ini kamu sudah menjadi suami yang baik, suami yang setia, dan sempurna untuk aku. Kamu mau kan maafin semua kesalahanku?" Tanpa rasa malu Jessica mengungkapkan rasa bersalahnya selama menjadi istri dari Brendan. Bahkan ia meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia buat dan sering melukai perasaan sang suami hingga tak jarang Brendan menangis saat jauh darinya karena memikirkan permasalahan rumah tangganya. Brendan meraih sebelah tangan Jessica dan mulai menggenggam jemari wanita itu. Lalu ia mencium punggung tangan sang istri dan mengakhiri semuanya dengan mengulas senyuman. "Tanpa harus kamu meminta maaf, aku tidak pernah marah sama kamu, Jessy. Aku merasa wajar jika kamu sering marah, cemburu, dan menuduhku melakukan hal yang macam-macam di luar sana karena kamu memiliki trauma atas penghianatan yang Daddy kamu lakukan pada Mommy Gwen. Tapi aku berharap setelah kita saling terbuka seperti ini, sudah berbicara dari hati ke hati dan saling memaafkan, semoga mulai hari ini, esok, dan seterusnya tidak ada lagi pertengkaran di dalam pernikahan kita. Semoga pernikahan kita selalu damai, tenang, dan dipenuhi kebahagiaan. Apakah dengan mengajakmu pergi liburan berdua ke Paris dapat menebus rasa bersalahku karena sudah membuat kamu menangis selama beberapa hari ini?" ungkap Brendan dan mengakhiri kalimatnya dengan mengajukan sebuah pertanyaan. Ia segera mengalihkan topik pembicaraan untuk membahas planning agar pernikahan mereka segera dikaruniai seorang keturunan. "Kenapa tidak? Anggap saja kita pergi ke Paris untuk kembali mengulang honeymoon lima tahun silam yang pernah kita lalui dulu. Siapa tahu pulang-pulang nanti aku dinyatakan hamil, dan kita segera menjadi orang tua dari seorang bayi. Kamu setuju kan, Brendy sayang?" tanya wanita itu dengan suara yang terdengar sungguh menggoda dan sepemikiran dengan Brendan. Pertanyaan Jessica membuat Brendan tersenyum dengan semburat merah di kedua pipinya, karena ingatannya kembali berputar ke masa-masa 5 tahun yang lalu, di mana dirinya bersama Jessica menghabiskan waktu selama 1 bulan untuk honeymoon sekaligus trip ke beberapa negara setelah meresmikan pernikahan keduanya di Los Angeles. Brendan ingat setiap malam apa saja yang pernah mereka lalui berdua, bahkan dirinya ingat betapa rakusnya ia karena tidak mau memberi Jessica waktu beristirahat walau hanya satu malam pun untuk tidak membuatnya berkeringat dan berteriak penuh kenikmatan. Hingga lamunan Brendan segera dibuyarkan oleh Jessica yang dapat menduga hal apa yang tengah suaminya bayangkan sampai kedua sudut bibirnya bisa mengulas seringai licik. "Jangan terlalu mengingat jauh ke belakang, karena aku bukan lagi Jessy yang dulu! Aku bukan wanita polos yang bisa kamu permainkan seperti lima tahun yang lalu! Camkan itu baik-baik, Tuan Cooper!" tegas Jessica karena ia pun dapat mengingat jelas apa saja yang pernah Brendan lakukan padanya saat melakukan perjalanan honeymoon pertama mereka. "Hei, memangnya apa yang pernah aku lakukan sama kamu, sampai kamu bilang kalau aku tengah mempermainkanmu pada saat itu?" tanya Brendan dengan suara kekehan yang terdengar lolos dari mulutnya. "Kamu ingat pernah memborgol kedua tanganku pada malam kedua kita di Amsterdam, dan pada saat itu kamu… Ah, sungguh aku tidak mau membahasnya! Aku selalu ingin mengumpat kalau ingat itu dan rasanya aku harus membalaskan dendamku nanti!" Jessica tak kuasa membiarkan otaknya membayangkan hal-hal liar di saat seperti ini, ia menggeram gemas saat mengingat perlakuan Brendan yang sering mengerjainya ketika dirinya masih polos-polosnya. "Ya, aku sangat menantikan pembalasan darimu, sayang. Aku tidak sabar untuk menantikan malam itu agar segera terjadi. Jadi kapan aku bisa pulang dari rumah sakit ini?" jawab Brendan yang terlihat begitu antusias saat mendengar Jessica ingin membalaskan dendamnya. Lalu pria itu menanyakan kapan dirinya dapat pergi meninggalkan ruangan tersebut karena merasa tidak sabar untuk menghabiskan waktu berdua bersama sang istri di tempat ternyaman, yaitu rumah. "Karena kondisimu yang belum pulih 100%, jadi kamu masih harus tetap menjalani perawatan intensif di sini. Kamu baru boleh pulang ke rumah kalau sudah kembali fit ya, Tuan Cooper. Dilarang protes!" jawab Jessica yang mulai menyelimuti tubuh Brendan kembali agar pria itu tidak terlalu banyak bergerak. Namun, seketika pria itu bangkit dari posisi duduknya dan langsung merengkuh tubuh Jessica yang masih berdiri di samping ranjang, sehingga tubuh ramping nan seksi itu terjatuh bersamanya. Jessica yang sempat berteriak karena terkejut, seketika ia terdiam saat pandangannya saling beradu dengan pandangan Brendan yang menatapnya begitu dalam dan penuh makna. Ia merasa sangat nyaman dengan posisinya saat ini karena dapat merasakan detak jantung Brendan yang selalu berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya ketika berada di dekatnya, bahkan kedua hidung lancip mereka saling beradu dengan jarak yang begitu rapat. "Dokter Jessy, aku ingin pulang," bisik Brendan membelah keheningan yang tercipta, hingga keterpesonaan Jessica terurai secara perlahan dan mulai mengulas senyuman, setelah mengerjapkan matanya beberapa kali. Jessica menggigit ujung hidung Brendan karena merasa gemas dengan pria itu yang selalu berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali. "Kenapa sih memangnya pengen banget pulang buru-buru, pasienku yang nakal?" tanya wanita itu dengan suara yang mulai terdengar serak. "Alasannya ada banyak, tapi salah satu yang penting adalah, karena aku ingin menghabiskan quality time bersama istriku yang cantik, hanya berdua dan tidak ada yang mengganggu." "Memangnya kalau di sini ada yang mengganggu? Kan di sini juga hanya ada aku dan kamu," tanya Jessica dengan mengangkat sebelah alisnya. "Di luar ada Morgan kan? Nah, dia salah satu orang yang akan dengan sengaja mengganggu kebersamaan kita." "Masa sih? Kayaknya dia baik deh, soalnya dia seperti mendukung sekali hubungan kita agar tetap bertahan," jawab Jessica yang tidak percaya dengan perkataan suaminya yang sering bergurau. "Iya sih aku pun merasa seperti itu, tapi aku tidak suka dengan caranya memandang kamu selama ini, makanya aku sangat menghindari untuk mengajak Morgan sering-sering bertemu denganmu. Apalagi saat tadi dia menatapmu seperti itu, jujur aku cemburu, aku nggak suka istriku ditatap seperti itu oleh pria lain. Ya, walau dia sahabat baikku dan selalu ada untuk menemaniku bercerita, sering mendengarkan keluh kesahku dan sedikit memberikan solusi." Brendan mulai bercerita tentang kecemburuannya terhadap sahabatnya sendiri. Walaupun pria itu tidak menganggap penting insting yang memberitahunya. "Hmm, sayang! Kamu tuh jangan suka mulai deh cemburuannya. Mana mungkin Morgan menyukai istri dari sahabatnya sendiri. Lagian aku lihat dia sepertinya biasa-biasa saja saat memandangku, tidak ada yang aneh dan tidak juga mencurigakan. Kamu kan memang suka begitu, nuduh orang seenaknya hanya gara-gara terlalu lama memandang ke arahku." Jessica masih berusaha membela Morgan yang sudah dianggap seperti sahabatnya sendiri, karena pria itu pernah menyelamatkannya dan berusaha untuk menenangkannya. "Ya baiklah, aku pun berharap yang sama. Pokoknya selama kamu dekat dengan Morgan di rumah sakit, kamu jangan terlalu dekat-dekat sama dia ya karena kamu hanya milikku dan hanya aku yang boleh memandang wajah cantikmu lebih dari 5 menit!" Claim Brendan yang memang cukup dikenal posesif karena kecintaannya pada sosok Jessica. "Iya sayang, aku paham. Ya udah dong sekarang lepasin aku, sesak tahu dipeluk erat-erat gini!" pinta Jessica yang merasakan kesulitan bernapas karena Brendan terlalu erat memeluk tubuhnya. "No! Aku tidak akan melepaskanmu, sebelum mendapat hadiah ciuman darimu," jawab Brendan dengan nada suara yang terdengar setengah merengek sembari menyentuh permukaan bibirnya yang minta dicium oleh sang istri. "Anyway, dalam rangka apa aku harus memberimu hadiah ciuman?" tanya Jessica yang berusaha menggoda sebelum mengabulkan apa yang suaminya minta. "Dalam rangka untuk menebus kesalahan kamu yang sudah membuatku patah hati berkali-kali." Tanpa berkata-kata Jessica pun langsung mengabulkan keinginan suaminya. Ia segera mencium bibir itu agar berhenti mengoceh dan tak lagi melanjutkan perkataannya yang akan membahas tentang kesalahannya. Brendan tersenyum puas dalam hati karena sang istri mengerti dengan keinginannya. Ia mulai memanfaatkan kesempatan itu untuk menyalurkan rasa rindu yang tertahan, karena selama enam bulan belakangan ini mereka jarang melewati pagi yang diselimuti suasana panas seperti yang saat ini terjadi dengan penuh cinta. "Jessy, aku sangat merindukan kamu yang manis seperti ini. Akhirnya aku dapat kembali merebut hatimu, hingga aku tidak perlu merasakan yang namanya kehilanganmu, suatu pilihan yang terasa berat untuk aku lewati. Aku sudah terbiasa bersamamu, maka akan terasa aneh jika aku menjalani hari-hari tanpamu, seperti ada yang hilang dan kehidupanku seakan mati rasa," batin Brendan di kedalaman hatinya sembari mengimbangi gerakan Jessica yang semakin panas, dan semakin membuatnya melayang tinggi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN