Anniversary yang Berantakan

2449 Kata
Setelah terdiam cukup lama, dan merenungi keputusannya yang begitu menyakitkan, kini Jessica bergegas melangkahkan kedua kakinya meninggalkan kamar dengan membawa harapan yang telah pupus karena sampai kapanpun Brendan tidak akan pernah mau meninggalkan pekerjaannya yang beresiko demi dirinya. "Jessy, kamu mau ke mana? Aku belum selesai bicara!" tanya Brendan dengan rasa kecewa yang meliputi hatinya karena melihat wanita yang begitu dicintainya akan pergi meninggalkan rumah di saat situasi masih memanas tanpa titik terang seperti ini. "Aku mau ke rumah sakit, ada tugas malam," jawab Jessica tanpa menghentikan langkahnya yang terus melangkah tanpa menoleh ke arah Brendan. "Tugas? Kamu masih mau masuk kerja di malam anniversary pernikahan kita, Jessy? Kamu bisa kan izin malam ini, sehari saja," pinta Brendan yang ikut melangkah dan mengekor di belakang tubuh istrinya. Hingga tak terasa langkah kaki keduanya membawa mereka tiba di pelataran rumah. Jessica segera membuka garasi dan mengeluarkan mobilnya yang terparkir di sebelah mobil milik Brendan. Wanita itu sama sekali tak mengindahkan pertanyaan sang suami dan tidak berniat untuk menjawab sepatah katapun. Brendan menghadang laju kendaraan Jessica. Kemudian ia berdiri di samping mobil wanita itu dan mengetuk-ngetuk kaca mobil tersebut agar Jessica memberinya waktu untuk berbicara dan mencegah kepergian sang istri di saat genting seperti ini, terlebih pikiran Jessica tengah kacau akibat perdebatan bersamanya malam ini. "Jessy, aku mohon jangan pergi. Please, izin untuk malam ini ya. Aku ingin kamu tetap di sini," pinta Brendan dengan raut wajah yang begitu kacau. Hingga akhirnya Jessica membuka kaca mobilnya setengah bagian, kemudian ia menatap dalam mata suaminya yang terus digenangi bulir-bulir bening hingga perlahan demi perlahan kristal itu terjatuh membasahi wajahnya. "Sudah ya, Brendy. Biarkan aku pergi tugas malam ini. Lagian percuma aku tetap ada di sini tapi itu tidak dapat sedikitpun untuk merubah keputusanmu. Aku juga masih punya pasien yang harus aku tangani, aku harus menyelamatkan nyawa mereka yang tengah dalam keadaan darurat. Sama seperti yang kamu lakukan bukan, lebih mementingkan keselamatan orang lain dibandingkan pasanganmu!" jawab Jessica dengan berusaha menguatkan hatinya yang lemah. Namun, ia harus tega mengatakan hal demikian agar Brendan tak memiliki alasan untuk tetap mempertahankannya. Mendengar ucapan Jessica membuat Brendan tak dapat berkata-kata lagi. Ucapan wanita itu semakin lama semakin melukai hatinya. Bahkan kini ia merasa tidak memiliki harga diri sebagai seorang suami karena perubahan sikap Jessica yang semakin hari tidak pernah mau lagi mendengarkan perintahnya. Terlebih Brendan meminta wanita itu agar tetap berada di rumah dengan baik-baik. Jessica pun kembali menutup kaca mobilnya, lalu ia menginjak pedal gas dan mulai melajukan kendaraannya. Perlahan namun pasti hingga lajunya meninggalkan Brendan seorang diri di sana. Meninggalkan pria itu dalam keadaan hati yang terluka. Brendan menekan dadanya kuat-kuat untuk meredakan rasa sakit yang sudah berkali-kali menghantamnya. "Aku seperti tidak mengenali siapa kamu, Jessy. Kamu bukan seperti Jessy-ku yang dulu lagi. Kamu sudah berubah dan aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk meluluhkan hatimu," batin Brendan dan kemudian menghapus air matanya dengan kasar. Brendan merasa tak bisa berdiam diri di sana, ia tidak dapat membiarkan Jessica semakin membulatkan tekadnya untuk berpisah tanpa berbuat apa-apa. Pria itu pun memutuskan untuk segera menyusul sang istri dengan mengendarai mobil yang sudah lama terparkir rapi di garasi. Dengan kecepatan tinggi pria itu mengemudi, membelah jalanan kota Los Angeles di malam hari yang tampak tidak sepadat pada siang hari. Ia terus melajukan kendaraannya dengan tatapan yang begitu nanar, air mata masih terus setia menemani dan jatuh terurai membasahi wajahnya. *** Setibanya di pelataran lobi rumah sakit, Brendan segera memarkirkan mobilnya di seberang mobil milik sang istri. Jarak mereka tiba di rumah sakit hanya selisih 5 menit saja. Maka dari itu, Brendan segera mempercepat langkah kakinya untuk mencari keberadaan Jessica. "Jessica pasti sekarang sudah sampai di lantai ruang kerjanya. Lebih baik aku langsung ke sana dan menemuinya," batin Brendan memutuskan. Setibanya di lantai 2, tepatnya di mana letak ruang kerja Jessica berada, pandangan Brendan fokus meneliti satu persatu dokter yang lalu lalang di lantai tersebut untuk mencari keberadaan sang istri. Hingga langkah Brendan terhenti ketika ia berhasil menemukan sosok wanita yang ia cari. Tapi seketika Brendan dibuat diam terpaku karena melihat adegan yang begitu menyakitkan di depan matanya. "Hei, kenapa kamu menangis?" Dan pertanyaan itu terlontar dari mulut pria yang membuat Brendan merasakan begitu patah hati. Brendan melihat Jessica berada dalam pelukan pria yang masih berprofesi sebagai dokter di rumah sakit tersebut. Jessica menangis sembari mendekap erat tubuh pria itu. Membenamkan wajahnya di permukaan d**a pria yang tidak Brendan ketahui namanya. Pria itu tampak begitu lembut mengusap-ngusap pundak istrinya. Hati Brendan hancur melihat kejadian itu. Ditambah saat ia mendengar ucapan yang terlontar dari mulut istrinya dan ditanggapi oleh pria itu. "Jessica, jawab aku. Kenapa kamu datang-datang menangis seperti ini?" tanya pria itu mengulangi pertanyaannya kembali. "Aku capek, Patrick. Aku capek…" jawab Jessica dengan suara yang tersendat begitu dalam. "Apa yang membuat kamu capek seperti ini sampai kamu menangis? Apa ini soal Brendan lagi? Kamu dan dia kembali bertengkar?" tanya pria itu dengan mengeraskan rahangnya. "Dia tidak mau menceraikan aku, Patrick. Dia masih mau mempertahankan pernikahan ini, tapi dia tidak pernah mau mengerti tentangku. Dia selalu sibuk dan tidak pernah menyadari itu adalah masalah dalam pernikahan kita. Aku bingung harus gimana lagi, aku nggak tahu harus apa…" "Sudahlah Jess, apalagi yang mau kamu tunggu sekarang? Daripada kamu harus terus-menerus sedih seperti ini, lebih baik kamu langsung layangkan saja gugatan cerai pada Brendan di pengadilan. Aku akan memberimu lawyer yang terbaik untuk menangani kasus perceraianmu dengan Brendan." Hancur sudah perasaan Brendan mendengar perkataan yang dapat ditangkap oleh telinganya. Membuat tubuh pria itu terasa lemas dan tak bertenaga di posisinya. Ia tak menyangka kedatangannya ke tempat ini malah akan disuguhkan pemandangan yang begitu menyakitkan. Namun, pada akhirnya apa yang Brendan lihat membuat pria itu tenggelam dalam kesalahpahaman yang menghancurkan seluruh harapannya. "Sungguh aku tidak percaya dengan ini semua, Jessy. Walau aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri siapa pria yang telah membuatmu berubah, tapi aku tidak menyangka kamu akan tega menghianatiku dengan cara seperti ini. Kamu pergi meninggalkanku di rumah dan menuju rumah sakit untuk menemui pria itu, kamu mengatakan lelah menjalani pernikahan ini bersamaku di dalam pelukannya, bahkan pria itu seperti sangat mengetahui tentang permasalahan kita, itu artinya kamu sudah berbagi banyak cerita dengannya. Hatiku sakit, Jess. Aku sakit harus melihat ini semua," batin Brendan yang berusaha dengan sekuat tenaga untuk menahan air mata agar tidak terjatuh dari kedua pelupuk matanya. Walau bulir-bulir bening itu sudah menganak di sana, sekali kedip saja maka air mata itu akan jatuh terurai dengan sendirinya. Tak ingin keberadaannya di sana disadari oleh kedua orang yang masih berpelukan hingga saat ini, Brendan pun memutuskan untuk melangkah pergi meninggalkan pemandangan yang begitu menyakitkan. Ia pergi dengan hati yang semakin terluka. Setibanya di area parkiran, Brendan bergegas masuk ke dalam mobil. Di sanalah pria itu meluapkan kesedihannya, membiarkan air mata jatuh berlinangan membasahi wajahnya. Brendan merutuki kebodohannya karena harus melihat ini semua ini dengan mata kepalanya sendiri. "Ya Tuhan, ternyata melihat dia berada di pelukan pria lain lebih menyakitkan daripada mendengar dia menginginkan aku menceraikannya. Aku menyesal, aku begitu bodoh karena harus memutuskan untuk mengikutinya sampai ke rumah sakit ini, sampai akhirnya aku harus melihat istriku menangis dalam pelukan pria lain dan mendengarnya mengatakan dia lelah denganku kepada pria itu…" Ingatan beberapa saat yang lalu terus menari-nari dalam benak Brendan, membuat pria itu semakin hancur dan tak berdaya karena cintanya dikhianati oleh wanita yang selama ini ia anggap tidak akan pernah berani menduakan cintanya. Entah berapa banyak tenaga yang Brendan keluarkan untuk memukul stir yang tidak bersalah. Brendan merasa buntu dan putus asa, ia tidak tahu dengan langkah selanjutnya yang harus pria itu ambil setelah melihat Jessica bersama pria lain. "Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apakah jika aku menceraikannya, Jessica akan bahagia dengan pria itu? Apakah tidak ada cara lain untuk aku bisa mempertahankan pernikahan ini, Tuhan? Aku sungguh tidak sanggup jika harus berpisah dengannya, apa jadinya aku jika harus hidup tanpanya? Aku benar-benar tidak mampu, Tuhan…" Brendan semakin merasa tersiksa ketika ia tidak sanggup membayangkan hidup tanpa Jessica di kemudian hari. Hal yang tidak pernah berani ia bayangkan sejak pertama kali mengenal sosok wanita yang begitu spesial di hidupnya. Di saat keputusasaan menyelimuti pikiran Brendan dan membuatnya tidak sanggup untuk memutuskan langkah selanjutnya, tiba-tiba terbersit di benaknya untuk mengunjungi seseorang yang diyakininya dapat membantu ia menemukan solusi yang baik mengenai hubungannya bersama Jessica. Masih dengan beruraian air mata, Brendan melajukan kendaraannya meninggalkan pelataran lobi rumah sakit. Pikirannya yang kacau membuat Brendan tidak dapat fokus selama mengendarai mobilnya. Hampir beberapa kali pria itu menabrak pembatas jalan dan pengguna jalan lainnya, namun beruntungnya nasib baik masih memihak pada Brendan hingga pria itu selalu berhasil selamat dan menghindar kecelakaan tepat pada waktunya. Setelah melewati perjalanan selama 30 menit, Brendan segera memarkirkan mobilnya dengan asal begitu tiba di depan gerbang sebuah rumah yang menjadi tujuannya saat ini. Kemudian pria itu bergegas keluar meninggalkan mobilnya menuju pintu utama rumah tersebut. Lalu ia mengetuk pintu itu beberapa kali hingga seorang wanita berusia 45 tahun yang merupakan pemilik dari rumah tersebut membukakan pintu untuknya. "Brendan…" ucap wanita itu yang begitu terkejut melihat Brendan datang ke rumahnya tengah malam seperti ini dengan keadaan yang begitu kacau. Wanita yang memiliki nama lengkap Gwen Stefani itu segera menangkup kedua sisi wajah Brendan dan menghapus air mata pria itu dengan jemarinya. "Brendan apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu datang dengan keadaan yang hancur seperti ini?" tanya wanita itu yang merasa cemas karena kedatangan Brendan ke rumahnya dengan beruraian air mata. Hingga akhirnya ia berkeyakinan bahwa saat ini Brendan terlibat permasalahan yang cukup rumit dengan Jessica, putrinya. Ya, Brendan memutuskan untuk datang ke rumah orang tua Jessica yang tersisa, yaitu ibunya, karena ia sudah kehilangan kedua orang tuanya dan tak memiliki tempat untuk bersandar, tempat untuk mencurahkan isi hatinya di saat merasa terpuruk seperti tidak memiliki arah tujuan. Hanya Gwen, satu-satunya tempat yang Brendan miliki untuk berkeluh kesah mengenai perjalanan kisah rumah tangganya bersama Jessica akhir-akhir ini yang dipenuhi dengan lika-liku dan ujian tiada akhir. Ini bukan kali pertamanya Brendan datang menemui Gwen dalam keadaan hancur seperti ini. Gwen telah mengetahui banyak tentang permasalahan dalam rumah tangga putrinya bersama Brendan, selama ini ia selalu menasehati putrinya untuk mempertahankan pernikahannya, selama Brendan tidak memiliki niat untuk pergi meninggalkannya. "Kamu bertengkar lagi dengan Jessica, Nak? Bukankah malam ini adalah malam anniversary pernikahan kalian yang ke-5 tahun, lalu apalagi yang Jessica perdebatkan?" tanya Gwen menatap dalam-dalam wajah menantunya. Pria kedua yang Gwen cintai setelah ayahnya di dunia ini, karena baginya Brendan adalah pria baik-baik yang sangat bertanggung jawab, dan ia sangat beruntung memiliki menantu seperti Brendan karena Gwen yakin Jessica hidup bersama pria yang tepat, yang akan membawanya dalam kebahagiaan sesungguhnya. Sebab tak mendapatkan jawaban apa-apa dari Brendan yang masih terlihat begitu terpukul, akhirnya Gwen membawa Brendan masuk dan duduk di ruang tamu. Gwen coba memberikan Brendan ketenangan dengan memeluk tubuh pria itu agar Brendan berani untuk mengutarakan isi hatinya dan menceritakan permasalahan yang sebenarnya, hingga beban yang dipikul saat ini dapat terurai dan tidak lagi menyesakkan dadanya. "Brendy, coba cerita sama Mommy. Masalah apalagi yang kamu ributkan dengan Jessica?" Gwen coba kembali mengulangi pertanyaannya. "Mom, Jessica masih meminta aku untuk menceraikannya. Dia meninggalkan acara anniversary malam ini dan pergi ke rumah sakit dengan alasan ada tugas malam, tapi begitu aku mengikutinya sampai ke rumah sakit aku malah melihat dia menangis dalam pelukan pria yang juga merupakan dokter di sana. Mommy pasti tahu kan siapa pria itu?" Akhirnya Brendan berani untuk menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi bernaung di hatinya. Tentu saja Gwen mengerutkan dahinya begitu mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Brendan. Ia tidak mengerti dokter pria mana yang Brendan maksud. "Jessica berpelukan dengan pria lain di rumah sakit? Apa kamu tidak salah lihat? Setahu Mommy Jessica tidak memiliki teman spesial di rumah sakit, selama ini dia lebih senang menyendiri saat sedang bekerja dan seharusnya malam ini dia tidak ada jadwal untuk tugas malam, bahkan yang Mommy tahu Jessica saat ini harusnya sedang menghabiskan malamnya bersamamu." Jawaban Gwen semakin membuat perasaan Brendan hancur berkeping-keping, karena ternyata Jessica membohonginya. Brendan tak habis pikir mengapa Jessica harus melakukan kebohongan ini di malam yang seharusnya spesial untuk mereka lewati berdua, seperti malam anniversary-anniversary tahun sebelumnya. "Berarti Jessica sengaja membohongi aku, Mom. Itu artinya Jessica benar-benar memiliki hubungan spesial dengan pria itu. Bahkan pria yang tadi memeluknya tahu tentang permasalahan yang Jessica hadapi saat ini bersamaku. Hatiku sakit, Mom… Aku hancur melihat istriku menangis dalam pelukan pria lain, keberadaanku seperti tidak lagi diharapkan oleh Jessica. Dia tidak lagi menginginkan aku sebagai suaminya, Mom, lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Brendan sembari mengepalkan kedua tangannya yang mulai mendingin. "Tetap bertahan dan teruslah berjuang untuk mempertahankan pernikahan kalian. Percaya sama Mommy, Jessica itu bohong, dia tidak sekuat itu untuk berpisah denganmu, Brendan. Dia hanya kesal karena kamu terlalu sibuk dengan pekerjaanmu sehingga kamu tidak memiliki waktu sedikit saja untuknya, bahkan kamu tidak pernah lagi sempat mendengar banyak hal yang ingin dia ceritakan padamu. Saat ini hanya satu yang Jessica harapkan darimu, dia ingin kamu mundur menjadi pasukan SWAT mencari pekerjaan yang lain, yang memberimu waktu bekerja sewajarnya dan tidak menguras seluruh waktumu. Tapi Mommy tahu dan sangat paham bahwa pekerjaan ini sangat penting untuk kamu karena ayahmu menggantungkan banyak harapan dengan kamu menjadi anggota SWAT dan meneruskan perjuangannya. Tapi di sisi lain Jessica tidak mau mendengar alasan itu, dia ingin dimengerti dan dipedulikan seperti saat pertama kali awal kalian menikah. Dia itu masih terlalu manja untuk dibiarkan mandiri, dia terlalu muda menjalani rumah tangga di usia yang seharusnya dia masih memikirkan besok mau main ke mana lagi bersama teman-temannya. Percayalah Brendan, dia hanya mengharapkan waktu darimu, bukannya perpisahan. Dan Mommy berani jamin Jessica dan pria itu tidak memiliki hubungan apa pun selain ikatan pertemanan sesama dokter. Besok Mommy akan menyelidiki dan mencari tahu siapa pria itu. Jadi sekarang berhentilah menangis, kendalikan emosimu, jangan seperti ini. Dan yang paling penting jangan pernah mengabulkan permintaan Jessica yang satu itu." Gwen coba menjelaskan secara panjang lebar agar Brendan mengerti dan tidak berputus asa lagi. Gwen tidak ingin rumah tangga Jessica dan Brendan hancur akibat kesalahpahaman, karena ia tahu bahwa keduanya saling membutuhkan dan terlalu gengsi untuk memendam ego masing-masing. Mendengar penjelasan Gwen membuat Brendan merasa memiliki secercah harapan untuk terus mempertahankan pernikahannya bersama Jessica. Harapan yang sudah tertanam di hatinya sejak awal mengenal Jessica, dan bertekad akan terus menjaga wanita itu setelah menjadi pasangannya. "Maafkan aku Jessy, karena aku yang terlalu sibuk membuat kamu jadi seperti ini. Kamu bisa dekat dengan pria lain dan menjadikannya teman untuk berbagi cerita itu karena salahku yang tidak pernah ada untukmu dan sempat mendengarkan cerita-ceritamu… Sekarang aku sadar bahwa aku gagal menjadi suami pengertian dan perhatian seperti yang kamu harapkan," batin Brendan yang menundukkan kepalanya dalam-dalam setelah sadar akan kesalahannya yang tidak peka terhadap pasangan karena begitu disibukkan oleh tugas kepolisian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN