Pecah Perawan

1067 Kata
Sashi masih mencoba melepaskan diri dari kungkungan tubuh kekar Andreas. Namun saat sesuatu di bawah sana terasa mengoyak dirinya, Sashi terbujur kaku dengan air mata yang merembes deras. Dirinya terisak. Andreas yang merasakan telah mengoyak sesuatu di bawah sana juga ikut membeku. Perempuan di bawahnya kini menahan sakit akibat ulah juniornya yang sudah masuk setengah. "Sial!" Andreas tidak bisa berhenti. Ini sudah kepalang tanggung. Dirinya sudah merusak sesuatu yang berharga di bawah sana. "Sakit... Hiks..." Andreas memejamkan mata dan mendorong semakin dalam saat senjatanya berkedut ngilu. "Akkhhh..." Jeritan kesakitan Sashi dibungkam oleh Andreas dengan ciuman lembutnya yang intens. "Maaf," bisiknya saat melihat air mata Sashi semakin deras mengalir. Andreas mulai bergerak saat dirasanya tubuh Sashi tidak se-kaku sebelumnya. "Bajingan," desis Sashi di sela desahannya. Bukannya marah, Andreas malah tersenyum manis dan mencium kening Sashi dengan sayang. Bahkan perempuan itu sampai terbuai oleh perlakuan Andreas saat ini. Begitu manis dan lembut. Bukan seperti Andreas yang sering dia lihat di kampus. Yang kasar dan brutal. "Stophhh... Mau pipiss..." Andreas semakin bergerak buas. Diraihnya payudara Sashi untuk dihisap dan digigitnya. Membuat Sashi menahan kepala Andreas agar semakin lama di sana. "Ohhh...." Andreas mengerang kuat dan menghentak semakin dalam. Menyemburkan cairan hangat ke dalam rahim Sashi. Keduanya mendesah lega saat sama-sama mendapatkan pelepasan. Sashi memejamkan mata dengan napas yang putus-putus. Sedangkan Andreas menikmati setiap detik yang berlalu memandang wajah cantik perempuan di bawahnya. "Terima kasih." Sashi yang mendengarnya hanya pura-pura tidur. Dia berharap saat membuka mata nanti, semua yang terjadi beberapa menit yang lalu hanyalah sebuah mimpi. Andres mencium lembut kening Sashi. Beralih ke pipi dan terakhir mengecup bibir Sashi cukup lama. Saat bibir Andreas bergerak ingin melumatnya, Sashi mendorong tubuhnya cukup kuat hingga Andreas beranjak. Perempuan itu duduk dengan tangan yang menutupi dadanya dan bergegas memungut pakaiannya. Air mata kembali menetes di pipi. Sashi tergesa-gesa mengenakan kembali pakaiannya. Sedangkan Andreas masih terpaku dan tersenyum tipis saat memandang bercak merah di seprai putih yang menjadi saksi percintaan ternikmat baginya beberapa menit yang lalu. Suara pintu yang terbuka dan tertutup membuat Andreas menoleh. Sosok Sashi sudah hilang keluar dari ruangan itu. "Sial!" Bergegas Andreas mengenakan kembali pakaiannya. Kemudian setengah berlari untuk mengejar Sashi. Namun jejak perempuan itu tidak terlihat sama sekali. Benar-benar sudah hilang. Andreas mengacak kasar rambutnya. *** Sashi berjalan terseok-seok. Selangkangannya masih sakit. Air matanya kembali menetes. Kenapa hidupnya menyedihkan seperti ini? Sashi sudah mewanti-wanti kalau malam ini dirinya hanya bekerja untuk menggantikan kakaknya yang tengah sakit. Silakan dihujat. Kakak Sashi memang seorang pelacur. Kalau bukan dari pekerjaan itu, Sashi tidak tahu bagaimana keadaan hidupnya sekarang. Tapi Sashi tidak melakukan hal seperti itu untuk datang ke kelab malam. Kakaknya hanya menyuruh Sashi bertemu dengan salah satu temannya yang ada janji di kelab itu. Sashi bersyukur punya kakak yang menjadi tulang punggung keluarga. Sashi kasihan, kakaknya harus putus kuliah demi melindungi keluarganya. Ayahnya yang tidak bertanggung jawab meninggalkan mereka dan pergi dengan selingkuhannya. Ibunya pun begitu. Kedua orangtua yang sama sekali tidak terikat cinta hanya akan membuang-buang anaknya. Sashi dan kakaknya salah satu contoh. "Dek? Kamu itu?" Sashi menggigit bibirnya saat suara kakaknya terdengar memanggil ketika dirinya membuka pintu rumah. Kalau dilihat dari penampilan Sashi sehari-hari, gadis itu memang memakai barang biasa saja. Hanya mobil, ponsel dan laptop yang memiliki harga mahal. Pakaiannya terbilang sangat sederhana. Karena memang mereka terlahir dari keluarga yang sederhana. Semenjak kakaknya bekerja sebagai pemuas nafsu pria-pria kurang belain di luaran sana, hidup mereka berkecukupan. Apalagi sekarang kakaknya tengah dilanda kebimbangan. Ada seorang pria berstatus duda yang menginginkan kakaknya untuk menjadi istrinya. Oleh karena itu kakaknya jatuh sakit karena banyak berpikir dan kurang tidur. "Dek?" Pintu kamar kakaknya terbuka, Sashi yang tengah bersandar di pintu utama langsung bergegas bersembunyi. Dari celah kecil Sashi mengintip ke arah pintu kamar kakaknya. Benar saja, kakaknya mencari sosok Sashi. "Sashi?" Suara pria yang Sashi kenal. Pria yang menginginkan kakaknya. "Gak ada. Mungkin cuma pendengaranku aja. Mas nginep?" "Kalo Sashi gak pulang ya Mas nginep. Gak mungkin ninggalin kamu sendirian tengah sakit begini." "Aku gak papa sendiri. Kalo Mas mau pulang silakan." "Gak. Mas tungguin sampai Sashi pulang." Sashi mengendap-endap saat melihat pintu kamar kakaknya kembali tertutup. Saat memasuki kamar, Sashi menghembuskan napas lega. Dirinya benar-benar menahan napas sejak tadi. *** "Kenapa muka lo?" tanya Galih melihat keheranan pada raut masam temannya satu itu. Andreas pagi ini tidak ada kelas. Tumben sekali dirinya mau ke kampus saat matahari belum berada di puncak seperti ini. Biasanya Andreas itu paling anti datang ke kampus sepagi ini meskipun ada kelas sekalipun. "Lo ada kelas?" tanya Bayu yang tengah memangku seorang perempuan di atas pahanya. "Gak." Galih dan Bayu saling pandang. Keduanya menoleh saat teman mereka yang lain ikut bergabung. Ada Jonas dan Ferry. "Gila. Semalem gue lihat cewek cakep di kelab. Sayang banget pas gue mau samperin dianya udah di seret sama temennya." Galih dan Bayu menertawakan kesialan Ferry. Sedangkan Jonas malah sibuk dengan ponselnya. "Ini nih, kalian lihat. Kayaknya semalem kalian gak sempat lirik." Ferry memperlihatkan foto yang sengaja dia ambil tadi malam meskipun remang-remang, tapi cukup jelas karena wajah gadis itu terlihat dari depan. "Gila, cantik, seksi," komentar baru dan diangguki oleh Ferry. Laki-laki itu menyodorkan kepada Jonas yang dibalas guamaman tidak jelas. "Dre, lihat nih." Mata Andreas menatap layar. Seketika jantungnya berdetak tak karuan. Ada rasa yang mengganjal saat matanya menatap wajah perempuan di dalam gambar. Dengan gigi bergemelatuk Andreas meraih ponsel Ferry dan menghapus gambar-gambar yang menampilkan lekuk tubuh perempuan di dalam sana. Kemudian Andreas melempar ponsel Ferry ke atas meja kantin karena memang saat ini mereka duduk di kantin fakultas yang  masih sepi. "Sialan lo! Bangsat! Kenapa lo hapus?!" Ferry meradang. Susah payah dirinya mendapatkan foto tersebut. "Itu incaran gue bangsat! Sial!" Galih dan Bayu terbahak. "Ntar malem kita cari lagi. Tenang aja. Jangan emosi lo pada." "Gila lo. Itu cewek baru semalem di sana. Gue tanya sama temen gue, dia anak baru. Kayaknya pelacur baru di sana. Bangsat si Andreas malah dihapus." Ferry memang berniat akan mencari lagi perempuan di foto yang dibidiknya. Melihat lekuk tubuhnya saja sudah membuat Ferry ingin mengerang nikmat. "Ah, bangsat lo, Dre. Objek gue onani itu tadi malem." Andreas berdiri dan menghantam kan tinjunya pada wajah Ferry. Ketiga temannya juga sama-sama berdiri. Bahkan kekasih Bayu langsung mengamankan diri di balik punggung Bayu. "Hapus bayangannya dari otak kotor lo! Dia cewek gue!" teriak Andreas murka dan berlalu pergi. Keempat orang di sana dibuat melongo. Ferry kemudian tertawa sinis, "Menarik," lirihnya sambil meludah ke lantai kantin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN