Setelah selesai, Tiffany pun segera kembali ke mess. Tujuan utamanya adalah kamar mess milik Kriss. Tadi saat jam makan siang hampir berakhir dirinya mendengar jika orang-orang yang mendaftarkan diri sebagai pengawal telah menghabisi satu orang hingga laki-laki itu pingsan tak sadarkan diri. Tiffany juga mendengar jika saat ini tidak ada yang tahu keadaan laki-laki itu lagi.
Tiffany membuka kamar milik Kriss dan terkejut saat melihat Kriss tergeletak begitu saja. Banyak luka yang terlihat, namun laki-laki itu tidak terlihat mengeluh sedikitpun.
"Apa kamu mati?" Tanya Tiffany seraya mendekati Kriss yang masih memejamkan matanya itu.
Tiffany menyentuh kepala Kriss dengan hati-hati, bahkan Tiffany bingung ingin menyentuhnya di bagian mana, karena wajah laki-laki itu benar-benar lebam semua. Membuatnya ngeri sendiri saat melihatnya. Membayangkan betapa sakitnya semua itu jika dirinya yang mengalaminya.
"Stttt," desis Kriss pelan saat merasakan ada yang menyentuh kepalanya. Rasanya benar-benar sedikit sakit karena sentuhan itu.
Kriss membuka matanya dan melihat ke arah Tiffany dengan sedikit buram. Kepalanya benar-benar sakit dan perutnya juga lapar. Jadi dirinya tidak memiliki banyak tenaga untuk bergerak.
"Apa kamu gila? Harusnya kamu melawan." Suara wanita itu yang terlihat marah dan juga khawatir itu membuat Kriss terdiam.
Siapa Tiffany? Kenapa wanita itu begitu peduli padanya? Bahkan wanita itu masih mengenakan baju kebanggaannya tanpa berniat untuk menggantinya lebih dulu.
"Mana kamu juga demam." Lanjut wanita itu lagi.
Tiffany terlihat bingung karena dirinya juga tidak tahu harus melakukan apa. Kriss terluka parah dan dirinya tidak bisa menyentuhnya sembarangan.
"Aku akan panggilkan dokter, kamu tunggu di sini dulu jangan ke mana-mana." Kata Tiffany seraya menggerakkan tangannya bingung.
Kriss meraih tangan Tiffany dan memegangnya dengan pelan.
"Ma ... kan." Gumam Kriss dengan pelan.
"Iya, aku lupa." Jawab Tiffany yang langsung saja berdiri dan meninggalkan kamar Kriss.
Tiffany berlari ke kamar Anto dengan cepat. Tangannya bergerak membuka pintu kamar Anto yang tertutup.
"Tolong panggilkan dokter." Kata Tiffany tanpa melihat situasi.
"Kriss terluka parah, dia akan mati jika kita tidak cepat." Lanjut Tiffany lagi.
Anto sendiri hanya diam, matanya menatap ke arah pintu kamarnya yang di tutup lagi oleh Tiffany dari luar. Anto menatap ke arah dirinya sendiri. Dirinya baru saja melepas semua bajunya dan otomatis dirinya tengah telanjang saat ini, lalu apakah Tiffany tidak melihatnya tadi?
Meskipun kesal, Anto pun segera mengambil baju dan memakainya. Dirinya mengurungkan niatnya untuk mandi dan memilih untuk membantu Tiffany yang terlihat khawatir itu.
Tiffany sendiri berjalan ke arah keluar untuk membeli bubur untuk Kriss. Dirinya tahu Kriss bisa makan apapun, tapi Tiffany benar-benar tidak tega jika melihat laki-laki itu mengunyah nasi dengan wajahnya yang seperti itu. Tiffany benar-benar ingin mengumpati semua orang yang ada dibawah ayahnya. Siapa yang begitu berani semena-mena seperti itu pada orang rendah seperti Kriss? Tiffany tahu Kriss orangnya sedikit susah diatur, tapi setidaknya mereka bisa bicara dengan hati-hati, tidak perlu menggunakan kekerasan seperti itu. Bahkan jika laki-laki itu cacat, siapa yang akan mempertanggungjawabkan semuanya?
10 menit, Anto berjalan ke arah mess milik Kriss setelah berhasil memanggil dokter yang dipekerjakan secara khusus di laboratorium.
Anto terkejut saat melihat Kriss dan semua lukanya itu, tapi dirinya lebih terkejut karena laki-laki itu tidak sedikitpun merintih ataupun mengeluh kesakitan dengan semua luka yang menghiasi tubuhnya itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya dokter pada Anto.
Anto menggelengkan kepalanya pelan, tidak tahu dengan apa yang terjadi, dirinya pun juga bertanya-tanya apa yang membuat laki-laki itu terluka sebegitu banyaknya.
Dokter pun mulai memeriksa, Kriss sendiri hanya mendesis pelan saat tangan dokter menyentuh lukanya.
"Badannya panas, aku akan meresepkan obatnya, kamu bisa belikan di luar bukan?" Tanya dokter pada Anto.
Anto pun mengangguk dengan cepat. Sembari menunggu, Anto kembali menatap ke arah wajah Kriss yang masih memar itu. Disekitar matanya benar-benar parah, Anto sendiri pun membayangkan bagaimana sakitnya jika Kriss memaksakan untuk membuka matanya itu.
"Ini resepnya, aku akan pergi ke kantor dokter untuk mengambil kasa dan juga alkohol untuk membersihkan lukanya." Lanjut dokter seraya memberikan resep obat itu pada Anto.
Keduanya keluar dari kamar Kriss bersamaan, meninggalkan Kriss sendirian di dalam kamarnya dan tidak berdaya itu.
Kriss kembali memejamkan matanya yang terasa berat itu, andai saja perutnya tidak lapar pasti dirinya lebih memilih untuk tidur saja. Tapi dirinya tidak bisa melakukan itu karena perutnya yang kelaparan.
Hampir sepuluh menit Kriss sendirian, Tiffany pun kembali dengan membawa bubur untuk Kriss.
"Apa kamu bisa bangun?" Tanya Tiffany dengan suara pelan.
Kriss yang mendengar suara Tiffany pun langsung membuka matanya dan menatap ke arah wanita itu. Tiffany terlihat sibuk mengeluarkan bubur dari plastik dan juga mengambil sendok yang ada.
Kriss sendiri pun mencoba untuk bangun di saat wanita itu tengah sibuk menyiapkan makan untuknya. Setelah ini dirinya harus berterima kasih pada Tiffany karena sudah banyak membantunya.
Disaat Tiffany berbalik, hampir saja dirinya menjatuhkan buburnya saat melihat Kriss yang sudah duduk di belakangnya. Benar-benar membuatnya terkejut, apalagi wajah laki-laki itu benar-benar mengerikan.
"Makan dengan perlahan, apa kamu bisa membuka mulutmu?" Tanya Tiffany saat melihat luka di sekitar bibir Kriss.
Kriss pun mengangguk dan membuka mulutnya, meskipun tidak bisa terbuka lebar, tetap saja Tiffany merasa lega karena laki-laki itu bisa membuka mulutnya sendiri.
Suapan demi suapan Tiffany suapkan untuk Kriss, laki-laki itu juga menelannya dengan cepat. Seolah-olah membuktikan jika dia benar-benar kelaparan seharian ini.
"Apa kamu bahkan belum memakan apapun tadi?" Tanya Tiffany pelan.
Kriss menganggukkan kepalanya cepat, dirinya memang belum makan apapun karena tadi bangun kesiangan. Dirinya berpikir bisa menahan laparnya hingga makan siang tiba, tapi siapa yang tahu jika hal ini akan terjadi?
Dokter kembali ke kamar Kriss dan melihat anak pemilik perusahaan itu tengah menyuapi Kriss.
"Dokter, maaf mengganggu malam-malam." Kata Tiffany dengan sopan.
"Tidak apa-apa, tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa lukanya separah ini?" Tanya dokter itu pada Tiffany.
"Ketua lab marah karena dia datang terlambat, akhirnya ketua meminta orang-orang yang menjalani pelatihan pengawal untuk menghajarnya." Jawab Tiffany dengan menundukkan kepalanya.
Tiffany malu, dirinya adalah anak dari pemilik perusahaan dan juga lab ini. Sekarang, kekerasan ini terjadi dan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali meminta maaf dan membantunya seperti ini.
"Ini salahku, seharusnya sebagai anak dari pemilik lab aku bisa menahannya." Lanjut Tiffany lagi.
"Bukan salahmu, lagipula kamu juga tidak tahu apa-apa. Semua kejadian ini akan sangat tidak adil jika kamu ikut disalahkan." Jawab dokter seraya meletakkan barang-barangnya dan mulai mengobati Kriss.
"Anto sedang membeli obat, kamu bisa menyuapinya lagi, jadi dia bisa langsung minum obatnya setelah makannya selesai." Kata dokter lagi yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
Tbc