Luka 1

942 Kata
Masih Tentangmu - Luka "Dea, aku ngeliat Gama kemarin jalan dengan Alita," kata Hani pada Deandra yang tengah makan siang bersamanya di kantin kantor. Sebenarnya wanita itu tidak ingin memberitahu sahabatnya, hanya saja sudah dua kali ini Hani memergoki laki-laki itu jalan berdua dengan rekan kantor mereka. Dea menghentikan suapan dan menatap wanita di hadapannya dengan rona terkejut. Degup jantungnya berpacu kencang. "Di mana?" "Makan malam di Joy Seafood." Kedua rekan itu saling berpandangan. "Dua kali ini aku nggak sengaja melihat mereka jalan berdua. Yang pertama udah lama sekali. Aku lihat di dekat gerbang tol colomadu. Hanya ada mereka saja di dalam mobil." Kejujuran Hani memporak-porandakan perasaan Dea seketika itu. Selera makannya musnah sudah. Perut yang sejak pagi tadi belum terisi apa-apa, mendadak terasa penuh tapi perih di ulu hati. Hani sendiri terpaksa memberitahu, karena Alita merupakan teman sekantor mereka dan dekat juga dengan Deandra. Apa mungkin gadis itu menjalin hubungan dengan Gama? "Dea, aku curiga mereka punya hubungan spesial." Deandra yang biasa dipanggil Dea menelan saliva, kemudian menunduk. Memainkan sendok pada nasi yang masih separuh. "Nggak apa-apa, Han. Toh, aku dan Mas Gama juga sudah lama bercerai. Dia bebas mau jalan dan menikah dengan gadis mana saja. Hubungan kami hanya sekedar sebagai orang tua dari Antika." "Ya, aku tahu. Tapi apa harus dengan Alita? Kamu dan Alita berteman baik, 'kan?" Wanita dengan rambut sebawah pundak itu hanya mengangkat bahunya sejenak. Dia sudah tidak punya hak apapun untuk melarang atau mengizinkan Gama memilih dengan siapa ingin menjalin hubungan. Benarkah Gama memilih Alita? Bukankah Gama juga tahu kalau Alita adalah teman baiknya. Dan gadis itu juga tahu kalau Gama mantan suaminya. Memanglah sebelum Alita datang, antara dirinya dan Gama sudah menjadi mantan. Jadi untuk apa mempermasalahkan hal itu. Mereka berhak membuat keputusan untuk menjalin hubungan. Dea menghela nafas berat. Selama ini Alita tetap bersikap seperti biasanya kalau di kantor. Tapi sudah ada dua bulan terakhir ini, gadis itu memang jarang mengajak Dea kulineran di akhir pekan. Selalu pulang terburu-buru. Dipikir Dea karena neneknya Alita tengah sakit, makanya jarang mengajak jalan. Mungkin Hani benar, diam-diam antara Alita dan Gama memiliki hubungan. Dea menangis dalam batin. Serasa ada yang menggores perasaan yang selama ini masih utuh pada laki-laki yang menjadi cinta pertamanya. "Kira-kira mereka kenal di mana? Apa kamu yang ngenalin?" "Aku pernah mengajak Alita menjemput Antika di rumah Mas Gama. Sebelum kami pulang, Mas Gama ngajak makan malam di KFC depan perumahan. Itu yang aku ingat. Jika di lain hari mereka kenalan sendiri dan bertemu, aku nggak tahu." Wajah cantik Dea yang tadinya cerah, kini mendadak suram. Hani merasa bersalah, tapi ia harus memberitahu sahabatnya. Sebab Dea berteman baik dengan Alita. Mumpung dua hari ini Alita juga tidak masuk kerja. Justru Dea lebih sering bepergian bersama Alita daripada dengan dirinya. Maklum, mereka sama-sama single, sedangkan dirinya ibu dari dua anak yang lebih memilih langsung pulang daripada jalan-jalan ke mall. "Dea, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Hani khawatir melihat Dea terus diam sambil memperhatikan nasi di piring. "Enggak." Dea mengangkat wajah dengan senyum dipaksakan. Hani makin tak enak hati. Dia tahu bagaimana perasaan Deandra pada Gama. Meski mereka sudah lama bercerai. "Habiskan dulu makanmu. Setelah itu kita salat zhuhur sekalian istirahat di mushola," kata Hani. "Sekarang saja, Han. Aku sudah kenyang." "Kamu tadi bilang kalau pagi nggak sempat sarapan. Maaf, harusnya aku cerita setelah kamu selesai makan," sesal Hani. "Enggak apa-apa. Ayuk, kita ke mushola!" Dea berdiri sambil meraih tas tangannya di atas meja. Kemudian menarik pelan lengan sahabatnya. Hani mengikuti langkah Dea menuju musholla dengan bangunan terpisah yang berada di sebelah barat kantor. Dekat parkiran. Tempat itu sepi karena setiap hari Jum'at begini, karyawan pergi keluar untuk salat Jum'at sekalian makan siang di luar. Untuk para karyawati, sebagian juga rame-rame makan di luar dan hanya beberapa orang yang tetap di kantor dan memilih makan di kantin. "Dea, maafkan aku ya. Harusnya aku nggak ceritakan hal itu ke kamu." Hani bicara sambil mengulurkan tangan, usai mereka salat. Dea tersenyum. "Nggak apa-apa, Han. Nggak usah merasa bersalah. Terima kasih karena kamu sudah ngasih tahu aku. Jika kamu diam saja, aku mana tahu." Wanita itu menunduk sejenak kemudian meneruskan bicara. "Lagian aku dan Mas Gama sudah nggak ada ikatan apa-apa. Dia berhak bersama dengan siapapun." "Kamu nggak ada alasan lagi untuk mempertahankan perasaanmu sama dia. Ayolah, buka lembaran baru untuk masa depanmu. Jangan harapkan yang nggak bisa lagi kamu dapatkan. Kamu dari keluarga terhormat, cantik, masih muda pula. Apa yang kamu harapkan dari Gama? Kalau mau berjuang, tentu sudah dia lakukan. Tapi buktinya dia juga diam saja. Common, Dea. Kamu sangat cantik dan baik, buka hati kamu untuk pria lain." Kadang Hani ikut geregetan melihat sahabatnya masih keukeh mempertahankan perasaannya pada seorang mantan. Hani tahu bagaimana sifat Gama. Meski katanya sekarang sudah jauh berubah. Dea menunduk dan meneteskan air mata. Sejenak menangis. Tanpa diingatkan oleh Hani pun, seharusnya dia sudah melakukan itu. Apa yang ditunggunya? Kebaikan Gama akhir-akhir ini justru memporak-porandakan perasaannya. Gama baik hanya demi anak mereka. Selama ini dia juga berpikir kalau pada akhirnya Gama mungkin akan menikah dengan perempuan lain, tapi ia tidak mengira sama sekali kalau Alita yang dipilih oleh Gama. Gadis yang dikenalkannya padanya belum lama ini. "Apa yang membuatmu mempertahankan kesendirian dan perasaan pada Gama? Sedangkan perlakuannya juga nggak baik padamu selama kalian menikah." Dengan ujung jemari, Dea mengusap air mata lalu menarik napas dalam-dalam. "Selama kami menikah, dia memang lebih mengutamakan berkumpul dengan teman-temannya. Mengutamakan hobinya. Balapan, nongkrong di kafe, touring. Tapi belum pernah sekali saja dia main perempuan." Hening. "Jika sekarang dia bersama Alita. Mungkin Alita perempuan yang membuatnya kembali jatuh cinta." Dea memandang Hani dengan senyum getir yang terbit di bibirnya yang sangat menarik. Tersapu lipstik warna nude.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN