Bab 13

2337 Kata
Tiga bulan pun sudah berlalu. Selama itu hubungan Tian dan Adelia semakin lama semakin harmonis. Tidak pernah ada keributan atau selisih pendapat diantara mereka. Itu dikarenakan mereka saling mengerti dan mengalah satu sama lain. Saat ini Adel dan Tian sedang duduk di kursi taman yang tak jauh dari supermarket. Mereka berdua tengah asyik makan siang bersama sambil sesekali bercanda dan saling melempar senyuman. "Tau deh yang lagi kasmaran, bawaannya mau berdua-dua saja," ucap Rendi yang tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua. "Apaan si Ren? Jangan syirik. Makanya kamu jangan kelamaan jomblo, sana cepatan cari pacar." "Aduh Yan, memangnya lo pikir cari pacar semudah beli cabe di pasar apa." "Sudah Bang Tian, Bang Rendi nya jangan diledekin terus, kasihan entar dia nangis lagi hehe." "Wah mentang-mentang sekarang sudah sehati, jadi kamu ikut-ikutan Tian ya Del untuk menyerang saya. Kalau itu mah kalah dong saya, secara dua lawan satu." "Maaf deh Bang Rendi, mendingan sekarang kita makan yuk. Hari ini Adel sengaja masak banyak, untuk kita makan bertiga," ajak Adelia. "Kalau ini baru ok Del," ucap Rendi yang langsung mengambil posisi tempat duduknya. "Dasar kamu Ren, perut karet nggak bisa lihat makanan," jawab Tian yang geleng-geleng kepala. Melihat kelakuan asisten pribadinya. "Hehe, kan mumpung ada yang menawarkan, Yan. Gratis lagi." "Ya sudah Bang Tian, Bang Rendi. Ayo, kita makan sekarang," ajak Adelia kepada kedua pria itu. "Iya Del," jawab Tian dengan senyuman yang tidak pernah lepas, dari wajahnya. Ketika memandang wanita yang telah mengisi hatinya itu. *** Saat ini di Singapura keadaan Galang semakin lama semakin membaik. Sedikit demi sedikit Galang sudah mulai bisa menggerakkan kaki sebelah kanannya. "Alhamdulillah, Nak. Sekarang kamu sudah banyak kemajuan." "Iya Ma, pokoknya Galang harus segera sembuh. Lagi pula Galang sudah bosan berada di rumah sakit ini." "Iya, Mama tau nak. Kita tunggu Papa ya, soalnya sekarang Papa sedang menanyakan kondisi kamu sama dokter. Semoga saja, dokter mengijinkan kamu untuk segera pulang." "Amin, semoga saja Ma." Tak lama kemudian Pak Bagas pun datang. Setelah berbicara dengan dokter, ia pun langsung menuju ruangan dimana putranya dirawat. Ceklek! "Nah, itu Papa sayang sudah datang." Mama Lina pun segera menghampiri suaminya itu. "Bagaimana Pa? Dokter bilang apa tentang keadaan Galang?" tanya Mama Lina dengan penuh antusias. "Alhamdulillah Ma, dokter sudah mengijinkan Galang untuk pulang besok pagi." "Benaran Pa?" tanya Lina yang seakan tidak percaya. Namun, ia merasa sangat bahagia. "Iya Ma, karena keadaan Galang sudah mengalami banyak kemajuan, dokter menyarankan agar Galang cukup rawat jalan saja di rumah sakit yang ada di Jakarta," jelas Bagas kepada istrinya. "Alhamdulillah Pa, kamu dengar sendiri kan Galang, besok kita sudah bisa kembali ke Indonesia." "Iya Ma, Galang sangat senang mendengarnya. Terima kasih ya Ma, Pa, kalian sudah menjaga dan merawat Galang selama ini," ucap Galang yang merasa sangat bersyukur. Memiliki kedua orang tua yang sangat baik, dan juga perhatian. "Makanya Papa minta sama kamu Galang, jadikan musibah yang menimpamu ini sebagai pelajaran. Jangan pernah kamu ulangi lagi kegiatan mu itu yang nggak ada manfaatnya." "Iya Pa, Galang janji tidak akan mengecewakan Mama dan Papa lagi." "Baik, jika kamu tidak mau mengecewakan kami lagi, Papa minta setelah kamu sembuh total nanti sebaiknya kamu tinggal di London bersama kakek mu di sana." Deg! "Tapi Pa-." "Nggak ada tapi-tapian Galang, ini semua demi kebaikan kamu." "Pa, please. Galang berjanji akan berubah, setelah sembuh nanti Galang juga akan membantu Papa di kantor. Tapi tolong, jangan kirim Galang ke London Pa." "Kita lihat saja nanti," ucap Pak Bagas agak sedikit acuh dan segera bangkit dari sofa yang didudukinya." Oh ya Ma, Papa mau pergi dulu, ada klien yang ingin bertemu dengan Papa disini. Sekaligus Papa mau mengurus kepulangan kita untuk besok pagi." "Iya Pa, Papa hati-hati dijalan ya." Pak Bagas pun segera pergi dari ruangan rawat inap Galang putranya. Selepas kepergian papanya, Galang terus saja merayu Mama Lina agar mau membujuk Pak Bagas untuk membatalkan niatnya itu. "Ma, tolong bantu Galang Ma. Mama ngomong sama Papa ya, jangan kirim Galang ke London." "Mama nggak bisa janji sayang, makanya mulai sekarang kamu tunjukkan ke Papa kamu, kalau kamu memang benar-benar berubah. Bikin dia percaya kalau kamu bukanlah Galang yang dulu yang suka membuang-buang waktu nggak jelas." "Iya Ma, Galang janji Galang akan berubah. Beri Galang kesempatan sekali lagi Ma." "Mama nggak bisa mutusin sayang, karena semua keputusan saat ini ada ditangan Papa kamu." Galang pun tertunduk lesu setelah mendengarkan ucapan mamanya. Mama Lina yang melihat itupun merasa kasihan kepada Galang. "Kamu yang sabar ya, Nak. Kita berdoa saja semoga Papa kamu mau membatalkan niatnya." "Semoga saja Ma," ucap Galang dengan tidak bersemangat. Keesokkan harinya Pak Bagas beserta keluarga telah bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka pun sampai di Bandara Soekarno Hatta dengan selamat. Kedatangan Galang pulang ke rumah, disambut dengan antusias oleh kedua sahabatnya Tio dan Robi yang sudah menunggu lama di teras rumah kediaman keluarga Galang. Ketika melihat kedua sahabat putranya, seketika membuat raut wajah Pak Bagas pun berubah. "Mau apa kalian kesini?" tanya Pak Bagas dengan ketus. "Maaf sebelumnya Om, kami hanya ingin melihat kondisi Galang karena Galang adalah sahabat kami." "Ini yang terakhir Om peringatkan sama kalian, jangan memberikan pengaruh buruk sama putra Om lagi." "Pa, ini semua bukan salah mereka. Sebaiknya Papa salahkan saja Galang, karena mereka cuma menemani Galang di acara balapan itu." "Kamu dan teman-teman kamu ini sama saja. Sama-sama nggak bisa diatur." "Pa, sudah Pa. Sebaiknya Papa kendalikan emosi Papa. Sekarang Papa pasti capek, mendingan kita istirahat dikamar saja ya," ucap Mama Lina berusaha menenangkan suaminya. Pak Bagas pun akhirnya mengikuti apa yang dikatakan istrinya itu. "Ya sudah Galang, kamu juga jangan lupa istirahat ya, Nak," pesan Lina kepada putra bungsunya. "Iya Ma," jawab Galang. "Tio, Robi, Tante kedalam dulu ya. Kalau kalian mau makan atau minum, minta sama bibi di dapur." "Iya Tante, makasih sebelumnya," ucap Robi berusaha sesopan mungkin kepada mamanya Galang. "Kita kekamar gue aja Bro!" ajak Galang kepada kedua sahabatnya itu. Setibanya dikamar. "Lang, lo benaran sudah sehat?" "Kalian lihat sendirikan, alhmdulillah kata dokter disana gue sudah sehat. Cuma gue di suruh kontrol saja sama dokter yang ada disini." "Terus terang, gue jadi nggak enak sama keluarga lo Lang." "Iya Lang, gue juga," ucap Tio menyetujui omongan Robi. "Sudah, santai saja. Lagi pula ini bukan kesalahan kalian kok. Mungkin sudah takdirnya gue mendapatkan musibah seperti ini. Ya, gue rasa ini balasan dari Tuhan, atas perbuatan gue selama ini." "Lo yang sabar ya, Lang. Asal lo ikhlas, gue yakin semua akan indah pada waktunya." "Wah Yo, kata-kata lo sok puitis banget," celetuk Robi yang hanya bisa geleng-geleng kepala, ketika mendengar perkataan dari sahabatnya. "Memangnya kenapa, Bi? Baru tahu lo, bakat terpendam yang gue miliki." "Terserah lo deh, Yo," jawab Robi menanggapi ucapan sahabatnya itu. "Sudah kalian jangan ribut. Sekarang ini gue mau minta tolong sama kalian berdua," pinta Galang kepada kedua sahabatnya itu. "Lo mau minta tolong apa Lang, sama kita?" tanya Robi "Kalian mau kan, temani gue ke Jambi untuk bertemu Adel." Deg! Tio dan Robi sangat terkejut. Saat mendengar permintaan dari sahabatnya. "Kalau masalah itu, terus terang gue takut sama Abang lo Lang." "Iya, Lang. Gue juga takut kena amukan lagi, sama Kakak, lo," jawab Tio, yang ikut menimpali perkataan Robi. "Kak Tian maksud kalian?" tanya Galang yang merasa heran. Saat mengetahui kedua sahabatnya. Takutnya dengan kakaknya, Tian. "Iya, waktu itukan, karena panik gue langsung telepon Kak Tian. Terus kakak lo datang sambil marah-marah. Dia mengancam kami berdua. Katanya kalau sampai terjadi apa-apa sama lo, dia akan membuat perusahaan orang tua kami bangkrut. Lo tahu sendirikan, Lang. Perusahaan bokap gue belum ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan perusahaan besar, milik Kakak lo," jelas Robi kepada Galang sahabatnya "Iya gue tahu, Bi. Lo tenang saja, masalah Kak Tian biar gue yang urus. Sekarang gue akan cari alasan supaya bokap dan nyokap. Supaya mereka mengizinkan gue datang ke Jambi. Dan tugas kalian cuma menemani gue saja kok, selama di sana," pinta Tian kepada kedua sahabatnya itu. Sejenak Robi dan Tio pun berpikir. "Please, kalian bantuin gue ya. Soalnya gue takut, gue nggak akan bisa lagi ketemu sama Adel." "Maksud lho apa Lang?" tanya Robi agak sedikit heran. "Bokap gue punya rencana untuk mengirim gue ke London. Dia nyuruh gue untuk tinggal bersama kakek gue di sana." "Apa?! Lo nggak lagi bercanda kan, Lang?" tanya Robi yang sangat terkejut. Mendengar perkataan dari sahabatnya. "Ngapain juga gue bercanda. Makanya gue pengen ketemu sama Adelia. Rencana gue, kalau Adelia mau menerima gue lagi, gue akan langsung menikahi dia, dan bawa dia untuk ikut gue ke London." "Lo serius Lang, dengan ucapan lo?" Menikah itu bukan sebuah permainan Lang," ucap Robi yang kaget mendengar perkataan temannya itu. "Iya gue serius, ngapain juga gue mempermainkan pernikahan. Adelia cinta pertama gue, begitu pula sebaliknya. Makanya gue butuh waktu untuk meyakinkan Adel. Mungkin dengan begitu gue akan merasa hidup gue lebih tenang. Gue janji akan buat Adel bahagia, jadi dia nggak perlu lagi capek-capek jadi SPG di supermarket milik Kak Tian." "Niat lo bagus Lang, gue si dukung rencana lo. Tapi, bagaimana lo meyakinkan keluarga lo, tentang niat lo itu, untuk menikahi Adelia?" tanya Robi penasaran. "Sebelumnya gue akan jujur sama bokap dan nyokap gue. Gue akan ceritakan semuanya pada mereka. Dan gue berharap, semoga mereka memberikan gue izin untuk datang ke Jambi." "Kalau begitu semangat, Lang. Apa pun yang menjadi keputusan mu, kami akan selalu membantu dan mendukung mu," ucap Robi berusaha memberikan semangat kepada sahabatnya itu." "Thank's ya Bro, terima kasih kalian selalu ada disaat gue membutuhkan bantuan kalian." "Sudah santai saja Lang, kita kan friends. Iya nggak Yo." "Iya dong friends," jawab Tio, yang akan selalu mendukung rencana sahabatnya itu. *** Dua Minggu pun berlalu. Saat ini Galang sudah benar-benar pulih dari sakitnya. Ia pun memberanikan diri untuk menyampaikan niatnya kepada kedua orangtuanya yang kini tengah bersantai di taman belakang. "Ma, Pa, ada yang mau Galang bicarakan sama kalian. Bisa minta waktunya sebentar nggak?" pinta Galang kepada kedua orang tuanya. "Memangnya kamu mau bicara apa si Lang sama kami?" tanya Mama Lina kepada putra bungsunya itu. "Galang mau minta izin sama Mama sama Papa untuk bertemu dengan seseorang," jawab Galang yang memberanikan diri mengatakan niatnya. "Kamu mau ketemu siapa Lang? Atau itu cuma alasan kamu saja, supaya bisa ikut balapan liar lagi. Kamu ini sudah hampir mau mati, masih juga nggak kapok-kapok." "Nggak Pa, kali ini Galang serius," jawab Galang dengan penuh keyakinan. "Sudah Pa, sebaiknya kita dengarkan dulu apa yang mau dikatakan Galang," ucap Mama Lina berusaha menenangkan suaminya. "Ya sudah Lang, cepat kamu terusin apa yang mau kamu sampaikan kepada kami." "Galang mau bertemu dengan wanita yang Galang cintai Ma. Dulu Galang pernah mengkhianatinya. Makanya sekarang Galang Ingin meminta maaf padanya. Dan kalau Papa dan Mama mengijinkan, Galang berniat ingin menikahi wanita itu, dan membawanya ke London untuk tinggal bersama Galang." "Apa Papa nggak salah dengar dengan ucapan kamu Lang." "Nggak Pa, Papa nggak salah dengar. Galang serius dengan apa yang Galang ucapkan. Galang melakukan ini semua agar Galang merasa lebih tenang." "Lalu bagaimana kamu akan bertanggung jawab dengan istrimu, sedangkan dengan dirimu sendiri saja kamu tidak memiliki rasa tanggung jawab." "Galang berjanji Pa, Galang akan berubah karena Galang sudah memiliki tanggung jawab. Galang akan giat mencari uang dengan membantu kakek mengurus perusahaannya. Galang akan melakukan itu semua demi keluarga Galang nantinya." Pak Bagas pun sedikit terdiam mendengar perkataan dari putranya itu. "Memangnya siapa nama wanita itu," Nak?" tanya Lina penasaran. Dengan wanita yang berhasil merebut hati putra bungsunya "Namanya Adelia Ma," jawab Galang. "Terus dia tinggal dimana sekarang?" "Di Jambi Ma. Galang nggak sengaja bertemu Adel saat Galang berada di Jambi." "Lalu, apa wanita itu masih mau sama kamu? Bukannya tadi kamu bilang kalau kamu pernah mengkhianatinya," ucap Pak Bagas kepada putranya itu. "Makanya Papa ijinkan Galang untuk pergi ke Jambi Pa. Galang akan berusaha meyakinkan Adel agar mau menerima Galang kembali." "Ya sudah Pa, ikutin saja dulu keinginan Galang. Kasih dia kesempatan, mana tau dengan menikah dia bisa berubah." Pak Bagas pun sedikit berpikir setelah mendengarkan perkataan Lina istrinya. "Baik, Papa akan kasih kamu waktu satu Minggu untuk meyakinkan perempuan yang bernama Adelia itu. Jika kamu gagal, kamu harus menerima konsekuensinya untuk berangkat sendiri." "Ya Pa, kok satu minggu. Satu bulan aja ya Pa." "Nggak ada tawar menawar Galang, atau nggak sama sekali." "Akhirnya walaupun tidak begitu yakin Galang pun menyetujui syarat yang diajukan oleh papanya. Kini Galang pun sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Jambi bersama dua orang sahabatnya Tio dak Robi yang selalu setia menemani Galang. "Bagaimana Lang, apa lo sudah yakin Adel akan menerima lo kembali?" "Nggak tau Bi, tapi nggak ada salahnya kan mencoba, karena kita tidak akan pernah tau hasilnya seperti apa nanti." "Ni baru Galang yang gue kenal, selalu semangat dan juga optimis." "Makanya kalian do'ain gue ya, semoga misi gue kali ini berhasil." "Amin, semangat Bro!" Ucap Tio memberikan semangat kepada sahabatnya itu. Kini Galang dan keduanya sahabatnya itu telah sampai di Jambi. "Bagaimana rencana lho sekarang Lang? Kita ke hotel dulu atau ke supermarket untuk menemui Adel." "Hmm, mendingan lho sendiri aja Yo ke hotel sekalian lho bawa barang-barang kita. Biar Robi temani gue ke supermarket untuk bertemu Adel." "Ok Lang, kalau begitu gue ke hotel duluan ya." "Sip Yo. Ayo Bi, lho temani gue sekarang ke supermarket." "Siap Lang." Dengan tidak sabaran, Galang pun segera pergi ke supermarket untuk bertemu dengan wanita yang telah menyita pikirannya beberapa hari ini. Sedangkan di supermarket, Tian dan Adel sedang asyik duduk berdua di taman sambil menikmati makan siang mereka. "Del, Abang merasa saat bersama kamu membuat diri Abang semakin bahagia. Kamu mau nggak menjadi pendamping hidup Abang selamanya. Menjadi ibu dari anak-anak Abang?" Seketika Adel terdiam mendengar perkataan dari pria yang telah mengisi kekosongan hatinya itu. "Apa Abang yakin, ingin menjadikan Adel pendamping hidup Abang untuk selamanya, Bang?" tanya Adelia memastikan kepada kekasihnya. "Abang yakin Del, karena saat ini Abang benar-benar mencintai kamu," jawab Tian, tanpa keraguan sedikit pun. Ketika Tian dan Adelia asyik berbincang-bincang. Tak lama kemudian, ada dua pria yang datang menghampiri mereka. Bertapa terkejutnya pria tersebut, saat melihat pemandangan yang ada di hadapannya. "Ka-kak Tian! Adelia! Ke-kenapa kalian bisa saling kenal?" Deg! Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN