Kekayaan Tersembunyi

1181 Kata
“Ini sarapanmu.” Kalimat sederhana yang beberapa hari ini harus rela di dengar oleh Danis setiap pagi. Meski dengan sangat terpaksa, tapi tetap saja dia tidak berani membantah. Sejak perjanjian yang dilakukan berdua di hadapan orang tua Danis waktu itu, Danis tidak bisa mengelak lagi ataupun menolak apa yang dilakukan Luna padanya. “Kemarin nasi goreng. Ini apa lagi?” tanya Danis sambil melihat makanan yang ada di depan matanya. “Ga bisa liat kamu ini ada apa aja?” Danis melihat ke arah Luna dengan tatapan kesal, “Kamu pikir aku buta apa?” “Kalo kamu ga buta, ga usah pake nanya. Buruan makan, jam kantormu udah bentar lagi.” “Lagian ngapain sih kok bingung ama jam kantor aku. Aku mau ke kantor jam berapa pun kan terserah aku!” Luna melihat ke arah Danis, “Ntar kalo ada orang kantor yang ikut kaya kamu berarti kamu ga boleh protes ya.” “Eh ya ga ....” “Buruan makan!” ‘Galak amat sih dia. Kurang ajar tu orang emang,’ gerutu Danis dalam hati. Luna pergi meninggalkan meja makan. Dia selalu membiarkan Danis makan sendiri. Dengan Danis mau makan sesuai dengan apa yang dia minta saja dia sudah sangat senang. Dia tidak berani meminta untuk meminta menemani pemuda itu makan. Luna selalu melihat dari jauh saat Danis makan. Terkadang ada raut wajah kesal tapi beberapa kali dia melihat ada senyum saat dia menyukai menunya. Dan itulah saatnya Luna akan mengingat tentang apa yang membuat Danis tersenyum. Senyum yang sering dia lihat di taman. Senyum yang menenangkan hati Luna. “Nyonya,” panggil Lisa. Luna menoleh ke arah Lisa, “Ada apa?” “Bahan makanan di dapur sudah habis. Saya harus pergi berbelanja sendiri atau Nyonya yang akan berbelanja?” “Belanja? Tunggu, aku bilang dulu ke Danis.” Luna mendatangi Danis yang masih menikmati sarapan paginya. Luna datang dengan sedikit hati-hati. Dia sedang mencari celah untuk bisa bicara pada suami palsunya itu. “Ada apa?” tanya Danis. “Anu ... kata Lisa bahan makanan sudah habis. Aku boleh keluar rumah dan pergi belanja?” “Pergi saja. Ada sopir yang siap mengantar kamu. Ajak Lisa dan jangan pergi sendiri. Pakai pakaian yang bagus dan bawa uang yang kamu butuhkan. Uang belanja ada di lemari besi.” “Lemari besi? Di mana itu?” Danis mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Luna, “Kamu ga tau lemari besi di kamarmu?” Luna menggeleng, “Aku ga tau.” “Ahh apa yang kamu tau di rumah ini,” ucap Danis sambil memutar bola matanya. Luna terdiam di tempat dia berdiri. Dia tidak bergerak dan hanya bisa menunggu sampai Danis menyelesaikan makannya. Dia sadar kalau saat ini dia memang salah dan dia tidak pantas untuk mendebat Danis. Setelah Danis menyelesaikan makannya, di mengajak Luna ke lantai dua. Dia ingin menunjukkan pada Luna di mana letak lemari besi dan juga password-nya. Luna mengikuti langkah kaki Danis menuju ke dalam kamarnya. Langkah kaki Danis terhenti saat mereka sudah ada di tengah kamar. Luna ikut berhenti dan melihat ke arah punggung Danis di depannya. “Dapet dari mana kamu aroma kamar ini?” tanya Danis. “Aroma kamar? Ini ... ini hanya aroma parfumku.” Danis berbalik dan melihat Luna, “Parfum? Tapi ini kaya beda dengan apa yang kamu pake biasanya.” “Parfum ini aku pake saat aku tidur. Aku tidak memakainya keluar.” Danis melihat ke arah Luna, dia sampai menautkan alisnya saat melihat gadis yang kini menjadi istrinya itu. ‘Ini parfum Maya. Kenapa dia bisa pake ini. Ini parfum Maya yang selalu aku belikan, wangi kesukaanku.’ “Danis, mana lemarinya?” “Umm lemari? Oh iya, itu ada di sini.” Danis segera meneruskan langkahnya menuju ke walk in closet milik Luna. Dia menuku ke salah satu lemari baju yang penuh dengan gantungan gaun. Dia menyibakkan gaun itu dan terlihat di sana ada sebuah brankas yang di tanam di tembok. “Kemarilah, aku tunjukkan password-nya.” Luna pun mendekat, dia melihat jari Danis yang menekan kombinasi angka yang ada di sana. Dia segera menghafal apa yang tadi dia lihat. “Udah apal?” “Udah. Tapi apa aku bisa mengubah sandinya?” “Ubah aja sesuka kamu. Ini caranya.” Danis pun mengajarinya lagi. Mengajari cara untuk mengubah sandi lemari bersi yang nampaknya menyimpan banyak barang mewah. Setelah selesai mengganti sandi untuk brankas pribadinya, Luna pun segera membuka pintu brankas itu. Saat pintunya terbuka, matanya melotot melihat apa yang ada di depannya. “Itu ... itu uang semua?” “Dasar orang kampung. Tentu saja itu uang, ga pernah liat uang apa kamu ya!” “Bukan begitu, kenapa itu banyak sekali.” “Itu untuk pengeluaran bulanan di rumah ini. Untuk gaji pelayan semua sudah ada yang atur. Kamu hanya perlu menghabiskan uang itu untul kebutuhan rumah dan kebutuhan kamu sendiri.” Danis mulai menjelaskan apa saja yang harus di penuhi oleh Luna selama satu bulan di rumah. Dia selama ini mempercayakan pada Lisa, tapi karena sekarang sudah ada Luna, maka Luna lah yang harus bertanggung jawab. Tapi sayangnya saat ini Luna hampir tidak mendengar apa yang di katakan oleh Danis. Telinganya tertutup karena dia lebih berkonsentrasi pada isi brankas itu. “Danis, perhiasan di lemari sana juga sudah banyak, kenapa di sini masih ada lagi?” “Yang ada di sana itu tidak begitu mahal. Kalo yang ini harganya pun tidak akan bisa kamu bayangkan sedikit pun. Pakai ini saat aku mengajakmu ke acara penting.” “Kamu akan mengajakku pergi ke acara penting?” “Tentu saja! Bagaimanapun juga semua orang mengenal kamu sebagai istriku. Akan sangat aneh kalo aku datang ke acara seperti itu seorang diri. Jadi,kamu harus tau cara berhias. Ah tidak, aku kayanya ga percaya ama kemampuanmu dandan. Mending kamu di dandani oleh capster yang ada di sini.” “Terserah kamu, Dan yang pasti Aku senang kalo kamu mau ngajak aku ke tempat yang kaya gitu.” “Ga usah GR kamu! Suruh Lisa hubungi sopir, biar dia bisa antar kamu belanja.” “Makasih Danis,” jawab Luna dengan nada ceria. Danis meninggalkan Luna sendirian. Dia akan segera berangkat ke kantor. Dia berhenti sejenak di depan meja rias Luna. Dia melihat botol parfum berwarna maroon ada di sana. “Kenapa harus Luna yang pake. Dulu aku suruh kamu pake parfum ini susah banget, May. Semoga saat kamu balik nanti, kamu akan suka dengan pilihanku,” gumam Danis sendirian. Setelah Danis kuar kamar Luna dan menutup pintunya, Salma mulai mengambil satu tumpuk uang yang ada di dalam brankasnya. Dia juga mengambil black card yang ada di sana. “Waah beneran kaya aku sekarang ini. Aku ga pernah liat uang sebanyak ini. Biarlah ... meskipun aku cuma istri yang ga di anggep, tapi aku bisa idup enak di sini. Ayo kita belanja, Luna.” Luna sangat bertekat kalau dia ingin memuaskan niatnya untuk makan dan berbelanja apa yang dia inginkan selama ini. Dari dulu dia ingin sekali makan burger dia salah satu kedai burger yang selalu penuh dengan para pasangan muda. Dan hari ini, dia akan mewujudkannya!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN