Terluka Lagi

1126 Kata
“Jangan berani masuk ke kamar itu!” Terdengar suara yang membuat Luna menoleh. Tangannya yang memegang handel pintu pun tidak bergerak. Dia melihat ada Danis di tangga. Mata Danis menatap Luna penuh dengan api amarah. Mata yang membuat Luma makin takut dengan sisi Danis yang ada saat ini. Danis melangkah mendekati Luna. Tangannya meraih handel pintu yang masih di pegang oleh Luna. Dia memegang tangan Luna dengan sedikit cengkeraman. “Kamu boleh masuk ke mana saja di rumah ini, tapi tidak untuk kamar ini. Jangan ngelunjak kamu! Kamu cuma pengganti, kamu cuma barang yang kami beli. Kamu tidak lebih seperti pelayan di rumah ini.” Rangkaian kata yang membuat badan Luna membeku. Membuat matanya memanas kembali. Rasanya dia ingin marah dan ingin menampar Danis saat ini juga. Harga dirinya sudah sangat terluka saat ini. Dalam satu hari dan bahkan belum terlalu lama berlalu, Danis sudah kembali memaki Luna. Memaki atas kesalahan yang tidak jelas. “Kamu bukan manusia, Danis. Kamu monster!!” Luna melepaskan tangannya yang dipegang Danis. Dia segera berbalik dan melangkah menuju ke kamarnya. Luna tidak sudi jika Danis melihatnya menangis. Braaak! Luna membanting pintu kamarnya. Dia tidak peduli lagi kalau Danis akan marah padanya lagi. Yang terpenting dia ingin meluapkan semua rasa sesak yang ada di dalam hatinya. “Danis ... itu istri kamu kenapa?” Danis menoleh ke sumber suara, “Mama,” ucap Danis. “Luna kenapa? Kenapa dia banting pintu?” “Gadis itu keterlaluan, Ma. Dia terlalu mencampuri urusan Danis. Hidup Danis.” “Lisa, kamu kembali lakukan pekerjaanmu,” ucap Niken, mama Danis “Baik, Nyonya.” “Danis, kamu ikut Mama.” Niken turun ke lantai bawah terlebih dahulu. Dia meninggalkan putranya untuk berbicara di ruang kerja seperti biasanya. Danis membuang nafasnya kesal karena apa yang terjadi pada dirinya pagi ini. Dia yang tadinya ingin pulang karena ada barang yang tertinggal pun menjadi kesal karena Luna. Danis akhirnya masuk ke ruang kerja. Dia melihat ternyata sudah ada Arnold sang papa ada di sana. Dia menjatuhkan badannya di sofa empuk yang ada di sana. “Ada apa lagi ini?” tanya Danis malas. “Danis, Mama ga pernah ajirin kamu kasar sama perempuan ya. Kenapa kamu kasar sama Luna. Dia istri kamu saat ini.” “Istri? Haduuh,” ucap Danis sambil memutar bola matanya. “Luna emang istri kamu kan? Semua orang sudah menyaksikan pernikahan kalian. Trus apa lagi yang kamu ragukan?” sahut Arnold. “Iya, istri yang di beli Papa dari p********n judi kan. Lagian kan dia udah tanda tangan kontrak kalo dia akan jadi pelayan Danis, Pa.” “Kurang pelayanmu sebanyak ini. Papa tidak pernah menyuruh dia menjadi pelayanmu seperti semua orang. Dia adalah seorang istri yang akan melayani kamu.” “Halah sama aja.” Niken menatap putranya yang sepertinya masih belum bisa menerima kenyataan kalau Maya sanga kekasih yang sangat dicintainya itu meninggalkan dirinya. Meninggalkan tanpa jejak dan tanpa penjelasan apa pun. “Meskipun kamu ga mau sama Luna, paling ga jangan bikin dia nangis kaya gitu. Kasian dia, Dan. Dia kan cuma pengen tau isi kamar itu. Emangnya ada apa di kamar itu sampe kamu larang semua semua orang masuk ke sana?” “Itu kamar yang selalu ditempati Maya. Danis cuma mau jaga kamar itu biar ga ada orang yang nyoba buat ngerusaknya.” “Kamu ini aneh ya. Udah jelas Maya pergi ninggalin kamu, kenapa juga kamu masih ngarepin dia balik. Kamu udah nikah, Danis.” “Maya pasti balik, Pa. Maya pasti balik lagi, Pa. Percaya sama Danis. Dia Cuma lagi ada masalah aja ini pasti.” “Udah lah, Dan. Kamu kalo ga bisa baik ama Luna, mending kamu ceraikan dia dan balikin dia ke orang tuanya.” “Apaa ... cerai? Ga mungkin, Pa. Bisa hancur harga diri Danis nanti.” “Kalo gitu yang baik ama Luna!” ucap Arnold sedikit keras. Danis tidak mengerti apa yang diinginkan orang tuanya. Memang benar kalau dia yang meminta tolong untuk mencarikan pengganti Maya. Tapi dia tidak menyangka kalau dia juga harus berurusan dengan istri palsunya. Niken memberikan pengertian pada putranya kalau Luna tidak bersalah. Dia hanya ada pada tempat yang salah saat ini. Luna juga tetap seorang wanita yang membutuhkan dijaga perasaannya. “Ma, coba panggil Luna sekarang. Kita ngobrol bareng.” “Mau ngobrolin apa sih, Pa?” “Udah diem aja kamu. Panggil sama, Ma.” “Iya.” Niken segera beranjak dari duduknya. Dia ingin memanggil sendiri memantunya yang belum dia kenal itu. Dia segera meninggalkan ruang kerja dan menuju ke lantai dua. Tok tok tok Terdengar suara ketukan di depan kamar Luna. Luna yang masih terisak di sisa tangisannya pun malas menjawab ketukan itu. Tapi ketukan itu terulang lagi. “Jangan ganggu dulu. Pergi aja,” ucap Luna sedikit berteriak. “Luna, ini Mamanya Danis.” “Haaah Mamanya Danis. Mertua gw donk.” “Bentar, Tante.” Luna segera ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya yang sepertinya berantakan karena sisa tangisnya. Luna merapikan sedikit penampilannya sebelum dia membukakan pintu kamarnya. “Tante,” ucap Luna pelan saat dia membuka pintu. “Boleh masuk?” “Oh iya, boleh, Tan. Silahkan masuk.” Luna membuka pintu kamarnya lebar. Dia melihat seorang wanita paruh baya yang ditemuinya pertama kali saat dia menikah. Seorang wanita dengan gestur yang sangat elegan. Niken duduk di sofa yang ada di kamar Luna. Dia melihat seluruh isi kamar menantunya itu. “Kamu betah di sini?” “Betah, Tante.” “Tante? Saya ini Mama mertua kamu lho. Harusnya kamu panggil saya Mama.” “Oh iya, Ma. Maafkan saya.” Ada senyum manis di wajah Niken, “Kamu suka sama baju dan perhiasan yang saya pilihkan buat kamu?” “Itu semua Tante, eh salah ... Mama. Itu semua Mama yang pilihin?” “Iya. Di bantu ama asisten Mama. Luna, kamu sepertinya anak baik. Maafin Danis ya. Tadi Mama sempet denger pertengkaran kalian.” “Ga papa, Ma. Emang kami mungkin belum saling kenal jadi ya kaya gitu.” “Iya kamu benar. Keadaan yang sangat cepat membuat kalian berdua ada di situasi sulit kaya gini. Tapi percaya sama Mama, Danis itu anak baik.” “Iya, Ma. Papa sudah cerita semua sebelum kami menikah. Tapi mungkin kejadian tadi saya yang salah. Saya sedikit mengusik privasi Danis.” “Kalo gitu kita ke bawah yuk. Kita obrolin sama Papa dan Danis.: “Obrolin soal apa?” “Soal keinginan kamu dan keinginan Danis. Biar ga kejadian lagi yang kaya gini. Yuk ke bawah.” Luna bingung harus menjawab apa. Dia tidak mengerti akan ada perjanjian apa lagi yang akan diberikan padanya. Melihat Niken sudah mulai melangkah meninggalkan kamar, akhirnya dengan sangat terpaksa Luna akhirnya ikut melangkah di belakang Niken. ‘Sebenernya aku cuma pengen ...,’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN