Megan mendorong mundur tubuh Maxime dan memberinya kerutan dahi yang sangat banyak.
"Kamu selalu seenaknya sendiri. Bagaimana kalau ada yang melihat kita di sini?? Katanya suruh rahasia kan hubungan!" peringatan yang Maxime lupakan sesaat tadi.
"Iya ya? Aku sampai lupa," ucap Maxime sambil tersenyum tipis.
"Ya udah ayo turun," ajak Megan.
"Hm, iya ayo," ucap Maxime yang juga turun bersama dengan Megan dan pergi ke ruangan kantornya.
Setibanya di sana. Maxime mengurusi pekerjaan, biarpun hanya dengan satu tangan. Megan juga berusaha membantu sebisanya dengan mengerjakan pekerjaan, di mejanya sendiri.
"Ini, ada paket buat Pak Maxime," ucap seorang office boy, yang mendatangi Megan, yang berada di depan ruangan Maxime.
"Oh iya, terima kasih, nanti saya sampaikan ya??" ucap Megan, seraya membawa kotak, yang berukuran 40 kali 40 itu, ke ruang Maxime
Entah apa isinya. Tapi terasa cukup ringan saat dibawa-bawa. Pintu ruangan Megan buka, setelah sempat ia ketuk dan Maxime menyuruhnya untuk masuk.
"Ada apa??" tanya Maxime sesaat setelah Megan menutup pintu ruangan Maxime kembali.
"Ini. Ada paket," ucap Megan seraya menaruh paket tersebut di atas meja.
"Dari siapa??" tanya Maxime.
"Mr. Lucifer," ucap Megan, sambil membaca nama pengirim paket ini.
"Coba buka," perintah Maxime sembari memperhatikan paket yang berada di atas mejanya.
Megan mengambil gunting dari atas meja ini juga, lalu menggunting tiap lakban, yang menutup rapat kotak tersebut. Plastik pembungkus pun terlepas dan kini, Megan menggunting juga bagian atas kotak itu, lalu membukanya.
Kotak terbuka dan isinya, malah membuat Megan merasa perutnya diaduk-aduk. Megan bekap mulutnya sendiri dan berlari tunggang langgang, lalu muntah-muntah di dalam toilet. Sementara Maxime yang penasaran itupun bangun dan melihat sendiri isi dari kotak ini, yang langsung ia dorong menjauh dan mengumpat juga.
"s**t!! Siapa yang mengirimkan ini!!?" seru Maxime, tatkala melihat setidaknya lima bangkai tikus di dalam kotak tersebut.
Maxime kembali menutup kotak itu dan membawanya keluar. Lalu memanggil siapapun itu, yang ada di dekat pintu.
"Ini, tolong buang yang jauh!! Buang sejauh-jauhnya!!" perintah Maxime, kepada salah seorang staf pria, yang kebetulan sedang berlalu lalang tak jauh di depannya.
"Baik, Pak," ucap staf itu, yang kemudian membawa kotak itu pergi dan Maxime pun cepat-cepat menutup pintu ruangannya lagi, lalu menyusul Megan yang masih berada di toilet.
Megan nampak sedang berjongkok dengan mata yang berair. Sudah mual karena hamil, malah ditambah melihat sesuatu yang cukup mengocok perutnya seperti tadi. Lemas sekali. Ia tidak sanggup berdiri, setelah memuntahkan semua isi perutnya ini.
"Hei, kamu tidak apa-apa??" tanya Maxime yang segera berlutut dan sambil mengusap wajah Megan.
"Mual. Yang tadi udah kamu buang?" tanya Megan sambil memelas.
"Iya. sudah aku buang yang jauh. Ayo bangun," ajak Maxime dan Megan berusaha untuk bertumpu dengan kedua kakinya itu, lalu keluar dari dalam toilet dan digandeng oleh Maxime sampai ke sofa.
"Tunggu sebentar di sini. Aku ambilkan air dulu," ucap Maxime seraya pergi mengambil segelas air dari dispenser, yang letaknya di dekat meja kerjanya itu.
"Ini, ayo minumlah dulu," perintah Maxime.
Tangan Megan yang gemetar itupun terulur. Lalu, ia ambil segelas air dari tangan kanan Maxime dan meminumnya. Maxime ambil kembali gelas tersebut, saat Megan telah meminum airnya hingga habis tanpa ada sisa.
"Sudah. Tidak apa-apa. Kamu tenangkan diri kamu ya??" ucap Maxime seraya mengusap-usap punggung Megan.
"Hoek," Megan menutup mulutnya, saat mengingat-ingat, apa yang dilihatnya tadi. Benar-benar menjijikan dan juga mengerikan. Siapa juga orang yang malah mengirimkan bangkai binatang itu???
Sementara Maxime malah diam termenung sambil berpikir keras. Kira-kira, siapa orang yang mengirimkan bangkai itu tadi??? Apa pamannya?? Atau malah musuh-musuhnya??
Tapi yang jelas, siapapun itu pengirimnya, ia harus segera mencari tahu dan bahkan menghentikan teror menjijikkan itu!
Kasian Megan. Dia yang tidak tahu apa-apa, malah jadi terkena imbasnya juga.
"Hoek!"
"Masih mual?? Apa perlu, aku panggilkan dokter ke sini??" tanya Maxime.
"Nggak usah. Nggak perlu. Yang tadi sudah kamu buang jauh-jauh kan ya??" tanya Megan, yang hanya ingin memastikan, bila tidak akan melihat hal menjijikan itu lagi nanti.
"Iya. Aku sudah menyuruh orang untuk membuangnya jauh-jauh. Em, ya sudah. Kamu istirahat dulu saja di sini ya?? Masih terasa mual kan?? Atau mau pulang duluan??" ucap Maxime, yang malah terlihat berpikir lagi. Kalau sampai pergi sendiri, pasti Megan ujung-ujungnya dalam bahaya juga nanti.
Maxime segera menghubungi nomor salah satu dari rekannya dan menyuruhnya untuk datang ke sini. Tentu saja, itu adalah kakak keduanya, Gerald.
"Hm? Ada apa??" tanya Gerald saat panggilan telepon telah terhubung.
"Masih dimana?? Apa bisa datang ke sini sekarang juga?? Aku butuh sekali bantuan," ucap Maxime.
"Masih di sekitaran sini. Baiklah. Aku akan mampir ke apartemenmu," ucap Gerald.
"Bukan. Bukan apartemen. Aku ada di perusahaan ayahku. Datanglah ke perusahaan. Aku akan pesankan kepada security, untuk membawamu langsung ke sini," ujar Maxime.
"Baiklah. Aku berangkat sekarang juga," ucap Gerald seraya mengakhiri panggilan teleponnya.
Setibanya Gerald di perusahaan milik mendiang ayah Maxime. Dia yang baru saja datang, langsung di hadang di depan oleh satpam.
"Yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Jadi tolong sebutkan nama terlebih dahulu dan juga kartu identitas," ucap satpam itu.
"Saya Gerald," hanya dua kata dan satpam itu pun langsung memberinya jalan, bahkan mengawalnya sampai ke ruangan atasannya.
"Silahkan masuk. Bapak Maxime sudah menunggu di dalam," ucap satpam itu, yang membukakan pintu untuk Gerald.
Gerald pun melangkah masuk ke dalam dan pintunya ditutup lagi oleh satpam. Sepasang bola matanya itupun, tertuju pada pria yang sedang bersandar di depan meja itu dulu. Setelahnya, baru kepada wanita, yang sedang mengatup kelopak matanya di atas sofa.
"Ada apa?" tanya Gerald saat baru saja tiba di hadapan Maxime.
"Tolong antarkan dan jaga Megan di apart. Tadi itu, ada orang gila yang mengirimkan bangkai tikus yang banyak ke sini. Megan yang membuka dan melihatnya secara langsung. Dia langsung lemas dan juga mual-mual. Aku ingin membawanya, tapi tidak bisa, karena tanganku yang sedang terluka ini. Dan lagi, aku ada janji dengan para kepala divisi, bahwa akan membawa kemajuan untuk perusahaan ini," ucap Maxime dan Gerald pun langsung menghela napas. Benar kan. Ada wanita ini sungguh sangat merepotkan. Tapi mau bagaimana lagi? Maxime adalah bagian dari kelompok dan karena wanita itu pun istrinya, berarti dia termasuk ke dalam kelompok mereka juga.
"Baiklah. Aku akan membawanya sekarang," ucap Gerald yang langsung datang kepada Megan dan mengangkat tubuhnya.
"Em, setibanya di apart, tolong urus makan dan minumnya juga ya?? Lalu tanyakan juga, apa perlu untuk menemui dokter. Kalau memang dirasa perlu, tolong...,"
"Iya iya aku mengerti! Sudah cepat! Bukakan pintunya! Aku akan membawanya ke mobil!" cetus Gerald.
Maxime segera membuka pintu ruangan dan melihat Megan untuk terakhir kalinya, dari pintu yang baru saja Gerald lewati.
Megan pun terbangun dan kelihatan bingung, saat tubuhnya dibopong begini. Belum lagi, mereka dilihat oleh orang banyak di kanan kiri, dimana para staf itu sedang bekerja semuanya.
"Kenapa...,"
"Sudah diam saja. Maxime yang memintanya," ucap Gerald, yang lebih dulu membungkam Megan, yang hampir melakukan protes itu.