Candy tahu, Raja Babi akan menyerangnya. Namun ketika sadar, semuanya sudah terlambat. Pisau itu menancap tepat di organ dalamnya. Candy tahu, kemungkinan hidupnya akan kecil. Dia sempat mendongak ke atas, ke tempat dua pendekar Apiabadi berdiri dengan tenang di sana.
Mereka tak ada sedikit niat untuk mencampuri pertarungannya. Dia sedikit terhibur dengan perlakuan mereka. Candy menutup matanya. Menikmati rasa sakit tusukan di punggungnya, dan tubuhnya yang mencium lantai. "Selamat tinggal semuanya," gumam Candy.
Candy rebah di tanah. Nafasnya masih ada. Menanti ajal, dia memikirkan pedang dewa. Seberapa kuat Arunika sehingga bisa mendapatkan pedang tersebut? Kenapa dia yang terpilih? Candy masih saja belum menemukan jawabannya di detik detik dia menutup mata.
Brak!
Seseorang jatuh di dekat Candy. Candy masih bisa melihat sepasang kaki berdiri menjulang di sampingnya. Namun Candy tidak sempat melihat wajahnya, sebab kesadarannya mulai menghilang.
Bagaskara mengangkat tubuh Candy dan dia melompat ke atas gedung asrama. Dia meletakkan tubuh Candy yang bersimbah darah di lantai atas gedung tersebut.
"Aku akan mengurus Candy lebih dulu, kau urus mahluk babi itu," kata Bagaskara pada Naraya.
"Kau bukan bosku," kata Naraya membalikkan kata-kata Bagaskara.
Bagaskara nyengir singkat, dia ingat olokan itu darinya untuk Naraya.
Naraya terbang rendah dan melompat ke tanah, terdengar suara debam yang keras.
"Danyang arogan, pakai pertunjukkan lagi," ejek Bagaskara dengan pelan.
Raja babi tertawa. Tawanya seperti orang tercekik. Bukannya takut, Bagaskara malah ikut tertawa.
"Heh, ketawamu itu diupgrade biar cantik," ejek Bagaskara. Kali ini dengan suara yang sangat keras.
Raja babi itu tersinggung. Wajahnya memerah, lebih merah dari buah tomat. Melihat reaksinya, Bagaskara senang, tawanya semakin kencang. Naraya pun nampak menahan senyum. Babi itu menghilang. Dia muncul di atas gedung akan menyerang Bagaskara. Serangannya dihalangi oleh Naraya.
"Lawanmu adalah aku," kata Naraya.
Raja babi hilang lagi.
"Sembunyi terus, kayak tikus," desis Bagaskara mulai kesal.
Naraya tidak terpengaruh. Dia sudah pernah melawan musuh yang lebih merepotkan dari Raja Babi. Dia mengeluarkan sinar putih. Sinar itu menyelubungi Bagaskara dan Candy.
"Waw, tabir perlindungan yang keren," puji Bagaskara.
Naraya melirik Bagaskara. "Lakukan tugasmu." kata Naraya pada Bagaskara.
"Siap bos!" Jawab Bagaskara dengan senyum lebar.
Naraya terbang pelan menuruni gedung asrama. Raja Babi menyerangnya tiba-tiba. Serangannya itu terpental balik pada raja babi. Naraya menggerling. Dia menyadari sesuatu.
"Majikanmu tidak di sini ya," kata Naraya tersenyum.
Raja babi itu tidak menjawab. Dia menggeram marah dan menyerang Naraya lagi. Kekuatan mereka tidak seimbang. Naraya jauh lebih kuat dibanding Raja Babi. Padahal raja babi sudah menyerangnya membabi buta. Namun satupun tak ada yang mengenai Naraya.
Semuanya bisa ditangkis, dihindari atau malah terpental balik.
Raja babi itu tidak bicara. Namun dia hanya meraung-raung seolah meminta bantuan.
Naraya sudah mulai bosan menghadapi musuh. Dia mengeluarkan pedangnya.
"Begini lebih cepat," gumam Naraya.
Dia terbang melesat ke arah Raja Babi dengan sangat cepat. Raja babi belum sempat menghindar, pedang itu telah menebas kepalanya.
Kepala babi itu menggelinding seperti bola sepak.
Tubuh manusia itu terbakar ketika kepala babi lepas dari badannya. Baunya sangat busuk. Naraya harus menutup hidung dengan lengannya.
Dari atas gedung terdengar sorak Bagaskara. Dia bahkan melompat lompat seperti anak kecil mendapat mainan."Bravo Naraya! Bravo!" Seru Bagaskara.
Naraya hanya mengehela nafas. Dia memiliki teman yang jauh lebih mengesalkan dibanding musuh.
***
Bagaskara membawa Candy ke ruangan Dina. Lebih mudah merawat mereka dalam satu ruang, jadi dia bisa memantau keduanya bersamaan. Candy tidak sadarkan diri. Denyut nadinya sangat lemah. Belum lagi, darah yang keluar sangat banyak. Bagaskara khawatir kalau Candy akan mati kehilangan darah.
Dia membaringkan Candy di ranjang. Dia menelungkup kan badan Candy. Luka tusukannya sama dengan luka yang diterima Panji tempo hari. Kenapa mereka selalu menyerang punggung. Apakah mereka terlalu pengecut untuk berhadapan langsung.
Bagaskara ngeri melihat luka Candy. Berbeda dengan Panji yang memiliki tubuh istimewa, Candy hanyalah manusia biasa. Bukan dari keluarga bangsawan. Meskipun Bagaskara mengakui Candy cukup kuat untuk membasmi babi babi di angkasa tadi.
Luka itu mulai membusuk. Dengan nanah dan darah yang bercampur, kulit di sekitar luka itu membiru. Bagaskara tahu, senjata yang mereka gunakan pasti diolesi racun kuat. Nanti dia akan melaporkan pada Bayu.
Saat ini dia harus menyelamatkan bocah permen ini.
"Tolong, Tuan. Tolong dia," pinta Dina. Suaranya bergetar, matanya penuh dengan air mata.
"Tenang, Ibu, aku berusaha semampuku," jawab Bagaskara. Bagaskara tersenyum ceria.
Meskipun dia tersenyum, Bagaskara ragu apa dia bisa menyelamatkan gadis itu atau tidak. Dia mengeluarkan api sedikit di luka dan Candy sama sekali tidak bergerak. Dia sudah kehilangan kesadarannya.
Bagaskara tidak bisa mengeluarkan seluruh energinya bila Dina menatapnya dengan penuh khawatir. Dia merasa tidak nyaman.
Jadi dia menutup tirai, dan menenangkan Dina. "Ibu, maaf torsinya aku tutup dulu."
Dina ingin bertanya, tetapi sepertinya Bagaskara tidak suka. Jadi dia menahan mulutnya bicara, dia hanya mengangguk saja.
Dina tahu, Candy tidak baik-baik saja.
***
Naraya berkeliling gedung dan memberikan perlindungan atas nama keluarga Laksamana. Tentu perlindungan ini tidak maksimal, karena dia perlu persetujuan sekutu atau kepala keluarga Laksamana. Naraya baru saja ingin berbalik badan, dia sedikit terkejut karena kedatangan tamu tak diundang.
"Kau, kenapa di sini?" Tanya Naraya.
Naraya melihat ada lubang besar di belakangnya. Naraya mengerti sekarang. Bayu bisa datang secepat kilat, berkat bantuan Pakubumi.
"Gunakan perlindungan terkuat yang kau bisa, untuk tempat ini," kata Bayu dingin. Auranya sangat berbeda dengan terkahir kali bertemu dengan Naraya.
Naraya tercekat. "Kau tidak melenyapkan Laksamana kan?"
Bayu tidak.menjawab. Dia melangkah masuk ke dalam gedung asrama Haya. Dia bergegas menuju ruangan Candy dirawat.
Dia membuka pintu. Dan membuat Bagaskara tersentak. Dia melongo melihat Bayu ada di asrama Haya. Terakhir Bayu di wilayah Pakubumi. Bagaimana dia bisa datang ke sini? Di mana Panji dan Arunika. Bayu menggulung lengan kemejanya sampai siku. Dia tidak menjelaskan apapun. Dia hanya diam dan mengernyit.
"Ayo, gunakan seluruh kekuatan mu. Anak ini harus hidup," perintah Bayu.
Bagaskara menuruti, meskipun dia masih penasaran.
Api menyulut di tubuh Candy. Sedangkan Bayu memberikan sinar merah di luka itu. Dari lukanya keluar, cairan hitam. Cairan itu mengalir ke ranjang. Cairan terus keluar dari tubuh Candy.
Beberapa waktu berlalu. Tidak ada yang bicara selain detik jam yang terdengar. Peluh keringat membasahi Bayu dan Bagaskara. Mereka masih berkutat dengan mengeluarkan racun tersebut. Ritual itu jauh lebih lama dari menyembuhkan Panji.
Ketika penyelamatan itu selesai. Bagaskara terjatuh ke lantai. Kakinya kram berdiri, dan merasa tenaganya terkuras. Sedangkan Bayu, nafasnya terengah-engah.
Naraya membuka pintu dengan paksa.
"Hei Bayu, kau serius jadi kepala keluarga Laksamana?" Tanya Naraya tanpa peduli situasi di depannya.
Bagaskara tersentak. "Trus kutukannya gimana?"
Bayu tidak menjawab keduanya. Ekspresi wajahnya terlihat sedih namun dia hanya menatap mereka dengan senyum miring.
"Kalau kau jadi penebar benih, Arunika gimana?"
Pertanyaan Bagaskara, mengiris hati Bayu.