Pram menengok ke belakang saat menangkap suara langkah kaki yang mendekat. “Lo di apart gue,” ucapnya sebelum Mia sempat bertanya. “Duduk! Lo laper, ‘kan?” Mia awalnya ogah, namun, lagi-lagi perutnya berkelakuan sama seperti otaknya. Ya, perut Mia berbunyi cukup keras hingga berhasil membuat Pram menarik senyum sombong. “Laper, ‘kan?” tanya Pram lagi saat Mia telah duduk di kursi sebelah kanan pria itu. “Makan! Nggak gue kasih racun. Paling cuma obat peran.gsang.” Pram mengedipkan salah satu matanya saat Mia telah melotot. Ah, Mia baru sadar jika bersama Pram hanya membuat tekanan darahnya semakin tinggi. Setiap kata yang keluar dari mulut pria itu selalu membuat Mia ingin berujar dengan nada tinggi, juga membuat mulutnya tak bisa menahan umpatan. “Sialan!” Mia meletakkan kembali g

