Bryan mengembuskan napasnya dengan berat dan memandangi sekitar dengan ekspresi kesal. Ia kemudian memejamkan matanya dan berteriak sekencang – kencangnya di sana. Karena tidak peduli sekeras apapun, selama apapun Bryan berteriak, tidak akan ada yang bisa mendengarnya dari tempat itu. Ya, Bryan kini berdiri di atap sekolah. Memandangi beberapa atap rumah yang berada di sekitar asrama dengan kesal. Ia kemudian membuka matanya, mencebik dan menendang kursi yang biasa digunakan Isabella saat duduk – dan merokok – bersamanya di tempat tersebut. Sebelum akhirnya Bryan kembali mengembuskan napasnya dan menyeka wajahnya dengan frustrasi di sana. “Ah, sial! Menyebalkan.” Laki – laki dengan jaket hitam melapisi seragamnya yang berwarna senada pun mengangkat wajahnya, menatap langit mendung di a