9. Leon Hassel

2091 Kata
Namanya Leon Hassel, 17 tahun. Dia merupakan anggota bangsawan Hassel, salah satu bangsawan berpengaruh di Avalon. Kekuasaan bangsawan Hassel tidaklah main - main, selain menguasai hampir sebagian Distrik 4, bangsawan Hassel lah yang juga merupakan salah satu pelopor berdirinya pasukan Black Militer. Jika keluarga bangsawan lainnya hanya memiliki beberapa sanak saudara atau keturunan yang memiliki kekuatan supranatural, namun berbeda dari anggota klan Hassel. Seluruh keturunan bangsawan Hassel mempunyai kekuatan supranatural dan rata - rata semuanya memiliki kekuatan supranatural yang tinggi. Oleh karena itu bangsawan Hassel menjadi klan terkuat, dihormati sekaligus berbahaya. Dan Leon Hassel adalah anak kesayangan bangsawan Hassel serta menjadi salah satu anak yang spesial, yang paling kuat di antara anggota keluarga lainnya. Di usianya yang masih menginjak delapan tahun, Leon Hassel sudah bisa membunuh Daemon tingkat tinggi. Hal itu tentunya membuat klan Hassel menjadi sangat bangga dan mengukuhkan bahwa anak itu adalah anak emas. Dia dimanjakan, dia diberi segalanya. Oleh karena itu selain memang karena kemampuannya yang luar biasa, darah klan Hassel yang mengalir dalam dirinya membuat orang - orang tidak berani menyinggungnya. "Bagaimana kabar anak baru itu?" Tanya Leon. Pria itu duduk santai bertopang dagu sembari menikmati cemilan manis favoritnya. "Tentu saja dia sangat syock boss." Betrand menjawab. Tersenyum puas menatap video yang menampilkan Cecil August~ si anak baru itu yang tengah membuka pintu kemudian tiba - tiba saja ember berisi air jatuh dan mengguyur tubuhnya. Ekspresi terkejut gadis itu sengaja ia pause dan ia replay berulang - ulang supaya capek. Betrand tertawa. Wajah syok gadis itu sungguh lucu dan jelek sekali. Mata Sherly melebar kaget seperti melihat hantu. Bibirnya ternganga lebar. Betrand yakin bahwa air yang diguyur itu ada yang tertelan masuk ke mulutnya. Tubuh mungil gadis itu menegang kaku. Tampak seperti marmut tersiram air. Lucu sekali bukan. Leon yang melihat itu menatap puas. Anak baru itu pasti sudah terkena mental sekarang. "Dalam dua hari aku jamin anak baru itu akan keluar." Leon tersenyum yakin. Dia menikmati cokelat dan kue - kuenya dengan suka hati. Lalu saat tangannya hendak mengambil kue stroberry, manik birunya melirik Maxwell yang duduk di sebelahnya. Dia mendapati bahwa sebelah alis lelaki itu terangkat. Apa artinya itu? "Kau tidak yakin akan prediksiku ya?" Tanya Leon menuntut. Temannya yang pendiam dan tidak banyak bicara itu pasti memiliki pendapat bila salah satu anggota tubuhnya ada yang bereaksi. Maxwell balik menatap Leon sejenak. Lalu mengangguk dan hendak kembali tidur. Bicaralah dengan mulutmu sialan. Leon geregetan. Terkadang dia benar - benar jengkel dengan temannya yang satu ini. Jika ada yang bertanya siapa di antara mereka yang paling menyebalkan, sejujurnya Maxwell lah orangnya. Setidaknya Leon akan menjawab pertanyaan orang lain dengan baik dan jelas. Tetapi Maxwell sangat ambigu. Dia hanya membuka mulutnya ketika dirasa penting. Tetapi sekalinya membuka suaranya, mulutnya akan terasa seperti petasan. "Apa yang membuatmu tidak yakin?" "Hanya firasat saja." Maxwell menjawab malas. Lelaki itu hendak meluruskan punggungnya dengan tidur yang nyaman di bangku keras ini. Tetapi Leon tak membiarkan. "Kau tidak yakin kalau anak baru itu akan segera mengundurkan diri hanya berdasarkan firasat?" Leon berdecak, "Mustahil." Dia menjawab percaya diri, "Aku yakin si pendek itu akan tetap keluar dari sekolah ini." Maxwell mengangguk - angguk, "Ya." Manik savier Leon seketika menghujam lelaki di sebelahnya. Maxwell tadi terlihat tidak yakin dengan prediksinya tetapi sekarang dia menjawab iya. Apa - apa'an itu? Tidak konsisten. "Dia memang akan keluar dari sini. Ku rasa." Mata Maxwell kembali terbuka, "Tapi masih akan lama." Bibir Leon menipis, matanya menyimpit, "Kenapa kau berpikir seperti itu?" Maxwell kembali menoleh dan menatap netra blue savier sahabatnya. Leon menunggu dengan serius akan balasannya. Sedetik kemudian Maxwell menjawab, "Hanya firasat." Dasar beedebah sialan. Sekarang Leon ingin sekali mencekik anak di sampingnya ini. Membuat tenggorokannya yang jarang sekali digunakan menjadi sempit sehingga si Maxwell Frikk nger itu bisu sekalian. Bernard yang berdiri di depan mereka hanya melongo melihat wajah bersungut - sungut bossnya sementara pria bernama Maxwell Fringer itu hanya memasang wajah tanpa ekspresi dengan tenangnya memejamkan mata dan tertidur. Si kribo yang baru saja tiba dan mendengar percakapan itu seketika terbahak. Pria itu melangkah mendekat kemudian melempar permen Lolypop kepada Leon. Leon menangkapnya. Ia mendengkus kemudian memijat keningnya yang nyut - nyutan. "Kenapa aku harus memiliki teman seperti dia? Menjengkelkan." Gerutu Leon. Ia membuka permen yang diberikan Sebastian lalu menjilatnya. "Tapi ku rasa apa yang Maxwell katakan benar." Komentar Sebastian. "Maksudmu?" "Anak baru itu tidak akan keluar seperti prediksimu dalam dua hari." "Beritahu alasanmu ?" Dia melirik jengkel lelaki yang tertidur di sebelahnya, "Dengan jelas dan tidak ambigu." Sebastian terkekeh. Dia lalu merapikan pakaiannya yang lusut, kotor serta rambut kribo kebanggaannya sedikit berantakan. Dia mendengkus, "Aku tadi terpeleset. Sungguh sialnya." Alis Leon terangkat. Jangan sampai satu temannya menjawab tidak jelas lagi. Sebastian mengangkat kepalanya kembali. Dia lalu menoleh ke belakang. Menatap Betrand ~ anak buah sekaligus pelayan setia sahabatnya. "Berikan ponselmu! Aku ingin melihat video bully itu." Betrand mengangguk. Dia mendekat dan menyerahkan ponselnya. Sebastian melihat sampai habis video itu. Lalu bibirnya mengembangkan senyum, "Lihat!" Dia menunjukkan video itu ke Leon. Menyuruhnya menonton dengan seksama terlebih di detik - detik terakhir. Leon mengerutkan kening. Melihatnya dengan seksama. Dan keningnya semakin berkerut saat tak menemukan hal spesial apapun di sana. Dia hanya melihat si gadis mungil itu sesudah memarahi Maxwell lalu membalikkan badan menjauh. Perempuan itu lalu berhenti sejenak tepat di depan kamera ponsel. Dia menunduk, lalu memeras pakaiannya yang basah. Lalu apa yang spesial? "Lihat dan perhatikan baik - baik!" Matanya tidak buta. Tentu saja dia sudah memperhatikan baik - baik. Memang tidak ada yang spesial. Anak baru itu tampak malang sekali dengan seluruh tubuhnya yang basah. Tapi..... Ehh.... Dia mengerjap saat sadar akan sesuatu. Leon mendongak menatap Sebastian lagi. Memperhatikan seragam pria itu yang menjadi kusut dan kotor. Terpelest dia bilang? Netra biru Leon kembali menunduk melihat kelanjutan video itu. Di sana terlihat bahwa anak baru itu memeras pakaiannya yang basah di sepenjuru jalan membuat lantai - lantai ruangan asrama itu basah semua. Wah... Wah... Wahh... Sebastian mendengkus, "Gara - gara ini, aku terpeleset. Dia memang sengaja. Ku rasa anak baru itu tidak mudah." 'CK.' Leon berdecak. Menyerahkan ponsel kembali ke anak buahnya. Dia berkata enteng, "Ini hanya permulaan. Tentunya anak baru itu masih bisa tahan." Bibir Leon melengkung. Manik birunya berkilat, "Dia belum merasakan hal - hal yang ekstream lainnya." HAHAHAHAHA HUAHAHAHAHA Kini Leon tertawa jahat, sudah tampak seperti iblis. Di otaknya sudah tersusun rencana mematikan. *** Hathciiiii.... Sherly mendadak bersin. Udara hari ini tidak begitu dingin. Dirinya juga baik - baik saja. Tidak mengalami demam. Hanya kakinya saja yang terasa ditumpu besi. Pegal sekali. Tetapi kenapa tiba - tiba dirinya bersin? Sherly mengerutkan kening. Apa karena tersiram tadi dia tiba - tiba terserang flu? Ahh tidak. Dia tidak selemah itu. Bahkan dia pernah hujan - hujan ria, ditimpa badai tetapi tubuhnya masih sehat - sehat saja. Masa hanya karena diguyur air seember membuatnya sakit. Tidak mungkin bunkan? Atau jangan - jangan ada orang yang membicarakannya di belakang? Hmmm.. Sherly menggeleng. Perempuan itu lalu meluruskan kakinya, memijit - mijit kakinya yang terasa pegal. Sialan. Ini pegal sekali. Linu semua. "Ya Tuhan, sakitnya." Sherly mengeluh. Setelah sekian lama ini adalah pertama kali dirinya berolahh raga dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama olah raga, dirinya harus berlarian ala militer. Tentu saja membuatnya njarem sekali. Bisa dipastikan pegal ini akan semakin menjadi esok hari ketika dirinya bangun. Menyebalkan, menyebalkan. Sherly menggerutu. Dia lalu menarik laci meja sebelahnya. Mengambil buku catatan. Dia lalu menuliskan sesuatu di sana. 'Daftar terduga Demi Human' Nomer 1 Leon Hassel. Sherly menstabillo nama tersebut dengan stabillo merah. Menjadi daftar pertamanya. Anak itu memang mirip seperti iblis. Nakalnya bukan main - main. Sungguh. Si penindas brwngsek. Hmmm... Sherly menatap puas tulisannya. Setidaknya ia sudah memiliki satu terduga Demi Human, tinggal mencari anak yang mencurigakan lainnya. Kemudian ia pilah - pilah dan pastinya akan menemukan satu titik fakta yakni Demi Human yang sesungguhnya. Bukan cuma perkiraan. Ia harus menyelesaikannya dengan cepat. Agar bisa segera keluar dari sekolahan hitam ini. Huhuhuhu. Sherly tertegun. Ngomong - ngomong soal mencari..... Dia belum menemukan si pria tengik dengan wajah berbalut perban. Mungkin pria itu berada di kelas lain. Atau berada di kelas Grade A. Ya, mungkin saja. Sherly mengangguk - angguk. Besok dia akan mencarinya. Melupakan fakta bahwa dirinya masih menjadi korban penindasan, besok kegiatan pentingnya akan mencari keberadaan si lelaki berbalut perban itu. Dia berharap akan segera bertemu dan membalas perbuatan laki - laki itu. Anak - anak Black Militer memang benar - benar menyebalkan. Dasar bocah. *** "Aduhh sakit sekali." Sherly mengernyit. Berjalan dengan pelan menuju ruang kelas. Dugaannya benar kan, kakinya akan semakin mati rasa setelah bangun. Tapi beruntung pil yang diberikan Ribel News cukup membantu mengurangi rasa pegalnya. Sebenarnya ia tidak mau menggunakan pil itu. Lebih tepatnya masih ragu. Bagaimanapun dia bukan orang yang mudah percaya pada orang lain, Sherly sedikit ragu saat Ribel News memberikannya beberapa obat yang katanya berguna untuknya di sana. Seperti pil pereda sakit, pil penguat tubuh dan pil - pil aneh lain dengan macam khasiat. Sherly sebelumnya takut untuk menggunakan. Takut bagaimana jika ternyata itu adalah semacam narkoba yang dibentuk seperti permen kecil - kecil. Tetapi untunglah ternyata ini benar - benar obat sesungguhnya. Jika tidak minum ini, mungkin dia akan jatuh pingsan. "Cecil, kau baik - baik saja?" Sabin bertanya khawatir melihat temannya yang berjalan pelan. Dia menduga bahwa Cecil pasti takut untuk ke kelas lagi gara - gara ditindas kemarin. 'Cecil pasti trauma.' Mata Sabin berkaca - kaca. Turun sedih dan tak tega dengan nasib yang trman barunya itu alami. Bagaimanapun Cecil hanya gadis biasa. Sama sekali tidak memiliki kekuatan. Bertahan pasti akan membuatnya sulit. Apalagi Leon pasti sudah memiliki cara - cara lain untuk membuat Cecil tidak betah dan keluar dari tempat ini. Cecil itu tidak seperti dirinya. Setidaknya ia masih punya kekuatan walau dalam kapasitas rendah. Ia juga memiliki tekad kuat untuk bertahan karena keluarganya. Apalagi ia memiliki pria yang melindunginya ~ Maxweel Fringer. Pipi Sabin merona. Pria itu pasti diam - diam juga jatuh cinta padanya. Maka dari itu dia menolongnya. Sabin bersyukur. Lalu ia menoleh, melihat temannya yang masih tidak bersemangat. Gadis ini sangat mungil. Meski seorang Sabin bisa dikatakan pendek karena tingginya hanya 165 cm, tetapi saat melihat Cecil, dia memiliki ukuran tubuh lebih pendek darinya mungkin tinggi Cecil sekitar 160an. Hmmm... Sabin menatap kasihan. Jika dirinya bisa, dia pasti akan membantunya. Tetapi sayang, dia tidak bisa melakukan apapun. Dia selalu menciut ketakutan saat melihat Leon dan antek - anteknya. Ia memang pengecut. Tidak seperti Maria. "Cecil, kau harus kuat ya?" Sherly mengangkat kepalanya, "Tentu Sabin." Jawabnya. Sabin masih menatap sendu. Seandainya Maxwell juga menolong gadis itu. Tetapi sepertinya tak mungkin, karena selama ini, dari sekian banyak anak baru, Maxwell hanya pernah membela satu orang, yakni dirinya. 'Maxwell benar - benar sebegitu tertarik kepadanya.' Dugaannya percaya diri. *** "Dia datang, dia datang." Beberapa anak berseru. Mereka bersembunyi di sudut - sudut tembok ruangan menunggu seseorang, siapa lagi kalau bukan Cecil August. Penampakan Sherly yang baru saja sampai setelah menaikki tangga hendak menuju ruang kelas sontak membuat beberapa aba - aba diberikan. "Mulai!" Ujar salah satu siswa. Sontak seorang siswa dengan kecepatan luar biasa melesat, berlari menuju Sherly. Pemuda itu dengan gesitnya tiba - tiba berlari mengambil tas gadis itu. Sherly tersentak. Tentu saja dia kaget sekali. Tiba - tiba dan tak terduga ada seseorang melesat lalu mengambil tasnya. Bahkan ia nyaris tidak melihat laju lari pria itu. Yang ia lihat tadi hanya seperti cahaya hitam menuju ke arahnya. Tidak tahunya itu adalah siswa Black Militer. Sialan. Dia dibully lagi ya? Hmmm... Sherly mendengkus. Dia menatap pemuda yang mengambil tasnya menyeringai ke arahnya. Sherly mendekat untuk mengambil, tetapi anak itu malah melesat ke sana - kemari menggunakan kekuatannya untuk mempermainkan Sherly. Terlebih kini tasnya dilempar lalu ditangkap oleh siswa - siswa lainnya. Menjadikan tas Sherly sebagai mainan. Seperti bola ping pong yang dilemparkan lalu ditangkap. Semua senang. Tampak terhibur sekali. Sherly tentunya sangat jengkel. Sementara Sabin yang melihatnya hanya terdiam. Takut bila dia ikut membantu Sherly, ia akan dibully lagi. "Memang anak - anak tengik." Gumam Sherly. Lalu dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Manik kelamnya kemudian bergulir, dia mendongak. Dan menemukan Leon Hassel berdiri di lantai tiga. Menatapnya dengan puas dan tampak berkuasa. "Bagaimana anak baru? Menyerah?" Meski tidak terdengar. Tetapi gerak bibir Leon mengucapkan kalimat itu. Lihat saja bocah tengik itu. Berdiri dengan sombongnya bersama kedua selir dan satu pelayannya. Waow, benar - benar. Heh... Sudut bibir Sherly terangkat. Perempuan itu lalu menjawab sama lirihnya, "Aku menyerah." Jeda sejenak, "Maka dari itu turunlah! akan ku berikan Lolypop." Mata biru Leon sontak melebar ketika berhasil membaca gerak bibir gadis itu. Sialan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN