Bab 15 - Tertangkap Basah

1512 Kata
Entah apa yang terjadi pada Dewi sampai memutuskan mengizinkan Alin pergi, juga setuju untuk tidak memberi tahu Rio tentang ini. Sungguh, terlepas dari Dewi mengatakan ingin berdamai dengan Alin sehingga mengizinkannya pergi, tetap saja Alin tidak bisa kalau tidak mencurigai kakak iparnya itu. Ah, apa pun rencana Dewi ... terserahlah. Sekarang yang penting Alin bisa keluar dari rumah bersama Bayu. Lagian Alin sudah memutuskan akan berpura-pura mau berdamai dengan kakak iparnya. Jika saja bukan karena demi mengorek informasi tentang Dewi, sepertinya Alin akan berpikir ulang untuk menerima ajakan Bayu jalan-jalan. Namun, kalau boleh jujur, Alin tidak menyesal pergi bersama Bayu. Keputusannya untuk menerima ajakan pria itu rupanya tidak begitu buruk. Bagaimana tidak, Bayu membawanya ke banyak tempat, dari tempat yang menyatu dengan alam sampai ke pusat perbelanjaan seperti sekarang. Alin bahkan sampai mengabadikan tempat-tempat yang dikunjunginya tadi dengan cara berswafoto. Ya, sekarang Alin dan Bayu berada di salah satu mal ternama. Tadinya mereka hendak pulang, tapi Alin tiba-tiba teringat beberapa barang yang seharusnya ia beli. Itu sebabnya ia setuju saat Bayu mengajaknya ke mal sebagai tujuan terakhir mereka hari ini. Lagi pula, Alin sama sekali belum bertanya sedikit pun tentang Dewi. Setelah selesai membeli barang yang diperlukan, Alin melirik jam tangan yang kini menunjukkan pukul 14.00. "Setelah ini mau ke mana lagi, Lin? Apa masih ada tempat yang mau kamu datangi? Aku siap antar," tawar Bayu. "Hmm, aku juga nggak kepikiran mau ke mana lagi, Kak." Alin sebenarnya sedang berpikir, kalimat apa yang tepat yang perlu digunakannya untuk memulai pembicaraan tentang Dewi. "Masih jam dua, ke bioskop mau? Kita nonton dulu." "Sejujurnya mau, tapi gimana ya ... kalau nonton, durasi film seenggaknya hampir dua jam, nggak termasuk waktu tunggu karena setelah beli tiket belum tentu film-nya langsung mulai, ditambah waktu perjalanan pulang nanti. Aku nggak mau nyampe rumah lebih dari jam empat." "Baiklah kalau begitu, kita nonton lain kali aja," balas Bayu. "Gimana kalau makan dulu? Tadi kamu menolak saat diajak makan siang, kalau sekarang please jangan, aku nggak mau ngajak jalan anak orang, tapi malah dibikin kelaparan. Aku jamin, kalau makan nggak akan lebih dari dua jam." Alin tersenyum. Kenapa ia tidak kepikiran tentang makan? Jika mereka makan bersama, pastinya akan punya banyak waktu untuk mengobrol. Alin seharusnya punya cukup kesempatan untuk mengorek informasi. "Oke deh, Kak." "Mau makan apa? Jangan bilang terserah." "Yaah, aku emang mau bilang terserah, Kak. Aku nggak rewel soal makanan, kok. Jadi Kak Bayu aja ya yang pilih mau makan apa." Bayu tersenyum. "Oke deh." *** Alin dan Bayu kini berada di tempat makan yang menjadikan mi sebagai menu utama. Tempatnya cukup ramai, beruntung mereka bisa mendapat kursi meskipun paling pojok. Ah, sebenarnya mereka malah bersyukur mendapat tempat di situ karena bisa bebas mengobrol tanpa risi saking berisiknya para pengunjung. Saat ini mereka sedang menunggu pesanan dihidangkan. Harus sedikit lebih sabar karena tempat ini memang selalu ramai. "Sering datang ke sini?" tanya Alin basa-basi. "Enggak terlalu, tapi terhitung udah beberapa kali aku ke sini. Sama teman," balas Bayu yang entah kenapa menekankan kata 'teman'. "Mi-nya lumayan lezat, sih. Makanya aku sengaja bawa kamu ke sini." Alin mengangguk-angguk. "Ngomong-ngomong makasih ya, Kak, udah ajakin jalan-jalan hari ini." "Kalau mau jalan-jalan di hari lainnya juga boleh, tinggal bilang aja. Kalau aku nggak sibuk, aku pasti mau." Alin hanya tersenyum. Terlebih seorang pelayan membawakan pesanan mereka sehingga mau tidak mau pembicaraan harus terhenti. "Tapi ingat, untuk hari ini jangan sampai lebih dari jam empat sore ya, Kak." Alin mengingatkan saat pelayan sudah undur diri. "Iya, aku ingat, kok. Kamu udah bilang berkali-kali," kekeh Bayu. "Tapi by the way, kenapa nggak boleh lewat jam empat? Aku nggak sempat nanya tadi. Kamu bukan Cinderella, kan?" lanjutnya dengan nada bercanda. "Mbak Dewi cuma ngizinin sampai jam segitu. Mau nggak mau aku nurut. Kalau nggak, aku bakal dilarang kalau lain kali mau jalan-jalan lagi," jelas Alin sengaja dilebih-lebihkan. Ia ingin menggiring pembahasan agar mereka membahas tentang Dewi dulu, setelah itu ia akan mulai bertanya. "Segini aku mohon supaya Mbak Dewi nggak bilang sama Mas Rio. Kalau bilang, dijamin nggak akan dapat izin. Otomatis aku nggak bakal ada di sini sekarang," lanjut Alin. "Mungkin mereka terlalu khawatir sama kamu, Lin. Apalagi kamu perginya sama laki-laki sekalipun kita tetangga. Terlepas dari kita pernah satu sekolah, tetap aja kamu orang baru di sini. Wajar mereka khawatir." "Iya bener, mereka terlalu khawatir sama aku sampai-sampai ruang gerakku agak terbatas karena aturan-aturan aneh mereka. Enggak boleh inilah, itulah, harus ini-itu ... lama-lama pusing." Bayu tertawa. "Cuma bisa bilang sabar. Lagian wajar juga, kamu perempuan. Asal kamu tahu, mereka begitu karena sayang dan peduli sama kamu." Mereka pun mulai makan, tapi obrolan tetap dilanjutkan. "Ngomong-ngomong, Kak Bayu pernah berinteraksi sama Mas Rio atau Mbak Dewi?" "Pernah, cuma sesekali kalau kebetulan berpapasan." "Interaksinya gimana?" "Ya nyapa aja selayaknya tetangga. Emangnya ada apa?" "Enggak, cuma nanya aja. Barangkali Kak Bayu pernah ngobrol atau apa." "Boro-boro, Lin. Padahal aku sama Mas Rio sama-sama tahu loh berasal dari kampung halaman yang sama, tapi ya kalau dipikir-pikir apa yang mesti kami obrolin? Lingkaran pertemanan dan umur kami beda jauh, jadi pasti nggak cocok." "Kalau Mbak Dewi?" Bayu tampak mengingat-ingat. "Jarang banget. Lagian dia lebih sering di dalam rumah atau pergi naik mobil. Aku hampir nggak pernah berpapasan sama Mbak-mu itu." "Naik mobil ke mana? Sendiri?" Bodoh! Kenapa Alin bertanya seperti ini. Bayu mustahil tahu kalau ini! "Kalau itu aku mana tahu, Lin." Tuhkan, Alin jadi merasa terlihat bodoh. "Cuma setahuku, dia itu kadang bolak-balik," tambah Bayu. Alin mengernyit. "Maksudnya bolak-balik?" "Aku tahu karena beberapa kali nggak sengaja lihat. Jadi, setiap hari Mbak Dewi pergi, kan, ya? Entah kerja atau apa, yang pasti naik mobil. Dia pergi duluan sedangkan suaminya pergi beberapa menit setelahnya. Aku tebak mereka kerja di tempat berbeda makanya selalu pergi naik mobil masing-masing." "Terus?" Alin sungguh tidak sabar dengan lanjutan ceritanya. "Beberapa menit setelah Mas Rio berangkat, Mbak Dewi kemudian pulang lagi ke rumah. Kalau sekali dua kali mungkin aku nggak akan sadar, tapi ini sering banget makanya aku kadang heran. Tapi aku nggak peduli, toh itu urusan kakak iparmu. Ya mungkin aja ada yang ketinggalan jadi balik lagi. Anehnya kalau iya benar ada yang ketinggalan … seharusnya langsung berangkat lagi, kan? Kalau ini nggak." Bayu lalu kembali melanjutkan, "Aku juga awalnya heran, sih. Setiap aku lagi duduk di depan rumah atau berdiri di balkon kamar, sering banget lihat. Ah, tapi aku nggak terlalu peduli, sih. Mungkin cuma kebetulan aja." "Setelah Mbak Dewi balik lagi ke rumah, apa terusnya ada tamu yang datang?" "Sejujurnya aku nggak memperhatikan terus. Aku tahu Mbak Dewi pulang lagi setelah suaminya berangkat karena nggak sengaja lihat, apalagi hal tersebut terjadinya berulang, makanya aku tahu. Tapi kalau urusan ada tamu yang datang atau nggak, aku nggak tahu," jelas Bayu. "Cuma kalau ditanya apa pernah melihat ada tamu yang datang setelah Mbak Dewi pulang ... aku rasa nggak pernah melihat. Atau mungkin datangnya setelah aku masuk ke rumah? Kurang tahu juga," sambung pria itu. Benar juga. Mana mungkin Bayu tahu informasinya sedetail yang Alin inginkan? Tahu tentang kebiasaan Dewi setelah Rio berangkat kerja saja, sudah bisa dibilang bagus. Setidaknya tidak sia-sia Alin pergi hari ini. "Kapan terakhir Kak Bayu lihat Mbak Dewi bolak-balik gitu?" "Maaf aku lupa, tapi yang pasti udah lumayan lama. Emangnya ada apa, sih, Lin? Aku berasa lagi diinterogasi." "Cuma nanya." Alin pura-pura tertawa untuk mengurangi kecurigaan pria di hadapannya. "Eh, ya ampun ... kenapa malah ngobrol? Ayo lanjutin makannya, Kak. Nanti keburu dingin." Sementara mereka kembali fokus makan, tapi benak Alin mulai memikirkan satu hal. Ya, jika Bayu mengatakan sudah cukup lama saat terakhir melihat Dewi bolak-balik, sangat masuk akal kalau pria itu tidak pernah melihat hal seperti itu lagi. Bagaimana tidak, sekarang Alin tinggal di rumah itu juga. Jadi, mana mungkin Dewi melakukan hal yang biasa dilakukan saat sebelum Alin tinggal di situ? Selain itu, bukankah dugaan semakin kuat kalau Sonalah tersangka utamanya karena Nino rasanya tidak mungkin. Rumah yang berdekatan membuat Sona mudah datang kapan saja, tanpa harus repot-repot membawa kendaraan. Mungkin hal itu juga yang menjadi alasan Bayu tidak pernah melihat ada tamu yang datang setelah Dewi pulang lagi ke rumah, karena memang 'tamu' tersebut hanya tinggal berjalan kaki saja. Mengendap-endap. Atau kemungkinan lain ... Dewi dan Sona berada dalam satu mobil? Sial, Alin sepertinya terlalu jauh memikirkannya. Jangan sampai dirinya pusing sendiri. Baik Alin maupun Bayu, masih sama-sama sedang menyantap hidangan yang mereka pesan. Alin sejenak menoleh ke arah luar. Jendela kaca yang transparan memungkinkan Alin melihat aktivitas di luar sana. Ada orang yang berlalu-lalang di sekitar tempat makan, ada banyak kendaraan juga di jalanan. Namun, ada satu arah yang membuat Alin sontak menajamkan penglihatannya. Bagaimana tidak, di luar sana ada Sona yang sedang berdiri menatap ke arahnya. Bahkan, pandangan mereka sempat bertemu, membuat Sona langsung mengalihkan tatapannya. Alin melihat Sona seperti tertangkap basah sehingga langsung bergegas menuju mobil dan meninggalkan tempat itu. Pertanyaannya, sedang apa tadi Sona di situ? Alin yakin tidak mungkin kebetulan karena jelas-jelas pria itu seolah mengawasinya. Terbukti pandangan mereka sempat bertemu lalu Sona langsung kabur. Tunggu, Alin jadi heran ... kenapa Sona mengawasinya? Apa mungkin perintah Dewi dan bodohnya pria itu malah tertangkap basah?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN