Fika seperti orang linglung. Di tangannya terdapat dua buah karcis yang siap dibawa masuk karena pertunjukan akan dimulai sekitar dua puluh menit lagi. Namun, Alin yang dimintanya untuk menunggu, tiba-tiba menghilang. Fika ingat betul tadi Alin sedang mengikat sepatu tepat di tempatnya berdiri sekarang. Namun, di mana wanita itu sekarang? “Maaf, kamu Fika ya? Teman Alin,” tanya seorang pria yang kini berdiri di hadapan Fika. Fika spontan mendongak, antara terkejut dan tidak menyangka ia melihat ada pria yang baru dikenalnya tempo hari. Itu pun hanya sekilas sehingga Fika agak lupa-lupa ingat, khawatir salah orang. “Iya, aku Fika. Ini Bayu ya?” Pria itu tersenyum hangat. “Benar. Alin mana, ya? Aku tadi memperhatikan sejak kalian keluar dari restoran dan menuju ke sini.” “Itu yang bikin